Senin, 29 Juni 2015

Singkat

Melingkar diujung bagunan, membicarakan segala keresahan dan ketidakpastian. Kewajiban yang diabaikan sampai dianaktirikan. Membuat orang-orang ini bergumul dengan serangga-serangga terbang yang jatuh karena sayapnya hilang. Meguntarakan pendapat sampai menggugat, ekspresi yang berang bercampur diam dengan ketidaktahuan. Memaksa nalar mencari sampai memetakan apapun yang dianggap perlu untuk disampaikan. Entah rujukanya dari mana, sumber dan literasi yang masih takjelas asal-usulnya. Begitu mudah dipercaya dan dipegang sebagai dogma. 

Orang-orang ini bicara apa, semuanya rancu tak jelas alurnya. Pijakannya rapuh, literasinya basi, gaya bahasanya susah, intonasi suaranya resah, bahkan kadar kebenarnya perlu diujicoba. Kalau begitu, apa sebenarnya yang sedang mereka terka. Logiska jika mereka bicara kebaikan tapi tingkahpola keseharianya masih mendahulukan hak dibanding kewajiban. Adakah yang percaya, jika mereka memperdebatkan mengenai sistem pendidikan yang rancu dan sangat tidak relevan dengan seharusnya, Sedangkan mereka sendiri belum bisa mendidik dirinya sendiri untuk berguna bagi yang lainya. Lantas, masih perlukah mereka membicarakan nasib garam lokal hingga dominasi garam import (Tema diskusi kedepan).

Bukankah mereka seharusnya mengetahui dahulu siapa sebenarnya mereka, apa tujuan mereka, dan untuk apa mereka setiap malam berkumpul dan membicarakan hal-hal yang sebenarnya meraka tidaktau, tidakmengerti, tidakpaham, dan tidak ada urusanya dengan mereka. Iya mereka, orang-orang malam yang diam. Yang sebenarnya masih bimbang dengan apa yang setiap hari mereka kerjakan. Orang-orang riang yang dipaksa untuk menentang, mendobrak kekang-binatang, yang menjamah banyak kemunafikan, ditengah badai kemudhorotan akan tindak-tanduk kesia-siaan. Beranikah mereka mencari alasan kenapa mereka harus melakukan banyak hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan.

Semoga purnama lupa, bahwa banyak pertanyaan yang mereka sediri binggung menjawabnya. Memang gelisah jika pertanyaan yang susah, menghakimi mereka. Saatnya berbenah untuk sedikit belajar membaca, membaca segala rumusan kuasa yang kadang datangya sukar diterka. Siap-siap saja menangkap sekumpulan bebek tanpa pengembala, memiliah mana yang paling anak dikunyah atau dibuat menu berbuka puasa.

Mereka mungkin lupa setelah tidur pulas. Atau mereka masih susah tidur dan bertanya-tanya mengenai bagaimana?,mengapa?, dan apa?. Memang semua kembali pada niat dan usaha. Sedangkan setiap berkumpul, mereka selalu memiliki tatapan yang berbeda, cara bicara yang seirama namun beda makna. Kemampuan berfikir atau telaah yang cukup wah, bahkan ada yang selalu membuat kecewa. Waktu memang sering ditunda-tunda, kenikmatanya sungguh luar biasa, membuat semuanya menjadi tak terasa. Apakah mereka sering menunda waktu, ataukah waktu yang tak terasa cepat bahkan lamanya sedang mereka akali, untuk melakukan hal-hal duniawi. Jangan berburuk sangka, semua pasti ada porsi dan tatananya, qodho & qhodar sudah jelas adanya.

Lamunannya, kelakarnya, raut mukanya, gaya bahasanya, pesan non-verbalnya, aroma tubuhnya, cara berpakaianya, model duduknya, dan keseluruhan pengalamanya. Menjadi pembeda antara satu dan lainya, antara laki-laki & perempuanya, antara silsilah keluarganya, dan isyarat darahnya. Semakin menyakinkan bahwa mereka berbeda namun harus bersama.

(Mengenang Diskusi Malam Anggota Pramagang 2014 LPM-SM 11/12/14 di Samping GSC.)