Neils Mulder seorang antropolog dari Belanda yang memiliki empati besar mengamati jawa dengan buku ini membahas mengenai anggapan mistisisme adalah sesuatu yang dekat dengan kerahasiaan dan urusan pribadi, dimana menyentuh keyakinan dan religius seseorang. Kembali ke kejawen (Jawanisme) sebagai mana ditunjukkan dengan mistisisme kebatinan di masa-masa sesudah perang merupakan titik balik kebangkitan budaya jawa.
Dalam buku ini ada dua pola pemikiran mengenai pemikiran mistik jawa dan pemikiran yang tampaknya mendukung rekayasa budaya ‘nation building’ di Indonesia dimana pengaruh pemerintahan dalam upaya alih-alih pembangunan. Rezim orde baru memproyeksikan diri sebagai sebuah orde berbudaya dengan mengatas nama “tradisi” . Rezim ini mencita-citakan pembangunan sebuah negara pancasila berisikan manusia indonesia seutuhnya yang berbudaya dan sarat sekali dengan investasi dalam pendidikan nilai-nilai.
Pada Tahun 2001 Neils Mulder ternyata sudah tinggal selama 13 tahun, dan untuk sekarang saya kurang tau apakah masih di Jogja atau tidak, 13 Tahun di Jogja membuat dia sangat akrab dengan masyarakat dan seluk beluknya, dia juga mersa telah menjadi bagian dari mereka, kemudian karena dia telah mengenal banyak orang menjadikan mudah baik dalam kepentingan penelitian dan atau pergaulannya
Saya akan menjelaskan apa saja yang saya pahami di buku “Mistisisme jawa ideologi di Indonesia” dimana di buku ini di ceritakan tentang bagaimana sih perjalanan,perkembangan,dan apa sih mistisisme jawa ini dan dalam buku ini menceritakan dengan latar waktu pada masa pascamerdeka, dimana menceritakan yang pertama adalah kebangkitan kejawen yaitu bahwa etnik jawa adalah etnik yang sangat banyak, dan dalam budaya kejawen sebagian besar adalah penduduk adalah beragama islam, dan dimana islam di kejawen terbagi menjadi dua arus besar yaitu putihan-abangan, yang dimaksud putihan adalah orang yang melaksanakan peribadatan,dan melaksanakannya semua hal yang di perintahkan tuhan, tapi dalam abangan menurutnya kesucian adalah sejati dan persoalan kehidupan yaitu masalah hati ,dan tak perlu melakukan hal seperti putihan.
Dan dalam bab ini “kebangkitan kejawen” di simpulkan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia dalam mencari jawaban atas kehidupanya dan jawaban atas dirinya dengan latar belakang diri sendiri dan juga menandakan bahwa ada gerakan rakyat yang ingin menemukan kebenaran dan jati diri dalam budaya mereka masing-masing.
Yang kedua di jelaskan tentang premis dasar yaitu bahwa kehidupan ini adalah pertempuran antara kekacauan dan ketertiban dan sama dengan kisah wayang “Ramayana dan mahabaratha dimana ketertiban yang dimaksud adalah selaras dengan semesta alam dan kekacauan adalah melenceng dari tujuan atau kehendak semesta alam yang seharusnya, di bab ini juga ada penjelasan tentang tujuan mulia praktik mistisisme dan yang seperti yang dijelaskan di buku bahwa tujuanya adalah menjaga keselarasan dengan prinsip tertinggi eksistensi adalah menjaga kewajiban moral semua yang ada, dan berkat adanya mistisisme manusia mampu menembus alam kodrati dan mampu menunjukan hubungan harmonis dengan alam dan kodrati.
Manusia juga turut ambil dalam hakikat ketuhanan contohnya adalah jika manusia menyikapi hidup dengan serius berarti iya telah mengembangkan hakikat” Manusia juga turut ambil dalam hakikat ke Manusia juga turut ambil dalam hakikat Manusia juga turut ambil dalam hakikat ketuhanan”.
Ada sebuah pertanyaan yang diajukan penulis ke temannya yang menganut kejawen , ia bertanya seperti ini ‘adakah tuhan itu’ lalu temanya menjawab ada, tidak ada maksudnya adalah jika kita berfikir dengan akal maka tidak ada, tapi disaat kita berhenti berfikir dan disaat kita cemas, sekarat, kehabisan akal, maka ada dan yang penting dari mana kita berasal, mau kemana kita, dan punya arah’tujuan’ dan percaya tuhan atau tidak , tapi ingat kita adalah bagiannya, disini juga ada penjelasan tentang prinsip-prinsip keraton yang samar-samar tapi kuat mengakar, maksudnya adalah prinsip itu sudah melekat walauh tak begitu Nampak dalam kelakuanya, di ajaran mistik keraton itu seperti ini , jika seorang berbakti pada saudara yang lebih tua atau guru dan rajanya, maka ia berbakti pada tuhanya, tapi hal itu tidak dijelaskan ke masyarakat mistik awam. Manusia hidup susah untuk menggelak untuk berperan serta dalam kesatuan eksistensi material dan spiritual yang merangkum segalanya Dan yang lebih unggul adalah spiritual,dan lebih benar dari yang dilihat. Yang selanjutnya adalah praktik mistisisme, secara umum mistikme kontemporer disebut kebatinan berarti di dalam hati dan tersembunyi dan juga penuh rahasia. Di dalam praktik mistisme ini juga ada penjelasan tentang mistikus-mistikus tingkat tinggi, dimana dalam bab ini menjelaskan bahwa mistikus haruslah menaati dharma atau kewajiban dengan taat dan nrima atau penuh syukur, dengan itu sama saja dengan memuliakan tuhan dan inilah langkah awal dalam tujuan mistis, dan itu sama dengan menaati kehendak tuhan dan membentuk takdir seseorang sendiri. Di bab ini juga menggupas gaya kebatinan ,pada umumnya di sini di jelaskan macam-macam profesi mereka , cara mereka dalam ber mistisisme, dan meyakini ajaran mereka, dan ciri-ciri gaya mereka adalah cenderung menjelaskan kejadian-kejadian duniawi seperti politik,pengalaman pribadi,dari perspektif kosmologi dan simbiolis.
Praktik aliran kebatinan ini sebagai pembahasan selanjutnya yang di jelaskan di buku ini adalah perkembangan dan perjalanan tentang praktik dalam aliran kebatinaan yang semakin berkembang pasca perang, pada dasarnya ini di tujukan bagi individu yang ingin belajar menapaki jalan mistisisme,hal ini sangat sulit karena parah ahli kebatinan harus menyempurnakan penyerahan diri mereka melatih dan mengasah rasa mereka, lalu mistisisme juga dilakukan dengan tapa atau menyendiri ,nyepi supaya bisa menenangkan diri atau hening semalam.
Yang saya pahami dan saya jabarkan hanya sebatas ini karena banyak hal yang belum saya pahami Cuma beberapa bab ,jika saya teruskan maka akan binggung nanti , tapi saya akan menyimpulkan secara singkat perbab dalam buku ini :
Dalam Buku ini memiliki 9 bab, setiap Bab dalam buku ini merupakan step by step pembahasan. Langsung BAB I memiliki pokok bahasan yang berupaya menjelaskan kebangkitan kembali Kejawen (Jawanisme), sebagaimana ditunjukkan dengan maraknya mistisisme kebatinan pada masa sesudah perang.
Lalu BAB II dalam bab ini berdasarkan atas uraian yang ada dan asumsi mengenai pemikiran mistis atau pemikiran jawa maka kemudian analisa terkait pemikiran jawa akan dibahas didalamnya.
Selanjutnya BAB III nah setelah menganalisa dan kemudian dari padangan yang ada dihasilkan semacam ilustrasi yang diibaratkan dengan lotre yang menarik kita dalam praktik mistisisme yang sesungguhnya.
BAB IV ada beberapa golongan orang pintar, mulai dari sang ahli, pengikut dan oarang "pintar" yang menyepi, guru yang bergelimang perhatian dan kerumunan orang yang terpikat dengan pengalaman mistis. terkait dengan sebuah filosofis etis bahkan filosofis sosial yang harus dipahami sehubungan dengan pandangan tentang kehidupan sosial yang berlaku.
Di BAB V terkait bahasan yang menyangkut tipe masyarakat tempat praktik mistik tumbuh subur dan diterima.
Kalau BAB VI menonjolkan tentang hal-hal yang kentara dalam pandangan dunia orang jawa yang ditata dalam suatu ragam yang logis, dengan arti hak tersebut saling terkait dan mendukung satu sama lainnya.
Dan pas pada BAB VII terkait kebangkitan kembali Jawanisme mutakhir, dimana kebangkitan ini tidak banyak hubunganya dengan praktik kebatinan dan mistisisme tetapi sangat erat dengan perpolitikan dan posisi orang jawa sebagai mayoritas penduduk Indonesia. dan dengan sendirinya jawanisme merebak kemana-mana, mereka mengajari semua orang tentang apa dan bagaimana menjadi orang Indonesia. Program Indoktrinasi ini menjadi bagian dari seluruh proses persekolahan yang berimbas pada kurikulum nasional, kesejajaran etika dan pola pemikiran orang jawa dikaji, hal ini mengarah pada satu titik besar persimpangan, semetara mistisisme mengandung potensi membebaskan maka propaganda Pancasila justru bertujuan mengkungkung individu dan menjeratnya sebagai "warga negara".
Dalam BAB VIII terakhir ini dikaji apakah ada kecocokan antara apa yang dipropagandakan dengan kehidupan yang sesungguhnya dijalani.
Di dalam akhir bahasan buku ini memiliki sebuah bahasan Ikhtisar mengenai pola pemikiran yang melapisi tindakan praktis dalam kehidupan nyata, yang dalam Ikhtisar tersebut menyinggung tentang penyerahan diri dengan penguasa, pentingnya kewajiban dan rasa syukur,juga religiusitas. Banyak sekali istilah yang membuat saya kebinggungan pada awalnya tapi menurut saya buku ini adalah sebuah kebenaran yang takterelakkan dan apa yang dikatakan buku ini tak semua saya setujui karena semuanya kembali pada diri kita untuk menentukan apa kita setuju, percaya, sepaham, dan dari mana kita menafsirkan buku ini.