Selasa, 14 Juli 2015

Berwajah Aneh, Semaunya Sendiri

Tibalah seorang bewajah aneh. Tingkah lakunya, selalu menyudutkan pihak lainya. Sikapnya sulit diberi pengertian. Cara pikirnya aneh dan kadang tak jelas apa maksudnya. Teman-temannya sepertinya bukan murni seorang teman. Tapi kadang kalah keburukannya adalah cerminan keperkasaan jaman, yang sudah tak terkira seberapa kecil kebaikan yang ada, seberapa kecil keadilan yang tersisa, seberapa cukup harapan yang masih dimimpikan, seberapa besar volume keyakinan yang masih disimpan, dan seberapa kuat iman yang dimiliki. Saat yang ada sudah dianggap tak ada. Karena tuhanpun ditelantarkan disetiap hati orang yang kutemui. Bagi mereka duniawi sudah seperti cukup untuk memenuhi nurani dan pikiran, untuk bisa hidup dengan keyakinan, bahwa tuhan itu ekslusif. Dan tak seharusnya bila dicampur adukan dengan hal-hal selain ketuhanan. Padahal semua itu tak terlepas dariNya. Apapun yang ada dalam diri kita, tidak lain adalah secuil dari yang maha besar. Mungkin volume kecilnya kita, tak bisa terdefinisikan.

Orang berwajah aneh itu kadang berbicara dengan dukungan wibawa-pengalamannya. Apapun yang ia katakan, tolong turuti saja. Bukan berarti kau penurut untuk apasaja yang ia katakan. Namun cobalah belajar, untuk tak mendahulukan apapun yang kau inginkan. Tetapi coba mendahulukan yang lain, selain keinginanmu. Lantas jangan berhenti untuk tetap menenggelamkan keinginanmu. Bunuhlah keinginanmu, untuk menuruti keinginan yang tak kau inginkan. Agar kau tak hanya memikirkan apapun yang hanya untukmu saja. tetapi baiknya bersama, mengenai realita, bahwa kita hidup ini takhanya sendiri, takhanya memikirkan diri sendiri, dan tak hanya bisa sendiri. Seandainya orang berwajah aneh ini mengerti. Bahwa ia sedang kalap. Tak bisa mengendalikan maunya sendiri. Tetapi berusaha mengendalikan yang bukan dirinya. Untuk bisa bertahan dalam ketidaktahuannya, kalau ia sedang tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Tiba-tiba kau meyuruhku dengan bijak
Agar kau tak kebinggungan dengan segala urusanmu
Tapi semua selalu menyudutkanku
Namun aku tak berani untuk bilang
Kalau aku, kau sudutkan

Aku tertipu dengan sedikit caramu bersikap
Kau suruh aku untuk menurutimu
Sambil kau berbicara, tapi tak memandangku
Kau jabatkan tanganmu, tapi kupeluk tubuhmu
Kau bilang maaf, tapi aku jawab tidak apa-apa
Kau semaumu sendiri, tapi aku tetap sadar diri

Bukan cuma lupa diri, kau ini
Tapi terkadang tak mau tau apapun selain diri sendiri
Yang ada dikepalamu hanya dua ruang kosong
Sedangkang dihatimu ada beberapa ruang, yang lebih dari dua
Tapi sudah penuh semua, oleh dirimu sendiri

Tak kau sisakan ruang
Untuk apapun selain dirimu sendiri
Sedangkan dirimu sendiri
Belum bisa memenuhi ruangmu sendiri
Tapi malah memenuhi ruangan yang bukan ruanganmu sendiri

Nofianto puji imawan
Madura 30 Mei 2014.