Jumat, 22 Februari 2013

Panganane Wong Londo (Makananya, Orang Belanda)


Datang dengan rasa cemas menuju kampus yang berada di Madura, hal ini tentu saja membuatku ingin istirahat di tengah perjalanan dari rumahku di Jombang menuju kampus di daerah Kamal Madura, jalanan yang sudah seperti tempat pembuangan sampah begitulah aku menyebutnya hingga tak terasa di jalan sama saja dengan menghabiskan rokok 15 bungkus sama saja kan pikirku, aku melihat warung yang pikirku sangat menarik pagi dan tentu saja suasana pagi sangat jarang jarang sekali aku temukan belakangan ini karena aku selalu disibukan dengan beberapa kesibukan yang membuatku hampir selalu kehilangan pagi.

Sembari pesan kopi diwarung yang beberapa orang menyebutnya giras, di pinggir perempatan yang kusam penuh kotoran mesin pengankut orang yang pergi bekerja, aku selonjorkan kakiku yang ramah dengah siapa saja lantas pesanan kopi dan langsung datang. Suasana warung yang sepi setelah kedatanganku mulai ramai dengan di serbu pengamen dan para pekerja yang ingin minum kopi di warung tersebut, sungguh suasana yang biasa aku temui dan sampai terheran, begini ceritanya, saat aku ingin berkunjung ke tempat apapun yang awalnya sepi, seperti warung, penjual keliling, kantin kampus, rumah teman, penjual Koran, dan lain sebagainya yang berjualan saat aku datang selalu setelah itu suasananya menjadi ramai dan banyak sekali pembeli yang datang setelah aku, jadi aku sempat berfikir bahwa aku adalah pembawa rejeki tapi itu memang sering lantas tak selalu seperti itu teruslah nanti ujung-ujungnya aku terlalu percaya bahwa aku pembawa rejeki dan aku tak mau hal itu terjadi, lagi-lagi kembali meneriaki penjual dengan pekik’an yang keras dan menyuruh untuk mengambilkan aku rokok 2 batang untuk menemani kopi giras ku yang sudah bersih karena bubuk kopi yang kasar sudah turun di bagian bawah kopi yang biasanya aku sebut dengan letek hal ini pun berlanjut dengan datangnya para kulih dan orang-orang tua yang selalu bersahabat dengan kerasnya zaman, deduk tiga orang tua yang sama memesan kopi dengan tenangnya mereka pun lantas menyapaku dengan sebutan nak dengan senyum aku membalasnya, sampai pada ahirnya ada salah satu teman dari mereka mengambil roti yang baru datang dan masih hangat dan itu biasanya di sebut dengan roti pinggiran yang roti tersebut di goreng dengan panas itu menurut penjual roti yang menitipkan roti tersebut diwarung kopi yang aku kunjungi itu.

Lama kelamaan aku merasa fajar pagi sudah kembali melaksanankan tugasnya untuk menusuk mata para para orang-orang yang ada di muka bumi, hingga aku bergegas untuk kembali melanjutkan perjalananku kekampus ku yang berada di Madura aku tiba-tiba mendengar pembicaraan yang lucu, begini saat aku siap-siap membayar dan mengambil tas dari warung kopi yang aku tempati tersebut ada salah satu orang dari tiga orang tersebut mengambil roti yang baru diantar penjualnya untuk di titipkan di di warung kopi tersebut saat mengambil roti tersebuttiba-tiba temannya menegur bahkan mengatai “woy gayamu mangan panganane londo barang” artinya woy gaya kamu makan makannya orang belanda segala, sontak aku terkaget dan diam, sungguh seperti itukan kenyataanya bagiku kata-kata itu berarti sekali dimana orang-orang tua yang menilai bahwa roti bukanlah makanan semua orang cuma di tujukan dan di’identikan pada makanannya orang belanda yang biasanya memang memakai roti sebagai makanan pokok mereka bahkan lebih dari itu aku menggangapnya mereka orang-orang yang berpikirang bahwa keterbiasaan itu masih melekat akan membuat kita menjadi merasa dibatasi lantas kita akan menjadi kecil dari batasan tersebut, tapi walaupun mereka kelihatanya bercanda tapi omongan seperti itu eluar secara spontan dan dari bawah sadar mereka, jadi ingan sekali aku dengan sejarah saat penjajahan dimana semua dibatasi dan diatur secara paksa tapi sudahlah aku kelihatanya sudah telat keliah ke kampus, jadi aku pergi beranjak dari warung dan menggingat hal yang terjadi dengan pelan sampai tiba aku di kampus dan semua itu lenyap tersapu angin dari sawah para petani yang membawa kerbau hitam besar yang jinak itu.