Rabu, 02 April 2014

Media Harus Propublik

Merindukan media propublik. Dimana, selalu memberikan ruang lebih pada publik untuk menyatakan pendapat. Demi terciptanya iklim media yang lebih baik dan meminimalisir media dari kepentingan-kepentingan yang tidak pro pada publik. Untuk mengembalikan esensi atau filosofi dasar dari fungsi media publik. Adalah langkah-langkah penyadaran, bahwa media massa adalah ruang publik yang harus di peruntukan kepada publik. Bukan untuk mencari keuntungan, media pencitraan, atau senjata untuk saling menjatuhkan lawan. 

Banyak sekali publik yang dikecewakan dengan tingkah laku media massa saat ini. namun banyak pula publik yang tak sadar, kalau sedang dikecewakan. Seharusnya media massa lebih bisa mengetahui, apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh publik?, apa yang seharusnya penting untuk publik?, dan media massa harus lebih sadar kalau tujuan utamanya adalah untuk kebaikan bersama. Bukan malah berlomba-lomba mencari rating atau mendapatkan iklan sebanyak mungkin. Sehingga media massa saat ini lebih berorientasi pada tuntutan pasar dan bisnis. Lantas dimanakah ruang publiknya?. Bukanya media massa itu memakai frekuensi milik publik. Bukankah sebuah kewajiban jika seharusnya media massa mengedepankan atau mendahulukan kepentingan publik. Bukan malah beramai-ramai memberitakan hal-hal yang tidak penting atau tidak ada hubunganya dengan publik, malah mendahulukan kepentingan pemiliknya dan media itu sendiri.

Kombinasi gerakan struktural dan kultural. 
Adalah sebuah cara yang penting untuk menciptakan media propublik yang diinginkan. Ditengah banyaknya korporasi media, hingga terwujudnya “Uni-Media”. Sampai liberalisasi dan kapitalisasi media yang membuat publik menjadi binggung. Media-media yang harusnya ada dipihak dan melayani mereka, malah kenyataanya lebih banyak mendahulukan kepentingan pemiliknya dan medianya sendiri. Maka dari itu, masyarakat sebagai konsumen dan seluruh elemen temasuk media itu sendiri seharusnya saling berkesinambungan dalam melakukan perbaikan. Maksudnya adalah, jika ingin terciptanya media propublik maka harus ada tindakan dan usaha untuk melakukan itu. Dengan kontrol dari masyarakat sebagai konsumen tentang bagaimana lebih cerdas dalam mengkonsumsi media dan berperan aktif, untuk lebih peduli dengan regulasi permediaan. Serta sering manyampaikan kritik beserta memberikan laporan-laporan mengenai dugaan-dugaan pelanggaran yang terjadi kepada pihak yang berwenang mengenai permediaan. Dengan harapan agar permediaan menjadi lebih baik dan lebih pro kepada publik.

Sama halnya dengan pemerintahan dan media itu sendiri. Peraturan dan pegawasan beserta sanksi yang harus lebih diperketat. Demi meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Saling mengawasi, baik pihak pemerintah atau yang berwenang dan media tersebut. Bagaimana peraturan permediaan tetap dijalankan dengan adil. Walaupun banyak media yang sudah pintar mengakali peraturan-peraturan permediaan dan tetap bisa melakukan pelanggaran-pelanggaran. Dengan dalih persaingan antar media yang sangat ketat. Bukan berarti semakin bebasnya media melakukan kreasi dan pengembangan yang merugikan atau melanggar bahkan melewati batas-batas peraturan penyiaran. Dampaknya adalah dirugikanya publik dengan semakin banyaknya permasalahan yang terjadi. Walaupun banyak publik yang tak menyadari kalau media massa sering melakukan pelanggaran dan sering merugikan mereka. Tampa ada kesadaran bersama mengenai hal itu.

Pelaksanaan mewujudkan media propublik haruslah bersih dan tetap objektif, walau sesungguhnya objektif itu tidak ada. Begitupula media itu sendiri. Terutama harus independent. Walaupun media tersebut swasta. Benar memang jika pemilik media tersebut dan investor media tersebut punya peran penting untuk media tersebut. Tetapi bukan berarti media tersebut harus mengesampikan peranya sebagai media publik dan mendahulukan kepentingan pemiliknya. Frekuensi itu terbatas. Jika jalur frekuensi publik hanya untuk menampilkan hal-hal yang benar-benar tidak penting bagi publik, tidak mendidik. Namun cuma menghibur saja. Sirkus dan badut pun bisa menghibur.

Tingginya konsumsi media penyiaran atau televisi dibandingkan media online, cetak, radio. Membuat dominasi media penyiaran lebih besar. Maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap publik. Pengaruh besarnya bisa positif, negatif, kontruktif atau bahkan dekstruktif. Namun kebanyakan pengaruhnya adalah negatif. Negatif yang bagaimana?. Kurang banyak apa, publik disuguhi dengan siaran-siaran yang tidak mendidik dan tidak penting. Kekerasan diumbar tampa sensor, baik verbal maupun non verbal. Unsur-unsur pornografi semakin sulit dikontrol, hal-hal yang tidak penting untuk publik, malah ditanyangkan, khususnya media penyiaran. Publik dipaksa memikirkan apa yang seharusnya tidak perlu ia pikirkan. Apakah penting jika orang papua melihat kemacetan di Jakarta?, sedangkan daerahnya sendiri mengalami masalah eksploitasi sumber daya alam yang tak terkontrol. Apakah penting orang Maluku melihat blusukanya jokowi?, sedangkan pembagunan dimaluku belum maksimal. Haruskah orang Ende melihat banjir jakarta?, sedangkan daerahnya sendiri mengalami kekurangan air dan kekeringan. Belum lagi acara-acara gosip mengenai artis-artis ibukota yang makin lama memenuhi media-media penyiaran publik. dan berbagai fakta lainya bahwa media massa kita telah terkontaminasi oleh tuntutan pasar, kepentingan-kepentingan individu, dan lebih berorientasi pada bisnis, rating, keuntungan dan bersifat oportunis. Tampa menyadari filosofi dasar media massa dan benar-benar serius memperhatikan publik yang sekarang dianggap seperti boneka dan tak memikirkan “akan dijadikan seperti apa publik kita ini?.”