“Jika sudah dikenal dan diakui, maka gengsi semakin menjadi dan tambah tak tau diri.”
Supaya adil dan sama-sama merasakan diacuhkan, diludahi, atau ditempeleng. Maka cobalah menghabisi kebinatanganmu. Bunuh hal itu sampai benar-benar mati. Itu adalah penyakit utama manusiamuda. Labilnya rohani yang haus keinginan dan tuntutan utopia, dimana dilengkapi dengan ketidak percayaan diri dan disempurnakan dengan “sikap mie-instant” yang berharap bisa kenyang dengan harga murah dan gampang dimakan. Pragmatis romantis bisa terselip di bagian tubuh manapun pada manusiamuda atau biasa disebut pemuda. Hingga disepakatinya sebutan atau julukan “pemuda-pemudi” artinya adalah selalu cari yang mudah dan selalu ingin pamrih. Namun itu sebenarnya hanya karangan saya sendiri. Benarnyapun cukup dipertanyakan, namun bolehlah kita mengarang. Baik itu benar atau salah yang penting kita berniat baik dan terserah akan diartikan seperti apa nantinya. Tetapi tetap harus menuangkan pelajaran dan ilmu yang tetap berguna dan bermanfaat bagi banyak manusia, tak hanya manusiamuda. Tetapi semua manusia yang benar-benar manusia. Bukan manusia yang mengaku dia manusia. Padahal menurut lainya tidak.
Tampil, supaya diakui yang lainya. Perlu dipuji, di’elem, disayang, dibicarakan, digosipkan, disanjung-sanjung, dielus-elus, dan akhirnya dipisu-pisui,,,cakcok-cakcok. Ya tidak boleh begitu. Selalu berfikiran negatif. Coba berfikiran positif, pasti bakalan menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya.
“Mosok,,,se”
Segudang tuntutan zaman cukup mengundang banyak pertanyaan. Segunung saran dan jawaban atas pertanyaan-pertnyaan metafisikapun menjadi berantakan. Bagaimana ini?, memetakan masalah saja kewalahan. Tapi anehnya menjawab permasalahan-permasalahan yang tak masuk diakal malah gampang.
“Taunya saya, dulu harga-harga masih murah.”
“Tapi sekarang kok pada naik semua.”
Acuh dan apa pedulimu. Jika banyak manusiamuda semakin haus pengakuan. Marah akan kelemahan. Ingkar pada hakikat kebaikan tuhan. Semakin keras kepala jika ada yang menentangnya. Menhindari luka tapi tetap mendekati neraka. Ingin menang sendiri walau sesungguhnya hanya diberi kesempatan berbenah diri sekali.