Selasa, 14 Juli 2015

Ayolah Gusti

Sudah jemu dengan banyak lalu-lalang tak semu
Jika burung melihat banyak gelegat awan, tak menentu
Maka air hujan turunpun masih malu-malu
Komentarmu sungguh penuh, dan tak lekang oleh waktu
Sampai-sampai banyak yang me(lilin)kan dirimu
Sudah lama waktu, tapi semua katamu itu masih berlaku

Benar memang semua itu sama, tetapi bakalan beda wujudnya
Sampai nanti, peluh tiba, adzan mahgribpun memenuhi gendang telinga
Semua aktifitas itu harus disudahi
Jadikan sebuah diam menjadi gerak abadi
Sengajakah jika banyak yang mati karena ambisi

Duh gusti, segarkan kami dengan segala hitung-hitunganmu
Biarkan kesungguhan kami tak berubah menjadi keuntungan sendiri
Jangan jadikan setiap kesempatan menjadi pantas untuk dimakan
Sampai awan hitam menylimuti timur dan barat
Gundakanlah hak-hak serakah kami
Buyarkanlah kenikmatan yang membuat kami menjadi tega diri
Entah apa lagi, bagaimana lagi, siapa lagi, dimana lagi dan entah akan seperti apa gusti


Sabar ini sudah menjadi babi-babian
Desentralisasi pikir sampai separatisme nurani
Sudah menyetubihi kami gusti
Darah kami ini bercampur mani dan sudah tak perawan lagi
Mata kami seperti tikus pantat bocel di terminal itu
Mana ada telinga kami yang tak kami masuki birahi-birahi hati
Mulut ini seperti rak baju dan baskom penjual bakso
Maka diamkan kami

Hentikan aliran transfers barokahmu
Hentikan aliran transfers rezekimu
Hentikan aliran transfers maaf-maaf mu
Hentikan aliran transfers perhatianmu
Penglihatanmu.............
Pendengaranmu...........
Penciumanmu.............. 
Dan semua yang engkau lakukan gusti

Sudahi saja kami sebagai umatmu
Karena kami bukan malah berserah kepadamu
Malah memanfaatkan semua untuk keuntungan-keuntungan yang tak tau diri
Sampai kami tidur, besok bangunkan kami dan beri kesadaran abadi sebelum nanti
Dan apapun yang akan terjadi setelah ini.

Nofianto puji imawan
Madura, 21-04-2014.