Minggu, 01 Juni 2014

Nyamannya Keterpaksaan

Saat sudah sekian lama berdiam diwarung yang selalu tak ramah-tamah ini. ada beberapa hal baru yang dapat membuat perhatianku menjadi terbagi. Pemuda-pemudi yang berasal dari ibukota yang selalu menjadi sorotan utama media massa dan beberapa pola pemikiran yang selalu merujuk kepadanya. Sedang asyik bercengkrama tampa malu atau merasa menghargai orang lain yang disekitarnya. Mereka selalu ada disini, mereka selalu berkumpul hingga pagi, mereka selalu membicarakan mengenai primordialisme ibukota, mereka tak lupa untuk melogatkan mereka dengan bahasa anak muda ibukota, mereka selalu berkelompok dan ramai sendiri, jikalau sedang minum kopi atau sekedar kumpul bareng. Namun ada sebuah penyesalan yang diatasi dengan “terpaksa harus nyaman dengan keadaan disini”. Mereka banyak yang tidak tahu, kalau pendidikan tinggi yang diambil mereka dari sebuah satuan sistem pendidikan berskala lebih besar, telah menjerumuskan meraka di tanah gersang penuh pelampiasan ini. Ketidaktahuan mereka menujukan sebuah kebodohan mengenai sebuah generasi yang diberi kemampuan besar, dan dijajaki pembodohan megapolitan. Untuk mengarungi sebuah perjalanan yang mereka harus mencari tahu sendiri mengenai mereka sendiri dalam proses menemukan, melalui pencarian.

Mereka tergolong orang-orang yang menyesal lalu melakukan pelarian atas hal tersebut. Harapan mereka saat ingin melanjutkan sebuah jalur pendidikan tinggi yang baik dan sesuai dengan angan-angan yang dibentuk oleh realitas global mengenai ukuran, keindahan, kebaikan, keberhasilan, kemampuan, kesuksesan yang serba dibentuk bukan menurut diri sendiri. Sehingga kita menjadi penganut yang paling manut.. mereka kira pendidikan yang mereka ambil bertempat didaerah surabaya. Namun ternyata. Pendidikan yang mereka pilih sedikit mensilumankan diri. Tak jauh disurabaya. Pendidikan yang diambil adalah bertempat di sebuah pulau disamping surabaya. Yaitu Madura, pulau dengan seribu sejarah, seribu manusia yang merantau hingga kebeberapa penjuru dunia. Karena kebanyakan masyarakat madura adalah peranakan nelayan besar yang suka mengarungi semua belahan indonesia. 

Namun penyesalan mereka sekarang ini akan semakin meyakinkanku bahwa sebuah peradaban akan memilih generasinya. Dimana segalanya sudah ditentukan tampa harus dipilih. Kalau seandainya dipilih mereka akan tau sendiri. Bahwa memilih adalah sebuah jalan dimana pilihan akan semakin menekan opsi yang sedang diperkirakan.