Kamis, 18 April 2013

Baru Saja


Bangun dengan susah, bagian badan ini serasa sangat sulit karena tulang-tulang yang habis dengan malam lama hingga berpuluh-puluh mutiara yang habis sesusai subuh, tapi aku melihat banyang-banyang kebinggungan yang jalan-jalan kebingungan di depan kami dan itu terjadi saat aku tidur dan pulas, hati tak tenang tak terasa hingga menusuk kalbu , menghadap sapu dan pergi melakukan hal basi setiap ini, aku menyapu dengan baik, perlahan dan usang, semua binggung dan jauh dari saat ini, banyangan yang jauh menjadi banyak sekali masalah yang melanda pembuatan buku-buku angan selamanya akan menjauhkan agenda buram menjadi suram dan hilang. Aku yang memutuskan sebuah pikiran tentang banyangan buram itu mengapa, aku tanyakan disaat ada kesempatan kami bertiga menuju warung kopi penabur mimpi dan yang menjadi berhak di beri terimakasih atas angan yang tercipta di warung kopi bahkan semua permasalahan yang sering diselsaikan diwarung kopi, kadang aku bertanya siapakah yang menciptakan warung kopi, tapi pertayaan itu tak pernah terjawab hingga saat ini atau bahkan sampai nanti.

Karena kemiskinan bumi jawa dan bumi indonesia akan tetap menjadi kebohongan yang disepakati, sejarah difitnah, leluhur di habisi, sejarah diakali, hingga para penerus bangsa yang diracuni dengan globalisasi yang bak kambing hitam jalanan yang makan apa saja termasuk sampah kertas plastik kimia besi dan banyak sampah yang lebih sampah.

Malam tiba siang habis, sore menjadi perantara ku, yang menamai aku sebagai pelari ulung dari segala hal semu ini, mencoba menemukan apa, mencari apa, membuat apa. Pertanyaan hidup yang sangat sulit terjawab adalah “ siapa aku” bahkan seluruh hidup ini waktu sekian lama yang sulit untuk menjawabnya hal itu.

Tibalah aku menatap benda yang aku pasrahi untuk masa depanku, sembari memegang gitar yang pinjam dari burung cuba, datang lah kuda setelah beberapa jamku yang sendiri, membawah prajurit yang aku pun menghormatinya, datang dengan burung aku berbicara denganya sampai muram dan hitam sulit untuk menyimpulkanya bahwa sebuah hujan akan tiba dan menghempaskan aku, sampai aku dibawah ke kamar kos prajurit ku yang diam, senang katanya.

Putri davang membawa candu (rokok) malboro dia cantik dan elok, tapi aku diam dengan menunggu saav yang tepat dan batangan candu yang aku tatap menjadi binggung dan jujur aku merasa sulit untuk menatapnya, tak tahu kenapa, menavap saja malu, melihat pun membuat mata ku menjadi rapuh dan sulit untuk di mengerti, dia pun pergi membawa hati dan memberi harapan bertemu di sudut warung para pengerang perjuangan yang berhati penjilat.

Sampai aku membawa sebuah pandangan yang diam dan bervanya-tanya sehingga membuat gambaran hari malam, sembari membuat pemikiran di dalam dan di luar banyangan sampai selesai.