Kamis, 08 Januari 2015

Ngambut

Panorama memang sukar dicari cacatnya. Keindahan selalu nampak lebih dominan daripada kerinduan untuk memejamkan mata dan meluruskan punggung. Kalau biasanya bangun dan melihat televisi, maka isinya tak jauh dari kemacetan, pembunuhan, korupsi, kisruh politik, dan berbagai macam kategori siaran televisi dikala pagi atau setiap satujam sekali (breaking news). Namun sebelum pagi menuju siang dan siang menuju senja atau seterusnya. Aku dan beberapa orang-orang baik sedang sibuk merintis sebuah kebaikan yang masih minoritas dikala keburukan lebih asik diajak kompromi dengan nasib. Selalu dan selalu perkembangan dibuntuti dengan permasalahan yang saling berkesinambungan. Antonim realitapun masih berlaku dan sangat kontras. Namun kegelisahan masih terjaga hingga hari akhir tiba.

Asalmuasal memang cukup sulit diterima nalar. Namun bukti sudah timpang-tindih menebar. Sejarah mungkin hanya bisa diketahui dari cerita-cerita dan ingatan-ingatan. Namun jika dengan pembuktian. Akal pikiranpun kadang sukar cepat menerimanya. Karena struktur pemikiran memang dibentuk untuk menemukan sebuah pangkal dan lebih cenderung sistematis. Begitulah pendidikan kita menanamkannya. Jadi orang lebih sistemik saat berfikir. Namun sangat tak logis saat beringin-ingin akan keinginannya. Hindarilah cara berfikir yang sistematis. Karena bisa membuat kita seakan kurang bebas. Walaupun keuntungan dan kerugian cukup membuat setiap cara pandang menjadi mempertimbangkannya. 

Tanah ini memang berbeda dengan tanah manapun. Karena kabut pekat tak pernah ketinggalan untuk mengamankan tanah ini dari penglihatan dan maksud buruk dikalah malam hingga pagi. Apapun yang melintas ditanah ini, maka tak segan kabut pekat akan menyongsong dan mengkaburkan pandangan bahkan nalar perasanya. Namun kabut bukanlah apa yang akan kubahas atau keunggulan tanah ini. Tapi dibaliknya. Prolog mengenai kekokohan bagunan dan kemegahan modernitas yang sudah masuk diberbagai ranah termasuk masing-masing dinding imun manusia-manusia kekinian. Kekebalannya menjadi tercemar oleh virus pendatang bermana perkembangan modernitas. Namun bukan berarti itu buruk. Namun sedikit banyak kurang bijak. Modernitas yang sudah menjadi mayoritas, lebih berkuasa dibanding tradisionalitas yang minoritas. Sehingga sedikit banyak tirani menjadi pasti dan sudah berjalan untuk mengagahi minoritas. Namun ada yang tak banyak disadari, bahwa minoritas sekalah-kalahnya pasti ada beberapa yang bertahan. Karena minoritas diciptakan memang untuk memiliki kelebihan atas hal yang tidak dimiliki oleh mayoritas yaitu modernitas. Sehingga minoritas akan lebih dilirik dibanding mayoritas yang mainstream. Seperti warung yang berada jauh dari kemegahan, tampa listrik, tampa lambang-lambang bahwa zaman sudah maju. Berada diantara sawah dan tampa tetangga. Terbangun dari beberapa anyaman bambu (gedek) yang berlumut bahkan cenderung reot. Tertutup oleh kabut, dan dikelilingi oleh luas sawah dan ladang tempat membuat bata. Bisa dikatakan jauh dari peradaban. Tapi lebih tepatnya kusebut, sebuah kebanggaan atas kekuatan dan konsistensi dalam berserah diri kepada tuhan. Istiqomah dan sangat menjaga keselarasan dalam semesta yang sudah mulai ditawar-tawar oleh keinginan nafsu mencari keuntungan sendiri-sendiri.