Media penyiaran harus menjamin terciptanya informasi yang adil, merata, dan seimbang demi terciptanya keadilan. Meskipun sulit dan terkesan utopia. Namun seharusnya usaha-usaha untuk mencapainya, minimal harus dilakukan dengan serius dan konsisten. Pengawalan, pengawasan, dan soliditas dalam melaksanakan tujuan. Supaya mewujudkan media penyiaran yang sesuai dengan filosofi dasar penyiaran dan peraturan-peraturan luhur media penyiaran, mengenai keadilan bersiaran di era pasar bebas dan modernisasi zaman. Apalagi banyak yang memandang media penyiaran sekarang tak lebih dari bisnis semata.
Adil, apanya yang harus diadilkan?, media penyiarannya, mau diadilkan bagaimana?, bukanya semua media penyiaran sudah membela dan menegaskan bahwa media penyiaranya sudah sesuai dengan peraturan yang ada?, Pembelaan apalagi?, pembohongan seperti apa lagi?, penipuan yang bagaimana lagi?, akan diapakan lagi media penyiaran kita ini?. padahal, slogan media penyiaran sudah membuat bulu kudukku berdiri. Dari mulai; "Milik Kita Bersama" (tapi nyatanya, yang memiliki cuma pemilik medianya saja. Publik malah tidak seperti ikut memiliki.), "Makin Indonesia Makin Asyik Aja" (tapi tanyangan-tanyangan ke-Indonesianya malah kurang di expose dan malah hiburan-hiburan produk luar negeri yang dibudidayakan.), “Satu Untuk Semua" (bukanya hanya untuk yang punya uang saja, bukanya hanya untuk kepentingan bisnis pemiliknya dan kolega-koleganya.), “Saluran Informasi & Hiburan” (bukanya sekarang ini hanya hiburan saja yang mengantri di list media penyiaran kita, malah fungsi dasar media penyiaran tidak dilaksanakan dengan utuh), “Stasiun televisi berita pertama di Indonesia” (tapi isinya malah pencitraan pemilik medianya saja sampai-sampai setiap jam isinya kampanye partai politik semata.), "Memang Beda" (bedanya apa?, malah tidak lebih memperbaiki kualitas media penyiarannya. Namun malah membuat banyak berkembang pelanggaran-pelanggaran media penyiaran.), "Memang Untuk Anda" (memang untuk pemiliknya dan untuk yang punya uang saja), dan banyak lainya.
Namun apakah slogan ini menjadi relevan jika yang nampak dan yang nyata cukup kontradiktif. Baik fungsi, sumbangsih, kelakuanya berbeda dengan apa yang dijanjikan. Itulah media penyiaran kita, jika dilihat dari motto/slogan/brandingnya.
Walaupun kuasa yang begitu besar pasti membuat apapun yang dibawahnya menjadi tak berdaya. Mengikuti saja, menjalankan perintah saja, nurut dengan atasan, takut resiko walaupun yang dilakukan itu benar, takut dirugikan dengan banyak kompromi-kompromi. Atau yang lainya. Jika sudah masuk dalam dunia kerja dan sistem yang mengikatnya, hingga mempunyai beban yang menuntutnya untuk bertanggung jawab atas hidup beserta tanggungannya. Akan membuat banyak hal menjadi tidak bisa bebas dalam berbuat. Harus tetap taat jika ingin bertahan, atau dikeluarkan dan tak mendapat apa yang dinginkan sampai dirugikan dan tak mendapat kesempatan yang menguntungkan baginya. Walaupun begitu seharusnya yang namanya kuasa tetap harus bisa berlaku adil, dimanapun. Terutama mengenai media penyiaran kita ini.
Jika keadilan selalu di identikan dengan ketidakmungkinan. Begitupula permasalahan di media penyiaran kita. Yang selalu muncul dengan slogan-slogan yang seolah-olah propublik, namun ujung-ujungnya malah kita yang diakali dan dibohongi. Visi-misinya sungguh bagus dan mulia namun sampai saat ini masyarakat malah dimanfaatkan dan dirugikan dengan pembohongan-pembohongan yang dilakukan media-media penyiaran kita. Sama halnya peraturan-peraturan mengenai media penyiaran yang tersusun baik, rapi, adil, dan dengan proses yang lama, tapi malah apa yang terjadi ?. Peraturan-peraturan itu malah diakali tampa ada pembuktian dan keinginan untuk menjalankan dengan serius hingga menaati semua peraturan mengenai media penyiaran yang telah dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik nasional atau regional.