Jumat, 05 Agustus 2016

Diantara Alasan

Kompleksitas yang buas. Terjebak dalam kerumitan dan kesadaran tentang degradasi dalam segala hal telah memaksanya menjadi idealis yang pesimis. Ia sudah tak percaya lagi tentang perbaikan-perbaikan kecil adalah langkah konkret dalam menyembuhkan penyakit moral yang kompleks. Ia percaya bahwa semua langkah solutif akan selalu utopis. Sehingga wajahnya murung dan sulit tersenyum. Apa yang ia bicarakan selalu melebar seolah ia tau banyak tentang banyak hal. Kedangkalan yang tak ia sadari membuatnya menjadi kritikus kudus yang mampu membelah laut hanya dengan tongkat tanpa iman. Semoga ia akan berubah menjadi idealis berbakat yang mampu menciptakan sintesis diantara problematika dan cacatnya cita-cita, hingga ia bisa memahami realitas tanpa mengesampingkan idealismenya. Seorang pejalan kaki mulai tersesat ditengah gurun, dan ia akan terus diam karena tak banyak orang yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan rumit dalam hidup.
 
Malam itu mataku lelah. Aku yang diam sambil menahan argumen kekesalan tak sabar ingin memulai perdiskusian kecil ini. Dimana lelaki akan jadi hakim dan perempuan rela menjilat ludahnya sendiri. Dominasi memang membosankan, kadang aku berfikir begitu. Tapi semua sungguh relatif, dimana dominasi itu akan kompromi jika kerumitan logika taksesegera mungkin dipahami sebagai tawaran bukan anjuran. Berbicara panjang lebar dan berharap akan didengarkan memang sesuatu yang indah malam itu, karena dianggap adalah kepuasan bagiku malam itu. Seandainya aku tak lelah dan tiada rencana esok harinya. Mungkin aku akan membiarkan keinginan ini mengontrolku hingga pagi menjelang. Tapi lagi-lagi realitas dan rutinitas sedikit menuntut dan mengarahan namun belum tentu aku tak mampu mengendalikan waktu. Maka kusebut hal itu adalah pangkal kompromi, dimana tawaran akan mengarahkan keinginan ditengah kepasrahan.

Tak sedikit dari kami yang resah oleh kemunafikan. Sama halnya disaat standar kami mulai naik, semua akan disepelekan bahkan diri kami sendiri. Bergulat dalam sekte orang-orang malam adalah bentuk puasa ditengah kebobrokan moral.

Mungkin benar ucapannya tentang bagaimana kita harusnya berfikir mengenai hal-hal fundamental dalam memperbaiki manajemen hidup. Apalagi disaat akal kami meninggi, kami tak segan untuk menghakimi banyak individu hanya dengan duduk dan menghisap sebatang lisong tanpa berhenti. Bagi kami dan baginya, semua ini adalah tentang efektifitas dan dampak yang luas. Karena mana mungkin pengorbanan ini dilakukan jika tak ada maksud dan motif yang melatarbelakanginya.

0 komentar:

Posting Komentar

Pembaca Yang Baik Selalu Meninggalkan Komentar