Saatnya menyembunyikan ucapan. Saat itu aku tak tau kalau rasa semakin leluasa menguasaiku. Hati yang biasanya kaku disulap dengan tatapan sekilas. Tiga hari dalam seminggu adalah penentu. Penentu akan rasa yang tak menentu, saat harus berpisah dari tempat yang sebenarnya bukan tempatku. Orang-orang yang tak kukenal benar, melambai dengan wajah yang seolah bahwa mereka kenal denganku. Tak sadar akupun tersentuh dalam diamku. Meninggalkan tempat yang kucumbu dalam seminggu. Namanya perjalanan, haruslah ada pertemuan dan perpisahan. Untuk menandai bahwa masih banyak yang harus diselsaikan.
Sekarang aku kembali. Kembali dalam liang-liang kesibukan dimana akan banyak waktu yang kuhabiskan. Tapi ada hal yang tertinggal atau sengaja kutinggalkan. Agar ia datang dan segera menerka apa yang sedang kupikirkan. Lampu-lampu itu seolah memberikan tenang. Agar aku bisa berfikir lebih terang dalam gelap kekalutan yang diam. Sedangkan tangan-tangan ini menuntut kesibukan yang tak terselsaikan. Aku ditagih kewajiban yang bertubi-tubi, sampai tubuhku tak kuat menerimanya. Pikiranku kacau seolah sudah banyak keputusan yang kuambil. Padahal aku tak pernah memutuskan.
Nofianto Puji Imawan
Madura, 18 Januari 2015.