Jika untuk bangun selalu ingin kembali tidur, maka hal ini sama dengan indonesia.
Mungkin kebiasaan kebanyakan “anak-muda” atau dengan kata lain saya. Untuk bangun dari tidur yang tak teratur saja cukup sulit, bahkan malas. Apalagi melakukan kegiatan rutin di hari liburan panjang ini. Iya, liburan panjang kuliah di kampus pinggiran madura.
Lantas awal tahun pula, selalu banyak berita-berita mengenai pemilihan umum yang menghiasi layar televisi dan koran harian. Tapi tak hanya itu sampah media awal tahun 2014 memang cukup variatif tapi tetap monoton. Dari mulai banjir jakarta yang ingin selalu eksis di tanah air, bencana-bencana negeri yang tak cukup hanya memakan korban ratusan, politik yang selalu tak kehabisan ide untuk punya ruang di headline televisi, koran, online, lalu kemiskinan dan ketidak mampuan yang di ekspos untuk mencari perhatian dan empati manusia hingga ramalan-ramalan awal tahun yang selalu meleset tapi tetap bisa eksis dalam beberapa dekade belakangan ini.
Banyak betul kejadian atau moment yang disorot media massa pada awal tahun, pesta mungkin. Hampir setiap rubrik tak pernah kehabisan ide untuk di jadikan berita yang di suguhkan kepada banyak masyarakat luas. Entah bagaimana sebuah kultur atau budaya sampah media ini berawal hingga berakhir.
Banyak betul kejadian atau moment yang disorot media massa pada awal tahun, pesta mungkin. Hampir setiap rubrik tak pernah kehabisan ide untuk di jadikan berita yang di suguhkan kepada banyak masyarakat luas. Entah bagaimana sebuah kultur atau budaya sampah media ini berawal hingga berakhir.
Bukanya malah sudah dapat di tebak, bagaiamana peran alam bawah sadar manusia dalam melakukan rekam jejak historis, apa saja yang di beritakan media setiap tahunya. Hingga setiap harinya sampai setiap detiknya. Dengan kecepatan intensitas pemberitaan yang kini semakin cepat dengan adanya media online yang semakin bertambah peminatnya. Malah menambah jumlah Orang yang pikiranya di kendalikan oleh intensitas dan pemilihan berita yang di muat di sebuah media yang di konsumsi.
Pesan komunikasi masuk tak ter kontrol.
Pesan komunikasi masuk tak ter kontrol.
Untung saja kemajuan globalisasi di imbangi dengan kemajuan cara pikir manusia, kecerdasan manusia semakin di pertaruhkan. Bagamana manusia meng'ola pesan atau sederhananya produk media yang menerpa mereka. Agar tidak terkena dampak media yang semakin menjadi. Controlisasi yang di perlukan dan kecerdasan pemilihan konsumsi yang harus di perhitungkan memilih jelas memilah. Namun juga menilai bagaimana seharusnya yang baik.
Memaksa memikirkan yang sebenarnya tidak penting untuk di pikirkan. Itulah realitasnya sekarang. Jika di logikakan kalau kita sedang memikirkan banjir jakarta, la sedangkan kita orang jawa-timur yang notabenya masih banyak permasalahan yang ada di provinsi kita sendiri. Menuntut untuk empati dan turut berduka cita. Atau menuntut untuk menyumbang dana dengan layanan donasi amal untuk korban banjir jakarta. La...dalah dikira indonesia ini masalahnya Cuma banjir jakarta saja. Tidak kurang kok bencana di indonesia, mau mencari kata-kata di kamus mengenai nama-nama bencana di indonesia loh bakalan kekurangan wawasan atau kata sebutan dan bakalan tidak sampai pikir sampean.
Lebih dari 1001 bencana sudah pernah dialami di indonesia, seperti gempa, tsunami, kebakaran, banjir, gunung meletus, kecelakaan model apa saja ada, pemerkosaan dengan cara apapun malah banyak, apalagi pembunuhan dan perang dengan berbagai alasanya sampai bentuknya pun indonesia begitu kaya dan unik. Kalau dibandingkan dengan israel, irak, syriah dan negara timur lainya ya yang menang jelas menang indonesia. Lebih dari bermacam-macam bencana dan cara terjadinya itu begitu berbeda. Kalau bahasa filosof yaitu "estetis".
.
.
Tapi bukan berarti indonesia buruk, apalagi indonesia sudah hancur dan menunggu untuk lebih dihancurleburkan setelah ini. Namun indonesia malah akan menjadi hancur se-hancur-hancurnya saat para manusianya tidak bisa memilih, memilah dan menilai pesan yang disampaikan media-massanya. Ya konten yang cenderung desktruktif tampa memberikan solusi yang realistis dan pasti. Hingga kebohongan sampai pembodohan massal yang dilakukan media di indonesia. Bakalan semakin mengancam pikiran-pikiran solutif yang akan mewarnai masyarakat indonesia di masa datang. Positivis bakalah habis, bakalan lebih banyak muncul gerakan separatis baru hingga banyak negara-negara baru. Tunggu saja.
Padahal ini hampir mendekati pemilu presiden 2014 dan aku sudah cukup umur untuk melakukan kegiatan rutin “coblosan”. Tapi kalau aku sudah cukup umur, apakah para calon presiden yang nanti masuk dalam daftar calon presiden dan wakilnya sudah cukup. Maksudnya cukup mental kalau tidak terpilih, cukup akal agar bisa menang, cukup uang biar terus jalan, cukup usaha agar kalau tidak tepilih masih bisa cari penutub uang yang habis untuk kampanye. Tapi yang penting sekarang calon presiden yang sudah terdaftarkan banyak dari pemilik media jadi bisa diatur kalau urusan pencitraannya. dipoles dari yang buruk menjadi baik. dari anjing menjadi kucing anggora.