Sabtu, 28 November 2015

Penyihir Sajak

Menyusun, merangkai, menggarang, mengubah, memaknai, dan menimba 
Semua diramu dalam beberapa huruf, kata, kalimat, hingga paragraf
Pengolahan batin dikombinasikan kecerdikan pikir sembari meniduri maksud
Yang semuanya serba absurd bahkan berujung kisut walau sembari duduk

Ilmuan-ilmuan makna mencoba meneliti kehebatan pola-cerna manusia
Untuk menemukan kepastian dan menolak ketidakpastian hidup
Penyihir-penyihir kata berusaha menyelimuti realita dengan metafora
Agar terlihat lebih indah dan syarat kemesraan-kemesraan tanpa dusta
Cendekia-cendekiawan tanda-baca begitu pandai membohongi manusia
Dengan ribetnya birokrasi yang selalu beralasan untuk memudahkan komunikasi
Ulama-ulama tata bahasa sangat lihai membolak-balik logika sembari bermain retorika
Walau maksudnya adalah menggalang dukungan dari jama’ah-jama’ah untuk mengikutinya

Gemuruh rindu menderu banyak manusia yang sudah kehabisan gairah
Semuanya berubah dan waktu selalu dipersalahkan karena itu
Kasihan betul mahkluk tuhan yang satu itu
Waktu, rupanya kau itu selalu dibuat sendu
Oleh manusia-manusia yang dungu
Yang tak tau apa sebab-musabab soal rindu

Bertugas menelisik kenyataan dan menimbang persoalan dengan mata telanjang
Hati memang perlu dipertajam sama halnya kejelian manusia yang mulai tumpul
Kesadaran tentang kesederhanaan hidup mulai diingkari bahkan disingkirkan
Karena yang disebut kemajuan adalah menghidari kerumitan dan permasalahan
Hidup dengan aman tanpa ancaman lalu meninggalkan ketidakbergunaan
Efesiensi hidup disulap dan disepakati sebagai evolusi besar peradaban
Melupakan hakikat utama untuk menjadi pejalan yang hanya berjalan
Keabadian menjadi harapan hingga kematian semakin jadi ketakutan umat

Rupa-rupanya banyak pengabadian kisah dalam kata
Semua dicatat dengan bahasa dan gaya yang begitu kaya
Macam-macam pula bentuk dan maknanya
Sayangnya belum banyak yang mampu menerjemahkannya
Menyederhanakan sebuah pesan dibalik banyak kenyataan
Makna-makna rahasia itu seolah bertebaran dimana-mana
Jalan-jalan, rumah makan, bukit-bukit atau lautan
Keterbatasan manusia memang terletak pada dirinya sendiri

Manusia tempatnya salah, manusia tempatnya lupa
Manusia tempatnya gegabah, manusia tempatnya dusta
Manusia tempatnya dosa, manusia itu peminta apa yang tidak ia punya
Minta-minta, nuntut-nuntut, mohon-mohon, maaf-maaf, itu saja
Masih gengsi dan sukar dijalani, menikmati hidup hingga lupa mati

Rumbai-rumbai pertanyaan selalu diterjemahkan dalam kesederhanaan
Seperti rasa lapar yang menuntut kita untuk segera makan dan kenyang
Sembari melupakan apapun yang menjadi kewajiban hingga tuntutan
Ingatkan saja kalau aku sudah sedikit hilang ingatan
Namanya manusia, kalau tidak lupa ya salah

Nofianto Puji Imawan
Madura, 26 Nopember 2015.