Jika tetap begini, maka tidak ada lagi yang bisa diperbuat. Arang sudah tak tau kalau dia arang, sapi tak mengakui kalau dia sapi, angin tak pernah tau kalau dia angin, pohon semakin tak sadar kalau dia sebenarnya pohon, apalagi manusia semakin tak tau kalau sebenar-benarnya mereka adalah manusia yang ditakdirkan menjadi manusia bukan menjadi artis, koruptor, politisi, pahlawan, kiai, doktor, jambret, maling, dukun, penjual jamu, atau yang lainya yang selain manusia.
“Membohongi diri” adalah mahkluk yang terinspirasi dari “kebohongan”, dan menimbulkan hawa yang bernama “kepalsuan”. Namun kebohongan dan kepalsuan itu bermusuhan dalam sebuah perjalanan menuju rumah yang disebut “kebaikan”. yang didalam rumah itu terdapat dua kamar yang satu adalah “kamar kebaikan jasmani”, dan yang kedua disebut “kamar kebaikan rohani”. Dan di dalam rumah tersebut ada kamar mandi yang disebut dengan “hati nurani”, sampai pada ujung belakang rumah ada sebuah dapur yang disebut “akal pikiran”. Samar-samar rupa halaman rumah ini, tapi ada yang musti di perbaiki didalam rumah ini. dapur saja yang mengebul, bukan semuanya, baik kamar satu, dua, kamar mandi, ruang tamu, halaman dan lain-lain harusnlah mengebul seperti dapur. Bukan mengebul, kebakaran, bukan itu. Tapi sama-sama dibersikan kalau lagi bersih-bersih, sama-sama direnovasi, kalau mau direnovasi. Adil dalam menempatkan barang dan imbang. Bukan saja merenovasi dapur tapi kamar mandi tidak direnovasi, atau yang lainya.