“yasudah, aku ingin bisa membantu caleg-caleg itu. Biar seperti mbah dirman. Dan nantinya supaya rumahku ramai dan tidak sepi-sepi kuburan.”
“benar kamu dji. Terus siapa yang jadi RT.”
“iya ganti kamu saja…”
“lholholho lambemu, sudah se’enak udelmu sendiri. Belum jadi dukun saja sudah sok. Apalagi kalau sudah didukuni kamu dji,,,dji.”
“lho, biar terasa dulu nuansa sok-sok dukunnya”
Dengan nada kesal aku berbicara pada Sumadji, “Iya, aku tau kalau akan diadakan PEMILU 2014”. Sambil kembali berfikir, apakah segitu pikunnya masyarakat sekarang. Kok sampai-sampai setiap hari banyak yang menghimbau bahwa akan diadakan PEMILU 2014. Baik di televisi, radio, Koran, media online, bahkan seluruh orang-orang di lingkunganku termasuk pak RTku ini. Iya, Sumadji ini. Kalau bertemu denganku selalu membicarakan dan menanyakan, apa yang akan aku pilih nanti di PEMILU 2014 dan apa pendapatku mengenai hal itu. Hingga diminta untuk memprediksi siapa yang bakal menang di PEMILU 2014.
“Edan kamu itu dji,,,,Sumadji, RT edan. Ya mbok pikir aku lembaga survei atau dukun. Kok bisa-bisanya memprediksi yang begituan.”
Sumadji pun mengelak “ah jangan gitu, biasanya kamu seneng sama yang begituan.”
“ya ndak mesti. Liat-liat dulu lah dji.”
“liat-liat apa. Liat Si Fatma saja. Diakan perawan terseksi di kampung.”
“lho ya. Musti mbahas Si Fatma lagi. Apa ndak bosen kamu. Setiap hari ngodain Fatma terus. Awas ketahuan istrimu lo dji.”
“iya-iya beres, tenang pak RTmu ini pintar kalau masalah, perkelaminan.”
“ah gayamu, liat saja nanti kalau sampai ketahuan istrimu. Kalau kamu ngodain Si Fatma, bakalan habis kamu ndak dapat jatah.”
“sudah-sudah” dengan menghardik.
Sambil menunjuk kearah barat tepat di sebuah gubuk peyok yang ditinggal seorang dukun bernama mbah dirman. Aku dan Sumadji memandanginya dengan seksama. Karena aneh sekali gubuk peyot yang biasanya sepi, semenjak sekarang begitu ramai dan dihalaman jalan itu berjajar mobil-mobil mewah ber plat-merah.
“dji, liat itu rumah mbah dirman.”
“iya-iya, kenapa itu ramai sekali. Tumben ya. Biasanya sepi dan sunyi.”
“banyak mobil mewah dji. Kamu tahu ada apa.”
“ya ndak no. kan aku baru liat ini.”
“gimana se dji, bukanya kamu seharusnya mencari tau, kamu kan pak RTnya.”
“yaya nanti aku cari tau.”
“tapi kira-kira ada apa ya dji.”
Dengan mimik muka penasaran dan mendekatkan telinganya ke mulutku, sambil berbisik “emangnya dirumah mbah dirman lagi ada slametan, atau ada acara keluarga.kok kita ndak diundang.”
Menarik badan yang membungkuk, aku mencoba memberitau Sumadji.
“ya kok tetep polos kamu itu dji, mereka yang memenuhi rumah mbah dirman itu pasti caleg-caleg yang akan mencalonkan diri di PEMILU 2014 nanti dji.”
Dengan wajah gelagapan dan penasaran, Sumadji semakin kelihatan ingin tau.
“terus”
“terus, terus, terus nubruk, dji. Hahahahhah. Lho ya, aku ini serius dji”
“bagaimana tadi itu, kalau benar mereka caleg, kenapa mereka mendatangi mbah dirman. Seharusnya mereka kan kampanye. Katanya ingin menang di PEMILU 2014, kok malah mendatangi rumah mbah dirman.”
“ya mungkin, caleg-caleg itu ingin membantu mbah dirman memperbaiki rumah”
“tapi kok tidak kelihatan ingin membantu, kok malah mereka antri keluar masuk dirumah mbah dirman.”
Akupun tertawa dan memukul punggung Sumadji RTku yang tercinta ini.
“gini lo dji, mbah dirman itu bisa membantu caleg-caleg supaya menang PEMILU 2014. Jadi mereka mengunjungi rumah mbah dirman dengan alasan minta dilancarkan.”
“membantu bagaimana. Dilancarkan apanya. Mbah dirman kan sudah tua, pikun pula. Emangnya mbah dirman masih kuat kampanye dan teriak-teriak dilapangan untuk membantu caleg-caleg tersebut mendapat simpatisan banyak dan pemilih yang banyak di PEMILI 2014 nanti.”
“ya bukan membantu begitu dji.”
“la bagaimana?.”
Akupun mencoba meyakin kan Sumadji sambil mengajaknya kewarung sebrang jalan.
“ayo kewarung dulu, kita bicarakan disana, aku mau pesan kopi. Kan lebih enak kalau ada kopi sambil ngobrolin. Mbah dirman, caleg-caleg, PEMILU 2014, dan maksud dari minta bantuan tadi.”
Sumadji pun langsung semangat dan menuju motornya dan memboncengku. Sesampainya diwarung akupun memesan kopi dan Sumadji membeli rokok eceran seperti biasanya.
“jadi bagaimana ceritanya dan penjelasan mengenai hal-hal tadi.”
“iya-iya ini aku mulai, sabar dji, perhatikan baik-baik dan jangan bertanya dulu sebelum aku selesai bicara”
“siap ndan.”
“jadi begini dji. Caleg-caleg sekarangkan cukup banyak dan berasal dari berbagai kalangan. Dari mulai yang miskin, pintar, bodoh, cerdik, terdidik, nekad, ambisisus, ingin mencari duitnya saja dan haus popularitas. Hampir semua caleg rata-rata punya latar belakang pendidikan, walaupun tak semuanya punya sebenarnya. Kebanyakan mereka takut kalau tidak terpilih. Jadi rugi besar dan tidak bisa mengembalikan modal kampanye atau modal untuk mencalonkan diri. Jadi mereka memilih cara meminta bantuan kepada orang pintar. Kalau bahasa kunonya dukun, terus dirubah menjadi paranormal, lalu berkembang lagi menjadi penasehat spiritual. Tetapi yang namanya dukun ya tetap dukun.”
“dukun pikun ya.” Tambah Sumadji.
“iya juga, mbah dirman kan pikun.”
“lho jadi mbah dirman itu dukunya.”
“iya,,,dukun pikun yang rumahnya penuh dengan caleg-caleg keluar masuk itu dji.”
“sudah banyak yang gila ya, edan puol. Masih percaya yang begituan. Aku nyalonin RT saja lho ndak pakai dukun-dukunan. Cukup bikin slametan dan bagi-bagi makanan.”
“ya beda dong dji. Tapi kamu ya tetep saja memakai makanan biar dipilih warga.”
“yang penting kan gag ada dukun-dukunya.”
“ya sama saja dji.”
“ya ndak dong. Kan bagi-bagi makanan ndak musrik. La sedangkan memakai dukun kan dilarang oleh agama.”
“tapi kamu itu dji. Membagi-bagikan makanan supaya dipilih jadi RT. Jadi bukan karena memang warga yang memilihmu menjadi RT secara jujur. Tapi karena kamu kasih makanan, makanya warga memilihmu.”
“oh, begitu ya. Ya maaf namanya juga lulusan SD.”
“sudah-sudah, ya ndak ada hubunganya apa kamu lulusan SD, SMP, SMA, SMK, KULIAH. Apapun lah.” Tetap saja ndak boleh begitu.”
“iya-iya ndak bakal aku ulangi. Tapi bagaimana tadi, kok bisa banyak caleg yang ingin menang PEMILU 2014 malah berkunjung ke mbah dirman.”
“namanya juga jaman edang dji.”
“tapi, kok gag minta bantuan gusti allah. Malah datang ke mbah dirman.”
“dari pada datang ke kantor polisi, mendingan lebih baik ke rumahnya mbah dirman toh dji.”
“ah bisa saja kamu itu.”
“tapi sesungguhnya sekarang orang-orang pada edan dan tetap semakin lama semakin edan dji. Tak kenal tempat, tak kenal apapun. Pokoknya yang bisa membantu dan menguntungkan pasti akan dilakukan. Dan meminimalisir kerugian.”
“wah ndak paham aku”
“yasudah biarkan saja,,,,,malas aku jelasin ke kamu dji. Biar makin gila ini orang-orang, biar makin gendeng, makin banyak yang gila makin banyak yang gendeng malah makin dekat kiamat itu dji.”
“lambemu, ya mbok jangan mbahas itu.”
Tiba-tiba terdengar suara Endah istri Sumadji berteriak memangginya.
“dji, Sumadji…dasar suami tak tau diri. Maunya enak sendiri, disuruh kesawah malah ngopi.”
Saat setelah mendengar suara itu dan mencari tau sumbernya dari mana. Saat aku kembali menoleh ke Sumadji. Tiba-tiba orangnya sudah menghilang tak tau kemana. Dan aku putuskan untuk terus mengamati rumah mbah dirman yang penuh sesak caleg-caleg penerus bangsa ini. Keluar masuk dirumah mbah dirman yang kusebut gubuk peyot.