Rabu, 25 Desember 2013

Sabar & Ikutilah Arus

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3RNee6Tjn0VikFPHcrousE3gVH7jMmGCpLjE_61ECp3X1RvSZJ3JlxIAJxES1_ZBoYIjIlFsj0iRT4MSAPrbRk0z1eVXJuDKrlcCexRHsrTb6JtB_il4Km_nXZZC-5ppH5Kd3G95GNAw-/s1600/diam.jpg

Sudah duduk dan menatap cahaya itu. Aku berpesan pada dia yang tak tahu, menjadi harapan yang tersiakan selalu membuatmu merasa agar aku jadi sebuah harapan yang menjadi nyata dengan cepat. Tak ada sungai, tak ada hamparan sawah dan tak ada matahari saat ini. 

Semua menjadi larut dalam banyang-banyang cerita film itu. Aku yang tak lagi sadar dengan kenyataan saat ini menjadi liar di dekat hujan. Kaki ku yang terkena gemericikan air segera lenyap saat aku pindah dan meninggalkannya. Sebentar, ujarku salam hati dan harapanku semoga kau begitu.

Selagi ini masih hangat di hatiku, aku tak pernah ingin melupakannya layaknya yang lainya. Bukit kerinduan di balik bangunan besar di tengah ilalang itu selalu bersinar di malam-malam kemarin, kau yang berapa di waktu dan tempat yang lain, selalu tinggal disisi. Sunyi bukan lagi pengganti kata sendiri tapi malah ia yang pasti.

Pengakuan tak lagi kuhiraukan, bisikan teman hanya kubuat bingkai di saat gila. Aku belum sadar tenyata, kau sempat memilih dan sedangkan aku kau pilih. Tapi sudut lain diriku sempat memungkiri selama ini, labuan sunyi di teluk sepi tak kiranya sebanding dengan dua hari kau tak ada, berharap kau tak menantang, semoga kau sabar ya sayang. Percayalah ini Cuma sebentar dibanding menunggu kelulusan, sumringah ini tak lagi kupercaya ke abadianya, aku takut ini hanya ilusi di sore mendung, bercucuran air tak ada yang terasa hangat. Hembusan angin Cuma terasa di kulit-kulit lagit, tapi engkau tak menyentuh saja terasa hangat.

Sebuah janji kubuat tampa kau tahu dan tampa kau mau mengetahui. Sulit menjadi sayap tapi aku punya mimpi untuk bisa terbang dan bisa mengawasimu. Surat-surat di pos kota tak lagi menjadi bagian penting kau dan aku, tapi lembut gambaran khayalanku adalah kau. Aku bukalah seperti apa yang kau banyangkan dan kau lihat saat ini. Tapi aku ialah sama seperti yang akan kau banyangkan. Esoknya.

Lalu aku memutuskan untuk berjalan. Kalau kau akutak tau, tapi aku merasakan getaranmu yang semu itu. Sembari membali badan aku terbentun oleh beberapa batu kapur yang kulihat “ternyata ini yang sesungguhnya dan yang lain fana”, bukan tumpukan kata atau baik yang bisa menghangatkan tubuh, jikalau bercerita teng aku, mungkin Cuma itu yang bisa kau ingat tentang aku. Menunggu untuk kembali dan kembali untuk di tinggal pergi seperti kebencian atau mungkin seperti cinta yang tak membutuhkan. Aku anggap dongeng hanylah dongeng ternyata dongeng ialah gambaran asli bahwa aku dan kau akan seperti “itu”.

Lantas hujan yang ada itu hilang, dan aku menjanjikan kau akan menunggu sesuatu, kepastian dan ketegasan yang berbeda antara kau dan aku kadang menjadi kontradiksi yang membuatnya seperti adu domba. Tapi sebenarnya kita ini satu, tingga kepercayaan dan biarkan arus ini membawa kita sampai yang tak berujung. (depan-kampus/sore/hujan/sendirian).