Mbegedud ini adalah anak kesayangan dari seorang bandar togel termakmur di desa gumiharjo. Apapun yang ia inginkan takpernah tak didapatkanya. Walaupun mbegedud hanya meminta apa yang sekiranya ia butuhkan saja, sebagai anak remaja yang seperti embah-embah. Namun, mbegedud memang pengangguran yang unik di desa gumiharjo. Ia suka meminta-minta buku-buku bekas dirumah tetangga-tetangganya, kalau subuh sukanya membakar sampah-sampah di got depan rumahnya, malamnya ia sering ngomel sendiri di bawah sinar bulan (kalau padang mbulan & tidak mendung), apalagi kalau sedang begadang bersama pemuda desa lainya, mbegedud suka bernyanyi lagu-lagu yang kebanyakan tak diketahui asal-usulnya alias ngarang dewe ra jelas asal-usule.
Sampai ia mengamen tampa sepengetahuan orang tuanya, hanya untuk memuaskan jiwanya yang aneh-aneh mintanya dan kadang-kadang keinginya sering mendadak berubah-ubah. Bukan saja candu membaca, tapi mbegedud juga candu ngrasani warga desa lainya. Namun yang paling sering ia lakukan adalah mengumpulkan warga desa gumiharjo dan berbicara didepan mereka sambil menunjukan gestur tubuh dan ekspresi menasehati, mengenai ilmu pengetahuan, rethorika, sampai filsafat bak filosof termanshur. Baik mengenai sosial, ekonomi, politik, kosmologi, ekologi, budaya, dan agama. Namanya juga masih muda atau remaja, apalagi anak dari bandar togel termakmur ini sedang mengalami jatuh hati. Sehingga ia sering di olok-olok warga desa gumiharjo seperti orang gila yang gilanya itu sampai menggangu tetangga-tetangga dan kadang-kadang tak terkontrol. Walaupun mbegedud kadang kalau gila tak keliatan seperti gila, tapi seperti motivator yang mabuk istilah sambil menganjurkan dogma-dogma yang begitu diyakininya.
Walaupun dibilang sudah gila dan meresahkan warga desa lainya. mbegedud punya keinginan yang luhur dan ketertarikan. Dimana tak memandang derajat sebagai pembatas perasaan, dan strata sosial sebagai pembeda. Ternyata mbegedud suka dengan swastika, atau panggilan akrabnya tika. Gadis dengan rambut sebahu, berhidung mancung tapi tak amat-amat, berlesung pipit tapi ya manisnya tanggung, tinggi dan seksi tapi agak gemuk dan berisi. Yang selalu bertingkah seperti anak putri permaisuri tak tau diri. Kadang gayanya sok sekali, padahal masih termasuk anak desa gumiharjo yang rata-rata tak kaya-kaya amat. Tetapi memang bapaknya tika adalah pemilik lahan persawahan terluas di desa gumiharjo dan sangat dihormati. Jadi siapa saja yang menyukai tika, minimal haruslah memiliki sawah dan dari keluarga yang baik-baik. Jadi tak boleh sembarangan, itulah yang diinginkan keluarga swastika darimulai bapaknya, ibunya, dan mbah-mbahnya. Yang membuat tika bakalan menjadi perawan tua, karena tak mungkin ada pemuda desa yang keluarganya memiliki sawah. Apalagi kekayaan yang melimpah. Kalau dari keluarga baik-baik ya lumayan banyak, banyak yang baik kalau ngutang, baik kalau, nyuri sapi, baik kalau nyopet, baik kalau ngrasani tetangga lainya, atau baik kalau mengambil cucianya orang lain.
Dengan geografis desa gumiharjo yang terletak di timur jauh dari gunung, jauh dari pantai, jauh dari sungai besar, dan jauh dari hutan. Berada di dekat daerah industri sampai pabrik-pabrik tekstil yang selalu mengeluarkan limbah busuk dan berbahaya. Beserta asap dan bebauan dari pabrik pakan ternak yang terletak berdekatan dengan desa gumiharjo ini, membuat tak banyak yang diharapkan dari kekayaan alam desa yang seharusnya melimpah ini. Seperti dahulu, gumiharjo menjadi desa dengan buah pisang yang amat enak, ladangnya yang luas dan manisnya buah pisang tersebut membuat desa gumiharjo menjadi produsen besar buah pisang di kawasanya. Apalagi ladang tebu beserta kacang-kacangan yang telah lama menjadi andalan warga sebagai sumber penghidupan mereka. Namun seperti yang disebutkan tadi, bahwa semenjak industrialisasi efek buruk yang menimpa desa gumiharjo semakin nyata. Penjajahan memang semakin merambah ke berbagai bentuk, tak hanya portugis, belanda inggris, prancis, dan lainya. Penjajah paling kejam saat ini yang telah membuat desa gumiharjo menjadi layaknya tanah gurun alias tak kaya lagi. Adalah ketamakan dan ketakpernah puasan warga-warganya.
Dipimpin kades bernama cak uwit. Kemajuan desa gumiharjo hampir tak pernah terjadi, sudah sepuluh tahun tetap seperti ini. bagunannya masih lebih banyak gubug dan seng lapis kayu, aliran drainase air di desa ini masih jauh dengan teknologi tradisional nenek moyang sampai sekarang dipakai. Belum ada pembaruan cara hidup warga desa gumiharjo. Dengan begitu banyak pemasalahan ketamakan dan nafsu-nafsu kekuasaan menunjukan bahwa kewibawaan desa gumiharjo yang dulu kaya raya menjadi kebalikan. Miskin gersang, penduduknya jauh dari makmur dan warganya semakin tamak dan jauh dari peradaban yang diinginkan oleh mbegedud saat ini.
Seyogyanya mbegedud yang mempunyai jiwa yang luhur dan keinginan yang tulus. Selalu menginginkan sebuah keselarasan tampa ketimpangan, keadilan yang seadil-adilnya, dan transparansi kepemimpinan desa yang lebih nyata dalam memakmurkan sampai menyejahtrahkan warganya. Walau itu sampai sekarang masih disimpan oleh mbegedud didalam tubuh dan laku yang dianggap kontradiktif dengan keluhuran dan ketulusan oleh warga lainya. Sampai-sampai bapak dan ibunya yang masih menjadi bandar togelpun, punya niatan untuk memasukan mbegedud ke rumasakit jiwa.
Bagaimana keselanjutan mbegedud dan kisah swastika yang ia sukai. Dan desa gumiharjor yang memburuk beserta warganya?. Tunggu di kisah “Mbegedud Dan Rungsepnya Gumiharjo”.