Selasa, 01 Juli 2014

Dua Orang & Penasaran

Dua orang itu duduk dan saling berhadapan. Serius sekali wajahnya, sungguh fokus dan sepertinya membahas hal yang tak kalah pentingnya dengan Piala Dunia, Pemilu 2014, Bulan Puasa, dan Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok.  Namun aku masih baik dan tak ingin membaik-baikan hal yang seharusnya tak baik. Mungkin dua orang itu boleh serius dan tak menghiraukan siapapun. Tapi apa yang sedang mereka bicarakan secara serius itu adalah bentuk kesadaran atas keresahan diri. Memuncaknya gelisah atas permasalahan, mirisnya melihat kenyataan yang bertolak belakang, kasihan merasakan realita atas perbandingan.

Dua orang itu aku dengarkan dengan setia. Aku awasi bersamaan gerak irama rima tubuh keduanya. Namun aku masih belum tahu siapa mereka. Bersamaan semakin memuncaknya penasaranku akan mereka, saat itu pula salah satu dari mereka berbicara, dengan mengebrak meja dan menaikan dagunya,

“Aku tidak ingin adek-adekku disini bernasib sama sepertiku, aku ingin sekali membuat semua adek-adekku menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Dengan cara apapun akan aku usahakan. Dan aku tidak rela jika adek-adekku nantinya jadi bodoh dan dibodohi”.

Apapun maksudnya, aku semakin dibuat penasaran dengan kata-kata itu. Sangat besar sekali ketulusan yang ada dihati orang itu. Hingga statment itu keluar dengan lugas dan lantang. Namun kudengar lagi statment dari orang yang satunya,

“Tapi kalau itu yang bapak inginkan, maka seharusnya perlu cara dan proses yang bertahap dan usaha nyata. Bukan saja kehendak yang direncanakan lalu menyuruh orang untuk merealisasikan agar segera tercapai. Mungkin bapak harus merintisnya dan benar-benar serius melakukannya. Karena generasi sekarang lebih sulit daripada mendidik anak anjing agar bisa menang dalam kontes anjing”.

Sepertinya ada sebuah ketidakseimbangan dalam pembicaraan mereka. Orang-orang ini sepertinya memiliki perbedaan umur, tingkat pendidikan, tingkat pegalaman, dan status sosial yang berbeda. Sehingga ada salah satu dari mereka yang memanggil bapak, sedangkan yang satunya tidak. Namun yang pastinya, mereka memiliki ikatan dalam sebuah satu struktural formal. Karena begitu menjaga etika dan gaya bahasa. Tapi tunggu dulu, aku baru ingat dengan hal-hal seperti ini. Seperti seorang dosen atau pendidik dalam lingkungan pendidikan tinggi dengan mahasiswa, atau orang yang sedang melanjutkan jenjang pendidikan pada sebuah perguruan tinggi. Iya, ini mungkin konsultasi atau konsolidasi. Yang menginginkan tercapainya tujuan dengan menyatukan persepsi dan pandangan.

Berarti pembicaraan ini adalah sebuah bentuk konsultasi mahasiswa dengan pengajarnya atau dosennya. Namun mereka bertujuan apa, dan merencanakan apa. Karena penasaran ini membuatku bertahan memperhatikan mereka. Mereka yang sedang berbicara dan tak pernah teralihkan dengan apapun bunyi-bunyian atau pengalih perhatian lain didekatnya. Ini yang dibicarakan tentu adalah hal yang tak jauh-jauh dari lingkungan mereka. Pendidikan tinggi, lingkungan akademik, mahasiswa, pengembangan wawasan, penelitian, pengkajian, dan hal-hal utopis yang selalu diinginkan atau disumbangsihkan oleh pendidikan tinggi dan segala macam hal didalamnya. Yang pasti kurang kongkret dalam realita yang semakin menuntut kebutuhan, mementingkan diri sendiri, dan segala macam permasalahan yang sangat kompleks.  

Tapi apapun jenis perbicangannya dan siapa saja mereka. Aku sudah muak dengan hal-hal semacam ini. Sehingga ini membuat trauma berkepanjangan dalam psikisku. Apapun  yang terjadi pastinya akan menentukan hal yang belum terjadi.