Kamis, 08 Januari 2015

Objek’Absurd

Dalam cara kita memandang seseorang selalu hanya ada dua jenisnya yaitu, baik dan tidak. Namun seiring dengan perkembangan maka ada yang namanya munafik atau ucapan dan perbuatanya berbeda. Maka menjadi tiga varian. Tapi kesubjektifan atau biasanya lebih dikenal dengan nafsu, ego, keinginan, kemauan, dll. Yang selalu dominan, apalagi dikala kita cenderung oportunis atas sesuatu. Maka tak ada yang bisa mengalahkan dominasi fasisme internal terhadap/dalam diri kita. Bukan hanya orang lain atau hal lain selain diri kita yang biasanya melabeli diri atau seseorang. Namun internal self kitapun sering melabeli diri kita sendiri. Dengan tidak langsung mempengaruhi atau menawar-nawar keseharusan. Sehingga segala bentuk penyebutan diri, labelisasi, julukan, anggapan, persepsi dan cara pandang tak akan sampai pada objektif. Soalnya objektif itu layaknya semar dalam penokohan jawa, yaitu artinya samar-samar. Menurut salah satu referensi. Objektif itu tak ada, yang ada itu hypersubjektif. Karena komunikasi antar pribadi selalu mencampuri setiap individu dalam bertindak dan mengambil keputusan. Tapi dalam keobjektifan, pengalaman dan pengaruh lingkungan atau internal maupun eksternal tak dibolehkan dalam pengambilan tindakan atau keputusan. Sehingga hal itu benar-benar objektif. Namun apa bisa kita melepaskan diri saat mengambil keputusan atau memulai sebuah tindakan tidak berdasarkan faktor internal dan eksternal atau bahkan pengalaman kita.

Kisah dongeng yang telah mewarnai masa kecil adalah Maling Kudang. Pesan dan moment munculnya dongeng itu memang sangat pas dan tepat. Dimana kedurhakaan makin mewabah, dan harta semakin mengalahkan segalanya. Setimpal atau sepadan, ketidaktahuan ukuran sebuah balasan atas perbuatan memang masih dirahasiakan tuhan. Semakin lama hidup semakin besar dosa. Tapi tak menutup kemungkinan semakin banyak pula amal kebaikan yang kita lakukan. Sebagaimana ucapan demi ucapan yang berkutat pada kebijaksanaan. Beraninya menghakimi setiap akal pikiran. Memaksa untuk melakukan kebaikan karena dianggap yang dilakukan adalah keburukan. Perlu membunuh segala macam ungkapan-ungkapan bermakna terpendam. Supaya lekas jujur pada keadaan yang suram. Ingatlah kapan terakhirkalinya memunculkan kebaikan tampa menghalangi datangnya keburukan. Segalanya dibuat untuk selalu menutupi, setiap lubang yang digalih dalam berbagaibentuk dan musim. Apakah kata-kata hanya akan membuat banyak sekali kematian. Atau hanya kesekaratan atas pemahaman. 

Pikiran kita selalu dibuat lebih cerdas dalam menawar-nawar nurani. Walaupun nurani adalah minoritas didalam diri kita. Namun ada baiknya kita mendengarkan dan mengkaji minoritas. Karena dari minoritaslah kesungguhan itu lebih nampak bercahaya. Keterikatan kita atas dimensi yang sudah terlalu merumitkan pola berfikir dan pola hidup. Terkadang selalu berbuah tekanan yang teramat berat. Sekarang banyak orang yang lebih takut miskin dari pada tak tuhannya. Sekarang gengsi menjadi bahasan yang mempunyai prospek tinggi dalam ranah dunia metropolitan. Dan kealamian alam raya malah dieluh-eluhkan untuk menjadi pelarian atas eksploitasi besar-besaran budaya yang mendahulukan hak dibanding kewajiban yang harusnya disadari dan dilakukan. Lorong waktu hanya ada di imajinasi semu. Namun penyesalan adalah tempat terbaik untuk tetap belajar dari kelalaian atau tawar-menawar pilihan. Sehingga penyesalan menghasilkan buah yang bervitamin untuk dimakan.