Rabu, 10 April 2013

Eyang Fandi



Disaat teman yang tua menjadi pengendali atas ketidak enak’an ku ini, sebuat saja dia Fandi teman kuliah pemberi nasihat basi diantara waktu senggang pikiran yang basi dengan begitu banyak probabilitasi yang aku dapatkan hari ini, dengan rencana, agenda, jalannya, sampai pada aku sibuk dengan kuliah yang sekarang uni ujian telah melanda banyak ladang-ladang penuh di pikiranku, Fandi begitu baik menjadikan contoh atas pemikiran yang asal kedewasaan yang belum matang dan kefahaman atas hal yang terjadi cenderung datar, ia begitu berkata seakan punya makna yang amat sekali jauhnya sehingga burung-burung pun susah untuk membuntuti kemana arah sang ketuah kelompok imigrasinya, kadang ia menjadi sok kedewasa, merasa punya hak penuh atas kekuasaan seperti merasa dia yang paling tua dan merasa menjadi yang lebih pantas, dalam perlakuan dan tingkah laku bagi aku kami untuk mendegar dan menuruti bahkan benar-benar menjadi kambing congek, burung bangkai mengandalkan usia, untuk menantang badai sehingga bulu-bulu domba tak kunjung usai dalam mewarisi bau-bau kembang mawar pembasmi serangga, aku kadang merasa malas tapi dia memelawan dengan muka melas, minta ini dan apapun dengan se’enaknya walau kadang dia benar dan aku salah.

Kesederhanaan yang baik untuk penilaian seorang muka dua, ia menjadi sosok unik yang hidup diantara mesin hidup yang lainya, belakangan ini aku memang muak dengan teman-teman sekelasku yang selalu mendahulukan diri sendiri dan kelompoknya, tak bisa bersikap objektif atau bahkan profesional, pikiran-pikiran bayi yang melekat tak kunjung hilang terkikis air bah, malah kelompok yang menggikat mereka menjadika ke egoismean mereka semakin bisa menjadi panutan, sosok kaptalis yang lahir dari peranakan baru di angkatan ku ini. 

Mau bagaimana aku meng’akalinya atau seperti apa harus ku diam saja dengan begitu tumbuh benih-benih kapitalisme yang sejak dulu tak ingin aku inginkan disini.

Yang seharusnya berubah adalah kedewasaan dan kepekaan tapi ini belum melewati dua tahap tersebut malah melakukan lompatan jauh kedepan bagaikan pemimpin komunis di rezim cina, langsung kepada pemakluman tampa usaha untuk membantu antar teman, ambisi dan pikiran kecil mereka masih mendominasi, menggangap yang diluar mereka menjadi jelek dan memebut apa yang tak sama dengan yang mereka lakukan adalah salah, begitu ceteknya pikiran itu, lebih baik Fandi yang lebih bisa mengerti walaupun kadan dia banyak salahnya, dengan kuranya memahami ia suka melontarkan apa yang tidak seharunya di setiap tempat seperti aku dulu yang begitu, dia menjadi sang meissah tua yang sok dewasa hingga sulit untuk di kendalikan, sampai saat itu dia membuatku terkejut saat dia memohon padaku dan lebih kagetnya dia meragukan aku lalu menganggap aku tidak berguna saat apa yang aku berikan kepada dia tak keluar dan muncul waktu itu, salam ini kadang malu aku dengan diriku saat dia mengucap lemas maksud ku yang sulit untuk dimengerti oleh sosok-sosok bisu yang lainya.