Seperti apa rasanya dicumbu sore
Tak terlalu panas tak pula dingin
Hangat dan pas tanda ungkapan
Sehingga cela-cela sel kulit
Membuka diri untuk menerima
Debu dalam angin dan musim
Seperti diam atau kelam
Tangan duduk untuk tenang
Atau mengubur kelam dalam-dalam
Tanpa landasan
Bahkan ungkapan
Tiga malam selalu diam
Mencoba menerka gelisah
Melirik dan senyum sebentar saja
Setelah itu tak tau lagi
Pertama aku menaruh hati
Bersaksi untuk mencari sendiri
Siapakah kau ini
Dan apa yang membuatku begini
Lambatnya waktu memang memaku
Sampai habis haru tak sendu
Ungkapan rindu selalu menggebu
Dentuman haru mengganga tak tau
Apa sebenarnya mauku dan maumu
Sep, daun-daun sepertinya rapuh
Semua berguguran satu-satu
Padahal angin tak terlalu menderu
Jawablah sep tak usah meragu
Setidaknya kau bicara
Tangan kaku atau meragu
Apa memang mulutmu rancu
Sehingga hanya senyum
Yang kau berikan pada waktu itu
Tapi semoga kau tak bisu
Sehingga kau membalas tanyaku
Atau tanyamu
Setidaknya purnama mendahului malam
Tapi memang angin cepat perginya
Sehingga membawa kabur udara bulan
Untuk menghidar tatapan disudut hambar
Diam-diam kau taktau
Kalau ada ragam rasa cepat melekat
Rumbai kaca yang silau
Selalu mengalihkan rasa yang vepat
Bukan pasrah merangkai upaya
Atau gelisah secara tiba-tiba
Ini dadakan tak direncanakan
Itulah rasa yang ada diantara irama
Lapuk kayu sagu
Digerus air tembaga
Diperas sambil mengendapkan
Rindu yang menggebu
Tak terlalu panas tak pula dingin
Hangat dan pas tanda ungkapan
Sehingga cela-cela sel kulit
Membuka diri untuk menerima
Debu dalam angin dan musim
Seperti diam atau kelam
Tangan duduk untuk tenang
Atau mengubur kelam dalam-dalam
Tanpa landasan
Bahkan ungkapan
Tiga malam selalu diam
Mencoba menerka gelisah
Melirik dan senyum sebentar saja
Setelah itu tak tau lagi
Pertama aku menaruh hati
Bersaksi untuk mencari sendiri
Siapakah kau ini
Dan apa yang membuatku begini
Lambatnya waktu memang memaku
Sampai habis haru tak sendu
Ungkapan rindu selalu menggebu
Dentuman haru mengganga tak tau
Apa sebenarnya mauku dan maumu
Sep, daun-daun sepertinya rapuh
Semua berguguran satu-satu
Padahal angin tak terlalu menderu
Jawablah sep tak usah meragu
Setidaknya kau bicara
Tangan kaku atau meragu
Apa memang mulutmu rancu
Sehingga hanya senyum
Yang kau berikan pada waktu itu
Tapi semoga kau tak bisu
Sehingga kau membalas tanyaku
Atau tanyamu
Setidaknya purnama mendahului malam
Tapi memang angin cepat perginya
Sehingga membawa kabur udara bulan
Untuk menghidar tatapan disudut hambar
Diam-diam kau taktau
Kalau ada ragam rasa cepat melekat
Rumbai kaca yang silau
Selalu mengalihkan rasa yang vepat
Bukan pasrah merangkai upaya
Atau gelisah secara tiba-tiba
Ini dadakan tak direncanakan
Itulah rasa yang ada diantara irama
Lapuk kayu sagu
Digerus air tembaga
Diperas sambil mengendapkan
Rindu yang menggebu
Untuk Sepri Ayu Flowrieta.
Nofianto Puji Imawan
Madura, 30 Nopember 2014.
Nofianto Puji Imawan
Madura, 30 Nopember 2014.