Tanah adalah bagian penting dari tempat ini.
Walau di injak-injak, di ludahi, dan digerus air.
Ia tetap bisa menumbuhkan pohon dan menyuguhkan kekayaan alam.
Walau di injak-injak, di ludahi, dan digerus air.
Ia tetap bisa menumbuhkan pohon dan menyuguhkan kekayaan alam.
Sama halnya angin yang setiap hari menghembuskan kehidupan.
Mengisi semua ruang, berada di mana-mana, sukar pergi.
Mengantarkan kearifan disudut-sudut yang sulit di jangkau indra.
Tak ubahnya masyarakat yang mengutamakan kemufakatan.
Keharmonisan.
Keselarasan illahiah.
Menambah hawa mistis yang memang sudah mistis.
Mengilhami sebuah pembelajaran kisah manusiawi.
Menjunjung ilmu yang tak mudah di ilmukan.
Menuntut kepekaan lebih.
Bagaimana membedakan yang nampak dan yang nyata.
Sudah dipelajari bersama keseharian yang sulit ditebak.
Akan bagaimanakah esok harinya.
Kini nampak sulit, untuk bisa menikmati hari-hari tampa berita sedih.
Semua dinilai kurang, tuntutan zaman selalu membuat orang gelagapan.
Sandang-pangan adalah bunyi ketidakmampuan.
Bingkisan natal adalah bukti pemberian jikalau diperingatkan.
Ingatlah adam saat diusir dari surga.
Tagisan bidadari saja, tak membuatnya kembali.
Hanya siti hawa yang membuat adam betah.
Ingkar janji adalah buta.
Ideologi menambahinya dengan menyimpangkan ilham-ilham fatwah.
Pabrik demi pabrik membuat luas sawah dan ladang menjadi berkurang.
Aku sudah tak mampu melihat pagi tampa mendung hitam.
Sudah lumrah, jika kekurangan itu lawan kelebihan.
Namun bukanya lebih lumrah lagi, kalau kekurangan di tutupi dengan gengsi berlebih.
Anak panah adalah ambisi terpendam, lurus, tajam, jika dilepaskan, akan kena sasaran.
Itulah kita.
Kita yang nyata.
Nyata akan realita.
Nyata akan derita.
Nyata akan umpama,
Nyata akan suka cita,
Nyata akan bumbu-bumbu implan dusta.
Nofianto puji imawan
Jombang, 19-02-2014.