Sebelum menyebutkan mereka yang berhasil dengan bantuan pendidikan-pendidikan yang dilembagakan dan disuguhkan dalam tanda petik, untuk memperbaiki generasi yang semakin kurang berisi dengan banyak sekali penyederhanaan-penyerdehanaan. Dimana segalanya dimudahkan, dikerdilkan, dianalogikan dengan lingkup semakin kecil, agar mudah dipahami dan ditangkap oleh indra manusia pada generasi ke generasi. Yang tak diberi kepercayaan lebih untuk mengetahui yang sesungguhnya atas realita, tampa di kurang-kurangi, dilebih-lebihkan, atau dimodifikasi supaya mudah dan lebih gampang dipelajari, dimengerti, dipahami, dan dipraktekkan. Atau sederhananya memberikan fakta yang apa adanya dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya secara apa-adanya.
Siang tadinya, banyak sekali kerumunan warga yang sedang berkumpul disamping jalan. Dari mulai anak-anak memakai peci dan baju kokoh rapi, ibu-ibu mengendong anaknya, bapak-bapak yang memasang wajah ketidaktahuan, dan pemuda-pemudi yang selalu penasaran diatas sepeda motornya. Sedangkan aku lewat menuju kampus pinggiran dengan tergesah-gesah karena waktu kuliah sudah telat beberapa jam. Namun pas aku lewat, aku melihat seperti akan ada sesuatu yang lewat. Pejabat, dinas pertahanan, polisi, atau apa. aku tau tahu. Mereka sepertinya tegang menunggu sesuatu yang aku sendiri taktahu. Aku tetap tegang melihat mereka yang juga tegang menurut subjektifitasku yang sudah terlalu hypersubjektif dalam menilai, merasakan, memperhitungkan, mengambil keputusan, atau bahkan bersikap. Namun mungkin saja aku akan diadili beberapa jurnalis umum maupun jurnalis nyemplang yang masih mempertahankan idealis anugrahi-modifikasinya. Ditengah realitas-industri yang sulit di petakan konstalasinya. Dari akar sampai ranting-rantingnya.
Tetapi setelah beberapa jauh kedepan, saat perjalanan menuju kampus aku melihat ada banyak sekali pemuda-pemudi yang berpakaian warna-warni, rambutnya seperti anak ayam alay yang dijual dipasar, mereka semua memakai motor yang suaranya seperti suara anjing, dengan beberapa asesoris suporter sepakbola, dan kemampuan memobilisasi-pengendalian layaknya geng motor dengan slogan raja-jalanan. Ternyata itulah perayaan kelulusan siswa SMA di daerah kampus pinggiran Madura ini. Mereka yang rata-rata pemuda-pemudi digadang-gandang oleh menteri pendidikan sebagai generasi muda. Sedang merasakan kepuasan, karena bisa menyelsaikan ujian nasional dan studinya di jenjang SMA. Uforia kelulusan seperti layaknya fenomena yang selalu, dan selalu terjadi tampa henti. Bahkan modernisasi dan konsepsi postmodernisme sudah merambah gaya perayaan kelulusan yang terjadi setiap tahunnya.
Dari ujung pelabuhan Madura, hingga jalanan tak jauh pelabuhan itu. Mereka konvoi sambil membunyikan knalpot motor mereka, seperti gong-gong’an anjing, dan kebersamaan dalam berkendara secara solid. Namun alangkah kagetnya pemuda-pemudi itu dengan berakhirnya perayaan penting atau utama dalam kelulusan. Ada beberapa petugas keamanan yaitu polisi. membuntuti konvoi yang dilakukan. Sedikit dan membuat jalanan daerah sini ramai. Sedikit menghiburlah. Yang biasanya sepi dan angker ini, lebih terasa seperti jalan yang seharusnya. Namun beberapa hal semakin aneh dan janggal. Banyak siswa yang melakukan konvoi menjadi kalang kabut tak karuan dijalan-jalan. Mereka semua seperti ketakutan tetapi tetap menantang.
Tapi aku terlalu gelisah dengan kejedian yang sungguh-sungguh tak karuan ini. Bagaimana fenomena konvoi semakin membuadaya dan menghilangkan banyak nilai-nilai luhur generasi berpendidikan. Semuanya seperti luntur, tak ada lagi sebuah hasil yang bisa akurasakan dan kepuasan akan tuntutan hidup beserta dinamikanya yang aku rasa benar dan sesuai. Semua yang terjadi khususnya mengenai generasi pendidikan ini sepertinya tak pernah benar-benar seperti nyata. Apapun serba berbeda hasilnya. Tak ada ruang lagi untuk sebuah harapan merubah yang belum baik menjadi lebih baik. Tak ada ruang bagi kejujuran, tak ada lagi ruang bagi pemakluman, tak ada lagi ruang bagi kebaikan, tak ada ruang bagi yang mudah kalah, dan tak akan ada lagi ruang untuk menerima kenyataan yang nyata, berat untuk diperjuangkan. Sehingga hanya beberapa pilihan; menyingkir atau mengikuti saja.