
Bu’mi sedang ngam’mbek, sudah jangan membahasanya terus-terusan, nanti ndak bisa move’on malahan. !
Hari bu’mi sudah membuat banyak manusia belajar menjadi bermuka dua, munafik semua. Tak bisa mengerti perasaan mahkluk lain-Nya. Sebagai manusia dan sebagai bu’mi yang sama-sama memiliki 1 tuan. Yang seharusnya saling menjaga antar mahkluk, bukan malah saling menjegal. Manusia tidak bisa menahan kemarahanya, karena bumi sudah menyetop aliran kesejukan-alamiah, kerindangan-pohonya, kesuburan-tanahnya, kesegaran-airnya, kesejukkan-udaranya, keindahan-pemandanganya, dan persahabatan cinta kasihnya yang cuma musiman saja. Manusia pun kaget bukan main, dan bertanya-tanya. Karena bu’mi ngam’mbek berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, beraba-abad dan tetap mengunci pintu kamarnya sampai saat ini.
“wahai bu’mi, kenapa engkau menyetop semua fasilitas yang harus kau berikan pada kami, kami, manusia sedang kalang kabut, pikiran kami tercecer untuk mencari tau apa penyebab engkau ngam’mbek. Kami sudah tak habis pikir lagi wahai bu’mi. Kami sudah datang ke dukun-dukun, penasehat, tabib, dokter kandungan, praktisi kesehatan, kiai-kiai sepuh, panglima, intelegent, tukang jual jamu, mbah-mbah kamituo, dan beberapa anak ajaib. Tapi masih belum tau mengapa engkau ngam’mbek wahai bumi tersayang. Ya jangan lama-lama dong ngam’mbeknya. Ini soalnya fasilitasmu begitu penting bagi kami.”
Bu’mi menjadi merah. Banyak baju-bajunya yang berlubang dan membuat bu’mi gerah, kepanasan, dan mau pingsan. Karena bajunya yang dulu bisa melindungi dari terik mata’hari, sekarang malah membuat bu’mi kepanasan dan memilih tidur dan mengunci kamarnya. Sebab semakin hari semakin hitam kulit bu’mi.
Bu’mi sebenarnya masih malu untuk keluar kamar dan menyalakan kembali fasilitas-fasilitasnya. Malunya karena sudah pernah di injak-injak manusia. Sudah di injak-injak tapi selalu minta air sambil menusuk-nusuk punggung bu’mi, dan mengambil barang berharga yang berada disaku-saku celana bu’mi, sampai-sampai bu’mi baru sadar kalau ternyata saku-sakunya telah dilubangi dan di keruk habis-habisan. Hingga seluruh barang berharganya habis dan entah dijakan apa.
“He manusia-manusia. Sama-sama mahkluk-Nya, ya jangan semaumu sendiri. Ngertiin dong perasaanku ini. sudah di injak-injak, diambil semua barang berhargaku. Dibunuh semua permaisuri pepohonanku, dicemari pula dayang-dayang airku, di kontaminasi lagi prajurit-prajurit udaraku. Sadar dong. Ini sudah tidak berakal. Servisan mana yang bisa memperbaiki ilham akal budimu. Indra-indra yang dipinjami oleh-Nya. Apa sudah tak kau pergunakan dengan baik dan sesuai porsinya. Mentang-mentang lebih banyak dan lebih mulia. Apakah itu berarti boleh menindas mahkluk seperti bu’mi ini. terus setelah menindas dan bu’mi ini benar-benar ngam’mbek, malah marah-marah pada bu’mi. Ingat dong bu’mi inikan sudah kalian perkosa berkali-kali, kalian setubuhi beramai-ramai, diludahi sampai kamipun menelan ludah kalian, kalian tembaki dengan penyepelehan-penyepelehan, kalian tak memperhatikan nasib kami, kalian telantarkan sampai kami ditangkap satpol PP dan dikira pelacur, kalian ambil anak-anak kami sampai kami dikira perawan tua, padahal kalian sudah menyetubuhi kami sampai vagina kami diameternya seperti lubang buayanya PKI. Anus kami sudah mencret-mencret dan mengeluarkan lumpur bercampur gas. La,,, sudah parah begitu kok kalian para manusia-manusia yang diilhami sebagai khalifah bersama kami di bu’mi, malah semaunya sendiri. Menyalahkan lainya selain diri sendiri tapi tak pernah tau siapa yang sebenarnya membuat aku ini ngam’mbek dan tak mau keluar kamar lagi. Apalagi untuk menyalakan fasilitas-fasilitas yang akan membuat kalian tetap nyaman tinggal bersamaku. Ya mbok di nalar dong.”
Manusia pun terhenyak dan diam untuk waktu yang lama. Setelah mendengar jawaban bu’mi yang bicara atau ngomel atau entah apa itu. dengan semburan-semburan ludah sampai komat-kamit jawab tuntutan manusia yang ingin dimanjakan lagi oleh fasilitas yang distop oleh bu’mi yang ngam’mbek.
Akankah kesadaran manusia untuk mengerti ngam’mbeknya bu’mi karena apa dan apa penyebabnya bisa dirasakan dan merubah perlakuan yang ternyata, manusia sebagai mahkluk yang mulia dan juga mahkluk yang meyalahi kodrat dan menjadi mahkluk penyiksa, penghina, mahkluk-mahkluk lain-Nya. Sadar seperti apa yang diharapkan oleh bu’mi kepada manusia-manusianya. Dan apakah manusia masih menuntut bu’mi untuk mengikuti apapun keinginannya tampa sadar kalau bu’mi sudah mencapai limit dan umurnya tidak panjang lagi.
Demi menghormati hari bu’mi 22 April 2014 ini. mari kita berdoa dan benar-benar merubah tingkahlahku kita sebagai manusia yang disebut-sebut sebagai mahkluk paling mulia diantara semua mahkluk lain-Nya. Tidak usah koar-koar bahwa ini hari bumi dimanapun, baik di sosial media, media cetak, media penyiaran, media apapun, atau sekedar mengeluh mengenai hari bu’mi tampa memberikan solusi dan menjalankan apa solusi tersebut. Biar tidak cuma omongan, tulisan dan semua hanya selesai pada 22 April saja. Setelah 22 April selesai bukan berarti kita tak boleh bicara mengenai bu’mi. Bukan begitu dan itu tak berguna. Berdoa, usaha, istiqomah, dan tetap melakukan yang terbaik untuk bu’mi biar bu’mi tidak ngam’mbek lagi.