Badannya gemuk, sungguh terlalu
Ramutnya kusut, seperti itu
Mukanya seram, layaknya hantu
Gaya jalannya lucu, persis badut ulang tahun adikku
Bicaranya serak, seperti rem becak
Tatapannya binggung, persis penari kecak
Tangganya kasar, sungguh seniman kocak
Matanya picik, layaknya manusia congkak
Sukanya menyerukan profesionalitas
Tapi kelakuannya sungguh tak pantas
Semaunya sendiri dan serakahnya setengah mati
Tapi kalau disindir sedikit, sensitifnya tak tau diri
Telfon-sana, telfon-sini
Tak menghargai yang lainya
Malah menjunjung tinggi diri sendiri
Sukanya menilai yang bukan dirinya sendiri
Tapi lupa intropeksi diri
Mentang-mentang sudah punya nama
Bukan berarti layak dilayani sampai mati
Apalagi sampai pihak lain merasa rugi
Hingga banyak yang melarikan diri
Karena tak betah diperlakukan semaunya sendiri
Tamparan-tamparan zaman masih belum kau rasakan
Coba rasakan dengan peka dan tenang
Sedikit mengerti pertanda alam
Bukan mengeluh kalau diguncang peringatan
Permasalahan bisa dibuat pelajaran
Bukan malah sebagai pedoman dendam
Atas alasan untuk mengancam
Apalagi balasan perbuatan tak menyenangkan
Jika begitu
Maka, bersiaplah untuk semakin hancur
Dibuat pusing dan sakit oleh pesakitan yang mengucur
Sembari meruyamkan untaian pembalasan yang menyembur
Tinggal menungguh untuk dikubur
Nofianto puji imawan
Madura, 30 Mei 2014.