Selasa, 14 Juli 2015

Estetika Rindu

Apa yang salah denganku
Sampai dimimpiku saja, aku masih dikejar-kejar kuda api
Hingga membuat sempoyongan urat-urat ini
Bagun diatas kayu-kayu rapuh
Dan melihat layar yang selalu ada kabarmu

Aku tak berani untuk mengaku
Bagaimana aku rindu, dan kapan aku mengungkapkan itu
Entah kau suka padaku
Atau malah tak peduli dengan hal itu

Lagi-lagi tak ada lain hal yang aku tunggu
Selain kabarmu, lewat layar itu
140 kata, bagiku cukup untuk tahu bagaimana dirimu
Walau itu jujur, atau tidak bahkan lebih buruk

Waktu itu, tak berani aku merindumu
Karena rindu hanya meng’ilhami antara suka dengan suka
Buka menyatukan keraguanmu dan kesabaranku
Sampai endapannya menjadi keruh dan membeku

Sekali lagi, malu aku menatapmu
Karena kau cukup pantas untuk dirindukan
Dengan dagu kebawah
Aku mencoba menghindari untuk melihatmu

Berjalan sampai jauh
Dan kembali dilayar itu aku menunggu kabarmu
Aku melihat dan memikirkanmu
Bersama tubuh, yang cukup bisa untuk
Menutupi rindu
Dan memalsukan rasa

Ada harapan untukmu
Banyak doa bersandau gurau denganku
Dan pikiran kenangan waktu itu
Sampai selalu bertemu

Tak jemuh berdua
Sempat sedih dan tertawa
Cerita sampai hati, terasa lega
Namun itu biasa, “katamu”

Kalau aku boleh bilang
Karena aku, tak boleh jujur
Sebab jujurku, sudah habis untukmu
Sampaikan semuanya padamu
Dengan kaku kau menjawab itu

“iya aku tahu”

Dan apa setelah itu, “gumamku”
Setiap rasa sudah aku usahakan untuk diungkapkan
Namun aku tak menemukan balasan
Memang istimewa dirimu
Sampai-sampai tak kentara

Untuk Maulina Dwi Swastika.

Nofianto puji imawan
Madura, 25-03-2014.