Selasa, 14 Juli 2015

Perang-Perang'an

Siapa saja bisa merasa tenang dalam perang. Perang sambil membawa parang, sambil berang. Lari kencang seperti binatang, kakinya seperti terbang bak kuda terbang, matanya muram seperti kalap hewan sembelihan, telinganya memanjang seperti setan, mulutnya melebar seperti kelelawar, tubuhnya tegak layaknya gagak. Ingatlah dalam perang yang dipikirkan hanya menang melawan lawan. Namun yang tersisihkan selalu menangis, merana, meminta, dan terpanah melihat bunuh-bunuhan, perkosa-perkosaan, curi-curian, teriak-teriakan, pukul-pukulan, sakit-sakitan, tipu-tipuan, gencet-gencetan, bakar-bakaran, rebut-rebutan kekuasaan yang selalu menyimuti tampa sadar. Sehingga perang disini terasa nyaman dan nampak tak keliatan seperti daerah konflik pertempuran.

Kampus ini sedang perang, lingkungannya, orang-orangnya. Namun mahasiswanya nampak lelap dan nyaman saat dinina bobo’kan. Keterkaitan dengan lingkungan kampus ini. pinggiran yang sunyi, gayanya yang seolah-olah meng’acuhkan diri. Disini aku menuntut ilmu dan dituntut untuk memenuhi kewajiban yang sebenarnya kurang relevan dengan hiruk-pikuk tuntutan zaman, oleh kekuasan dari yang punya kuasa atas manusia yang tak bisa apa-apa. Sedangkan semua kewajiban disini tak didukung oleh manusia-manusia yang seharusnya membantu mewujudkan keinginan para manusia-manusia yang ditindas dan berusaha untuk memperbaiki keturunannya agar tak bodoh seperti mereka. Ingin sekali hidup layak dan mencukupi apa yang sekarang diamini sebagai sandang-pangan-papan, dan kahuripan.

Kesenyapanpun semakin terasa. Kabut tebal, hati bebal, otak kental, mata belukar, jiwa sukar, dan tubuh mengakar. Sedang kalap dalam ketenangan manipulatif yang diciptakan demi meminimalisir daya pikir para mahasiswa yang tak kunjung berfikir bahwa mereka sedang di jungkir-jungkir, dalam ketenangan yang tak seharusnya disikapi dengan sebuah ketenangan. Bagaimana seharusnya yang tidak, dijadikan iya. Kondisi dimana manipulatif spekulatif yang semakin aneh bin ajaib. Telah terdogma secara cepat dan merapat. Telah menunjukan sebuah celah untuk mengubur sifat diam dengan temaram yang seakan-akan menjadikan mulut yang kondratnya bicara telah berubah sifatnya. Kebanyakan hati yang telah ditambahi dengan space ruang yang lebih besar untuk menyimpan apapun yang telah dirasakan. Dan tak pernah terluapkan. Itulah yang kurasakan. Sampai kapan mereka bakalan bisa bertahan dengan keluh kesah yang selalu disimpan. Tampa berani meluapkan. Sugguh lapang dada sekali, tingkat sabarnya mungkin lebih tinggi mereka ini. sehingga kuat menyimpan sebuah kegelisahan yang menurut hematku sudah sangat-sangat tak cukup muat untuk disimpan dalam ruang hati yang membatin.

Aku ini kurang sabar
Aku ini terlalu gegabah
Aku ini sulit untuk lebih mempertimbangkan
Aku ini kalah dengan mereka, mahasiswa yang sungguh lapang dada

Mahasiswa disini ini apakah memang diciptakan untuk bertahan disebuah perang yang tak berkesudahan, ataukah memang mereka dibuat khusus untuk kampus pinggiran ini. Keadaan sudah begitu parah ini. Acuh-tak acuh semakin melucu, birokrasi yang tak sehat semakin tak memiliki ruang banyak dan dipikir banyak, karena kejenuhan atau penyesalan semua element di kampus pinggiran ini. Personnya sudah sakit-sakitan karena banyak bersabar. Hingga:

Aku sudah capek dengan rutinitas ini
Semuanya seperti stagnan
Tak ada perkembangan yang bisa di pertimbangkan
Kebijakannya sudah tak bijak di pandang
Hampir tak ada yang bisa diharapkan disini
Apalagi punya keinginan tinggi
Semuanya bakalan dilenyapkan
Lebur menjadi selebaran tak berfungsi
Hingga tak pantas lagi kampus ini dirasuki ruh percaya diri
Dan tak ada alasan yang kuat untuk merubah hal ini
Kecuali menerima, dan memaklumi

Apakah benar sudah separah ini. Kejenuhan mahasiswa kampus pinggiran ini. Untuk benar-benar menghatinuranikan relita yang sudah seperti runyam untuk bakukan dalam nilai-nilai kebaikan. Entah siluman apa yang selalu menghinggapi para mahasiswa disini. Mereka dibimbing untuk buta kepada apupun, tak terkecuali sebuah pedoman dan kebenaran keseharusan yang harus terus dicari dan dipahami agar dapat berbuah kebaikan yang hakiki. Melupakan segala yang sudah seharusnya ditinggalkan dan mengahadapi semuanya yang seharusnya di tanggung jawab’pi. Sebutkan saja apapun yang ada didalam area perang, dan pelajari segala musuhnya. Atau bisa juga mengunakan ramalan-ramalan ketidakpastian yang selalu diandalkan dalam melamar keinginan diri sendiri, supaya dapat mencukupi keinginan yang selalu diutamakan tampa mengetahui kewajiban yang dilalaikan. Sehingga timbul yang namanya perang-perang’an.