Kenyamanan bersanding dengan gegabahnya angin
Menepuk pundak dan mendobrak ingin
Kemana lagi malam akan berpaling
Hanya sekali aku tersadar
Beribu nasihat dari ia yang kesal
Tumpah-ruah hujatan kutelan habis
Aku masih nyaman dan takmau keluar
Sekumpulan srigala meninabobokan takdir
Memalingkan keseharusan untuk sejenak berkata
“ini kenyataan, bukan dunia utopis dambaan pemuda penyakitan”
24 jam terasa sebentar dan tak cukup mengantar
Semua keihklasan mempersiapkan masa depan
Hanya dengan duduk dan mengobrolkan kemunafikan
Menghakimi moral tak berakal
Mengidam-idamkan dunia impian
Dari akal-akal yang diupayakan masuk akal
Setiap detik mereka dikejar pencapaian
Godaan mereka ialah keinginan mereka yang terdalam
Mengupayakan nasib agar berpihak dan tak segan memberika kenyamanan
Tak sadarkah mereka kalau rasa nyaman sudah ditangan
Kemauan kelam dihapus dengan hitam yang tersamar
Ungkapan langit tiap detik terlontar dan dipegang
“hey, aku punya pedang dan kau hanya setebal leher ayam”
Padahal setiap pembicaraan mereka
Bakal berhenti pada tindakan karbitan
Yang sekali memuncak setelah hilang dihirau kepuasan
Antara kemunafikan atau ketuntasan berkehidupan
Disaat kesampatan tak diimbangi dengan kemampuan
Dimana kekuatan dimanfaatkan seolah kelemahan
Dikaruniai kesadaran tapi dengan efek samping kemunafikan
Sesungguhnya tiga tahun belakangan ini, untuk apa
Benarkah takdir membawaku kedalam sumur kering
Atau justru menenggelamkanku pada samudra lumpur
“aku tak menyesal dan aku sadar akan semua pesan-pesan tuhan”
Nofianto Puji Imawan
Jombang, 01 Desember 2016.
0 komentar:
Posting Komentar
Pembaca Yang Baik Selalu Meninggalkan Komentar