Jumat, 15 Juli 2011

Madura Sebagai Daerah Tujuan Wisata

Prolog


Peta Madura

Keinginanya untuk memperkenalkan Madura sebagai pulau yang kaya akan budaya, tradisi, cerita, petuah, makna, masyarakat, keunikan, dan alamnya. Membuatnya takpernah lelah untuk mencoba membagi banyak kisah dan informasi mengenai Madura. Walau aku bukan orang Madura, namun semangatku untuk membuat Madura menjadi entitas yang dapat membagi banyak hal kepada seluruh masyarakat diluar Madura. Adalah modal awal dalam menuliskan ini.

Agar mengenal dan mengetahui bagaimana Madura sesungguhnya, memang perlu diapresiasi. Walau disisi lain banyak masyarakat Madura yang acuh terhadap tempatnya sendiri. Buktinya takbanyak orang Madura yang menulis mengenai keMadura’anya. Sehingga literasi mengenai Madura dalam berbagai aspek masih jarang. Pernah ada teman yang ingin mengetahui mengenai bagaimana perkembangan seni tari diMadura. Sedangkan buku, jurnal, penelitian, dan analisis mengenai perkembangan seni tari diMadura sangat jarang. Mungkin ada satu buku yang membahas mengenai budaya dan seni musik dan pertunjukan Madura yaitu Lébur : Seni Musik Dan Pertujukan Dalam Masyarakat Madura. Namun penulisnya bukan orang asli Madura, tapi peneliti luar negeri yang melakukan penelitian pada tahun 2000-2002 silam, ia bernama Hélène Bouver peneliti muda asal Prancis yang tertarik karena menonton pertunjukan Grub Musik Sumenep yang melakukan tour keliling di Prancis dan Belgia pada tahun 1982, yang dipimpim Dhalang Sabidin. Sedangkan riset-riset atau skripsi mengenai Madura dalam segi sosio-masyarakat, mitos, tradisi, budaya, sejarah, agama, dan politik diMadura masih sangat kurang.

Mungkin ada sebagian orang asli Madura yang menulis mengenai hal itu, seperti A. Dardiri Zubairi yang menulis Buku Rahasia Perempuan Madura (Esai-Esai Remeh Seputar Kebudayaan Madura), D. Zawawi Imron dengan Celurit Emas dan Kumpulan Sajak atau Puisinya lalu, Abdul Hadi WM yang Karya-Karyanya Bernafaskan Sufistik, Penelitian-Penelitiannya Dalam Bidang Kesusasteraan Melayu Nusantara dan Pandangan-Pandangannya Tentang Islam dan Pluralisme, Mahfud MD yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, dan A. Latief Wiyata yang menulis beberapa buku yaitu: Carok Edisi 1 2002, Carok Edisi 2 2006, Kemelut Pilkada Sampang 2000-2005, Communal Conflic In Kalimantan 2006, Pemetaan Kebudayaan di Provinsi Jawa-Timur pada 2008. Ada baiknya jika kita bisa membagi banyak hal mengenai Madura, walau kita sendiri bukan orang asli Madura. “Kan, Madura juga bagian dari Indonesia”. Yang kita tau sendiri, masyarakat Madura cukup banyak menyebar diseantero nusantara bahkan dunia. Pernah ada seorang saudaraku yang pernah mengatakan “Saya Bukan Seorang Madura, Tapi Saya Bangga Berbagi Kisah Mengenai Madura”. Ia mengatakan seperti itu, karena ia pernah melanjutkan studi pendidikan tinggi diMadura. Dan dalam studinya, ia menemukan kritik atas persepsi orang diluar Madura, bahwa Madura hanya terkenal budaya Kerapan Sapi & Caroknya. Padahal dibalik semua itu Madura adalah sebuah Nirwana/Kearifan Lokal yang tertutup lembah. Jika tak pernah berbaur, berinteraksi dengan masyarakatnya, menjelajahi seluruh tempat yang ada didalamnya, mengenal tradisi beserta budayanya, dan tinggal besama masyarakatnya. Mungkin jangan buru-buru melabeli Madura hanya dengan Kerapan Sapi & Caroknya.


Masyarakat Madura, Jawatimuran.wordpress.com

Madura Sebagai Daerah Tujuan Wisata

Terlepas dari semua itu, sebenarnya berdasarkan letaknya, Madura sangat strategis. Dan sangat siap untuk dijadikan daerah pariwisata, karena mengapa? Sebab tidak dapat dipungkiri potensi yang dimiliki pulau Madura cukup besar, baik dibidang pariwisata, budaya, industri, pertanian dan perdagangan. Walau terkadang kita terlanjur berprasangka buruk bahkan pesimis terhadap beberapa stereotip masyarakat luar mengenai Madura dan masyarakatnya.

Padahal, potensi dibidang pariwisata yang dimiliki pulau Madura dari empat kabupaten yang ada cukup menjamin, oleh sebab itu masih perlu lagi dilakukan ekspose/promosi, pengembangan, kreativitas, dan perhatian yang lebih ekstra dari berbagai pihak. Tidak hanya Pemerintah saja, melainkan perlu adanya dukungan dan kesadaran masyarakat Madura sendiri. Agar tercipta hubungan yang harmonis dan selaras demi mewujudkankan Madura kearah yang lebih baik dalam hal pengembangan dan pengelolaan tempat-tempat yang berpotensi sebagai daerah wisata diMadura. Bahkan, terkadang kita sering mendengar para Calon Bupati menempatkan pariwisata sebagai program kerjanya. Tetapi semoga hal itu tidak hanya rencana yang tak kunjung direalisasikan. Karena secara tidak langsung, daerah wisata dapat memberikan sumbangsih bagi masyarakat sekitar dan tentunya pendapatan daerah. Yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan masyarakat dan daerah.

Jika ditinjau dari berbagai objek wisata yang dimiliki pulau Madura. Bangkalan - ada wisata Religi - Makam Mbah Kholil. Sampang - Wisata Alam, seperti Pantai Camplong. Pamekasan - Wisata Api Tak Kunjung Padam. Dan Sumenep – dengan Wisata Sejarah, seperti Kota Tua, Museum Keraton dan Wisata Alam, seperti Pantai Lombang dan Slopeng. Belum lagi keindahan alam kepulauan yang estetis dan syarat akulturasi budaya yang unik di Madura. Potensi-potensi itulah yang membuat Madura sangat siap untuk dijadikan daerah wisata, karena itu hanya sebagian kecil tempat-tempat wisata yang dimiliki oleh pulau Madura, bahkan masih banyak wisata yang cukup menarik dan juga banyak pengunjungnya. Tidak hanya Jawa atau luar Jawa, wisatawan luarnegeripun pernah menginjakkan kakinya di pulau Madura. “Sesuai dengan data dinas pariwisata bahwa hampir semua kota yang ada di Indonesia dan mancanegara juga pernah berpariwisata ke Pulau Garam ini”, begitulah ucapan Kepala Disparpora (Dinas Pariwisata Pemuda & Olaraga) Sumenep “Bambang Irianto” waktu berbincang bersama dikantornya.

Hal lain yang paling mendasar adalah ketika pariwisata sebagai objek mencari kepuasan diri untuk menempati tempat-tempat yang akan dituju, atau refreshing dari kesibukan sehari-hari. unsur yang paling tepat apabila tempat tersebut memiliki nuansa alamnya indah nan sejuk, damai, bersejarah, syarat hal-hal baru, memberikan ketenangan, dan bisa saja menakutkan. Namun disisi lain kesadaran masyarakat setempat juga sangat berpengaruh demi terciptanya pariwisata yang membuat kenyamanan, memberikan suasana bersahabat bagi para pengunjung. Karena itu akan berdampak besar, tatkala kesadaran masyarakat dapat menjaga, melindungi dan merawat pariwisata yang barangkali peduli terhadap kondisi potensi wisata di Madura. Jika hanya sosialisasi dan pemberitahuan saja yang dilakukan oleh pemerintah sebagai cara membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat yang berada di sekitaran daerah wisata. Saya kira hal itu tidak terlalu berdampak besar. Karena banyak masyarakat berfikir, bahwa pemerintah atau dinas terkait kurang maksimal dalam melakukan sosialisasi dan menanamkan pemahaman bahwa menjaga, melindungi, dan merawat daerah wisata dapat menguntungkan bagi semua pihak, dan membuat tempat tersebut dikenal baik dan ramah bagi pengunjung lainya. Sehingga daerah tersebut terpromosikan dengan sendirinya, sebagai daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Namun mengatasi persoalan diatas, tidak semudah yang diharapkan. Begitu banyak kendala bisa diatasi dengan sebuah solusi-solusi yang pragmatis. Artinya, perlu kesadaran yang sungguh-sungguh memang peduli, dan perlu kesabaran dalam memulai menanamkan pemahaman mengenai kesadaran untuk membagun kebaikan bersama. Adakalanya pikiran-pikiran pragtis hanya mencari sebuah keuntungan-keuntungan sementara yang diutamakan. Sehingga menyebabkan keadaan semakin memburuk. Selain itu, potensi wisata yang dimiliki Madura juga menjanjikan untuk dijual apalagi dengan potensi yang dimilikinya cukup besar, akan tetapi sejauh ini yang tidak bisa terlewatkan yaitu, masih perlu adanya banyak pembenahan, pengembangan dan promosi yang baik dalam segala hal, demi kemajuan industri pariwisata yang ada di pulau Madura. Artinya apa, pariwisata yang ada harus punya nilai dan juga harus ada target ke depan. Sebagai bentuk rencana pembangunan dan agenda pengembangan. Tidak hanya dipikirkan dikaji, dirapatkan, tapi juga harus direalisasikan.

Siap tidaknya apabila wisata tersebut dikelola dengan baik dan memiliki daya tarik terhadap pengunjung, target itulah untuk menarik para pengunjung tidak sekedar wisatawan domestik, tetapi juga wisatawan mancanegara. Sebagaimana diketahui wisatawan mancanegara sangat tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan budaya-budaya tradisional, alam dan kesenian-lokalitas. Wisatawan akan langsung bersosialisasi dengan masyarakat dan dapat mengetahui bagaimana alam, seni dan budaya disetiap daerah wisata yang dikunjunginya. Oleh karena itu sangat perlu adanya “Pengembangan Potensi”, disisi lain akan berdampak positif terhadap masyarakat sekitar maupun Pemerintah Daerah. Lantas apakah kita hanya menunggu dan berdo’a saja. Untuk menunggu semua itu terealisasi dan tiba-tiba selesai. Mungkin memulai dari hal kecil dan menyadarkan diri sendiri pada berbagai macam persoalan akan membantu hal-hal tersebut dapat teralisasikan. Karena semuanya berkesinambungan dalam satu-kesatuan entitas yang dinamakan kehidupan.

Prinsipnya kebudayaan berjalan dinamis, tidak ada yang statis. Segala kemungkinan bisa terjadi pada kebudayaan. Terkadang maju atau mundur, mengalami perluasan atau penyempitan, bahkan bertahan (survival) atau invasi. Semua sifat kebudayaan akan begitu nampak tatkala berhadapan dengan pariwisata. Karena hal itu berpengaruh baik secara langsung ataupu tidak. “Tidak Ada Yang Pasti Didunia Ini”, selama kita belum mencoba dan hal itu bukan menjadi alasan untuk kita pesimis terhadap perkembangan pariwisata diMadura.

Parawisata pada gilirannya bergeser untuk melibatkan kepentingan manusia, yang pada tingkatan tertentu cenderung lebih bertentangan dengan kebudayaan. Upaya-upaya ekonomi mendorong setiap daerah berlomba untuk melibatkan kebudayaan masuk ke dalam industri pariwisata. Sehingga kapitalisasi dan komersialisasi yang berujung pada eksploitasi dan eksplorasi berlebih yang dilatar belakangi mencari keuntungan-keuntungan pribadi. Bakalan menjadi permasalahan yang perlu diawasi. Jangan sampai ada pihak-pihak atau oknum-oknum yang memanfaatkan permasalahan dan kesempatan ini sebagai tempat untuk mencari keuntungan pribadi. Perlu pengawasan dari pihak masyarakat dan pemerintah, sehingga komunikasi antarduabelah pihak sangat penting dan begitu fundamental.

Setiap daerah memiliki agenda atau citra tersendiri untuk menarik wisatawan mancanegara. Ada Solo dengan Spirit of Java, Jogja melalui Never Ending Asia, Jember mengadakan Jember Fashion Carnaval (JFC), melekat slogan Everyday Is Sunday In Bali, dan Semarang Pesona Asia (SPA) di Semarang. Meskipun SPA banyak yang menilai mengalami kegagalan, namun idenya cukup bagus untuk menarik wisatawan mancanegara. Sedangkan Madura masih belum melakukan atau membuat branding daerahnya sendiri. Sampai saat ini, saya sendiri belum mendengar agenda pariwisata di Pulau Madura. Masing – masing kabupaten di Pulau Madura bergerak sendiri. Tanpa kerjasama yang semakin membuat pariwisata Madura kurang greget. Individualisme daerah yang semakin merugikan banyak pihak, masih menjadi latar belakang permasalahan ini. tapi semua itu mungkin akan menjadi sebuah pilihan. Apakah ingin berubah menjadi lebih baik, atau tetap seperti ini.

Seandainya keempat kabupaten mau dan mampu bekerja sama dalam menyelenggarakan agenda pariwisata, hal tersebut dapat memberikan tujuan wisata tahunan atau mungkin bulanan. Madura sendiri juga tidak bisa dipisahkan dengan empat kabupaten begitu saja. Mereka adalah entitas budaya yang memiliki persamaan dan kaya akan perbedaan yang membuatnya semakin menarik untuk dikunjungi. Dengan karakteristik iklim, watak, budaya, sejarah, dan alam yang dimiliki dan yang menjadi ciri khas Madura membuat pulau ini memiliki nilai lebih. Jika empat kabupaten bergotong-royong membahagiakan dan membangun pariwisata demi masyarakat Madura dan terlebih Indonesia. Secara tidak langsung, akan meningkatkan perekonomian masyarakat Madura. Mungkin kita akan mengenal Madura dengan slogan Bravery of Indonesian atau The Challenge Island.

Dampak Adanya Pariwisata di Madura

Pariwisata selain menyuguhkan estetika, juga mempunyai nilai tawar yang begitu tinggi. Selain itu, pariwisata juga menjadi suatu perdagangan di kancah dunia agar bisa memperkenalkan negaranya. Dimana adanya suatu tempat yang dijadikan objek pariwisata, maka tidak akan terlepas dari adanya suatu dampak. Baik dampak positif maupun dampak negatif. Ini yang akan jadi pokok perbincangan dalam mengelola suatu pariwisata. Pariwisata akan memberikan dampak terhadap lingkungan sekitar. Gee dalam bukunya yang berjudul The Travel Industry mengatakan bahwa “Pengembangan pariwisata dan meningkatnya kunjungan wisatawan memberikan dampak atau pengaruh yang positif maupun negatif”.

Dampak positif pariwisata terhadap kebudayaan menunjukkan suatu keselarasan yang mengatakan “Pariwisata Untuk Kebudayaan”. Artinya, adanya suatu pariwisata akan menghasilkan suatu dampak yang begitu signifikan terhadap kemajuan suatu budaya, serta memperkokoh budaya yang ada di Indonesia. Disamping itu, pariwisata akan memberikan suatu kontribusi yang begitu besar terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Hal ini seperti diucapkan H. Ali, pengelola Pariwisata Api Tak Kunjung Padam Pamekasan yang menyatakan karena adanya pariwisata, masyarakat bisa mencari nafkah. “Masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari wisata Api Alam ini tanpa dipungut biaya dari pemiliklahan,” ungkap orang yang dipercaya H. Syaad pemilik lahan untuk mengelola Api Tak Kunjung Padam.

Secara tidak langsung dengan adanya suatu pariwisata akan memberikan suatu lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya pariwisata yang sudah terkenal, maka harga jual tanah yang ada disekitar akan menjadi mahal. Bahkan apabila orang yang punya lahan tidak mau menjual mereka bisa membagi hasil dengan orang yang membutuhkan, bahkan masyarakat juga bisa ikut andil dalam mengelola lahan tersebut.

Selain memberikan dampak yang positif, pariwisata juga akan menimbulkan suatu dampak negatif. Ini semua akan terjadi ketika masyarakat dan pengelola tidak hati-hati dalam mengelola pariwisata.

Terkadang banyak investor asing yang ingin mengelola dan mengambil keuntungan yang lebih besar. Selain itu, masyarakat cuma akan dijadikan pekerja dengan gaji yang tidak seberapa. Selain memperkerjakan masyarakat sekitar, investor asing terkadang akan sering menyalahgunakan wewenang. Dengan mendatangkan produk luar negeri dan menghilangkan apa yang menjadi budaya kita. Baik dari segi pakaian, cara kita beradab dengan sesama, bahkan dalam tatanan bahasa pun dibawa ke indonesia. Yakni lewat pariwisata yang dikelolanya.

Setiap pengelola obyek wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Tetapi, ada hal-hal yang harus diperhitungkan. Apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman. Sehingga, pada akhirnya akan terbentuk garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu banyak.

Menurut juru kunci Gunung Geger Bangkalan, yang harus diperhatikan adalah anak muda masa kini yang sering menyalahgunakan tempat pariwisata, dengan menjadikan wisata tempat berpacaran, tempat bolos sekolah dan yang lebih parah lagi menjadikan pariwisata tempat mesum hanya untuk memenuhi hawa nafsu mereka.

Madura yang dikatakan pulau religi, karena banyak tokoh agama yang mempunyai peninggalan yang unik, bahkan penyebaran agama islam yang begitu pesat mempunyai kelebihan tersendiri, dan masyarakat yang begitu kental dengan keagamaannya. Kita tahu bahwa wisata religi ini yang menjadi kunjungan pertama ketika orang hendak berziarah. Terutama ketika hari besar islam seperti bulan syawal, hari raya, dan ketika punya hajat untuk ziarah, maka tempat wisata religi ini akan menjadi ramai. Contohnya di makam Mbah Kholil Bangkalan, Batu Ampar Pamekasan, Asta Tinggi Sumenep dan Sayyid Yusuf Talangoh Sumenep, tempat pemakaman ini akan ramai seketika. “Yang menjadi pengunjung kebanyakan dari Madura, Jawa, dan bahkan luar jawapun banyak berdatangan. Maksud dari tujuan para peziarah ini berbeda-beda. Ada yang hanya ingin tahu, mencari barokah, dan punya hajatan,” ujar Nono, juru kunci Asta Gumuk Brambang Sumenep.

Dengan banyaknya wisatawan yang datang, maka ini akan memberikan respon yang begitu besar terhadap Madura. Ini tergantung kepada masyarakat dan pihak pengelola bagaimana menjaga dan memberi respon terhadap tempat wisata yang menjadi kunjungan wisatawan tersebut. Dampak positif yang diberikan oleh pariwisata religi ini, yaitu masyarakat bisa menjual makanan-minuman, baju, dan banyak lagi lainnya. Ini akan mengangkat perekonomian masyarakat sekitar. Selain membuka lapangan pekerjaan, wisata religi juga memberikan suatu wawasan terhadap wisatawan dengan beragam cerita-cerita sejarah. Serta bagaimana berinteraksi dengan sesasama, mempererat tali persaudaraan antara masyarakat dengan pengunjung.

Selain respon yang positif maka akan timbul respon yang negatif. Dampak negatifnya mencari pesugihan dengan cara bertapa dan menggunakan keris, bahkan untuk mendapatkan ilmu kekebalan tubuh. Selain itu, banyak masyarakat yang berlebihan dalam mencari peruntungan dengan meminta-minta. Dan ini sudah banyak terjadi di tempat-tempat wisata religi di Madura. Masyarakat beranggapan tanpa bekerja keras dan hanya minta-minta akan memberi rezeki yang banyak dan berharap orang yang datang marasa iba.

Selaian wisata religi, yang akan dibahas adalah wisata alam. Karena kita tahu bahwa Madura juga banyak menyimpan wisata alam yang mempunyai nilai tawar yang menggiurkan. Kita ulas dari kabupaten paling timur, Sumenep dengan pantai lombeng. Setelah itu kita beralih pada Kabupaten Pamekasan, dimana dikota ini banyak terdapat wisata alam baik yang terexpose dan yang belum terkelola dengan baik seperti, Talang Siring, Api Abadi dan Pantai Jumiang. Selanjutnya Kabupaten Sampang, yang kaya akan wisata alam seperti, Pantai Camplong, Air Terjun Toroan dan Waduk Klampis. Terakhir Kabupaten Bangkalan. Kota Bangkalan ini juga menyimpan banyak wisata alam yang indah. Pesona pesisir pantai dibalik jembatan suramadu, Mercusuar, Pantai Rongkang dan lain-lain.

Semua itu adalah keindahan wisata alam yang ada di Madura. Tapi, semua itu akan berpengaruh terhadap masyarakat dan dapat menimbulkan dampak, baik dampak positif dan negatif. Itu tidak terlepas dari banyaknya wisatawan yang datang. Serta penanggulangan pemerintah terhadap wisata alam agar menjadi lebih menarik, dan indah. Sehingga, wisatawan bisa merasa lebih nyaman melihat keindahan pawisata.

Dampak positif yang akan didatangkan oleh wisata alam ini, tidak jauh berbeda dengan dampak positif wisata religi yakni meningkatkan perekonomian bagi masyarakat Madura. Misalnya, masyarakat bisa mendapatkan lapangan pekerjaan dan dapat mencari peruntungan. Disamping meningkatkan perekonemian masyarakat Madura, pengembangan fisik dari pariwisata adalah meningkatkan peluang bagi masyarakat untuk bisa memperluas pemukiman, prasarana pariwisata, areal lahan pariwisata serta turut melestarikan budaya. semua itu terjadi di setiap orang banyak yang membuat lahan di pinggir pariwisata. Contohnya di Api Abadi banyak masyarakat yang membuat lahan di sekitar tempat wisata. Serta membangun sarana-prasarana yang dibutuhkan oleh wisatawan.

Tapi dengan adanya dampak positif tadi, maka muncul beberapa permasalahan sehingga menimbulkan dampak yang tidak terlalu diinginkan baik masyarakat maupun pengelola wisata. Contohnya ketika kita melihat permasalahan yang ada di kota Pamekasan yakni Api Abadi. Tempat wisata tersebut menyimpan banyak permasalahan. Akses jalan menuju lokasi wisata rusak parah dan tidak layak untuk dilewati kendaraan. Dengan jalan yang rusak parah, wisatawan yang berkunjung semakin menurun. Selain itu, pemerintah dengan pemilik lahan bersitegang karena pemerintah sempat ingin mengambil alih pengelolaan. Namun, pemilik lahan tetap tidak ingin Api Abadi dikelola pemerintah. Alasannya, pemilik lahan khawatir pemerintah akan mencari keuntungan yang tidak memihak pada masyarakat setempat. “Maka dengan bersitegangnya tadi akan menimbulkan suatu dampak yang negatif terhadap objek pariwisatanya. Seperti bangunan yang sudah tidak terawat. Sangat disayangkan masyarakat tidak mau tahu dengan perkembangan api alam. Masyarakat hanya mengambil keuntungan dari api alam,” ujar H. Ali.

Menggugah Mayarakat Madura Akan Pariwisata

Salah satu yang paling menarik, ketika Madura dikenal dengan segudang predikat; sebut saja sebagai pulau santri, pulau pesantren, pulau garam. Banyak orang beranggapan bahwa Madura pulau yang sangat strategis untuk dijadikan pariwisata. Akan tetapi, disisi lain banyak hal yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa masyarakat Madura masih kurang sadar akan pariwisata. Padahal pertumbuhan pariwisata saat ini sudah meningkat, bahkan salah satu organisasi di dunia “World Tourism Organizations (WTO) ” mencatat pariwisata telah mampu memberi sumbangsih terhadap pandapatan negara lebih dari US$ 3,5 trilyun atau 6 % dari pendapatan kotor dunia .

Madura dengan kondisi potensi yang beranekaragam sangatlah memungkinkan untuk dijadikan sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW), karena kekayaan inilah yang akan menjadi magnet untuk wisatawan berkunjung ke Madura.

Masyarakat Madura punya peran penting dalam mewujudkan sadar akan wisata, namun semua itu masih jauh dari harapan. Sesuai dengan data dilapangan, banyak pariwisata yang masih belum terawat, baik itu dari pihak pemerintah ataupun masyarakat setempat. Contoh, pantai Camplong, ada banyak kotoran kambing yang berserakan disekitar pantai, dan kemudian juga seperti pantai Lombang yang berujung konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Hal itu berindikasi bahwa masyarakat dan pemerintah belum seutuhnya sadar akan wisata. Banyak masalah yang seharusnya itu tidak perlu dilakukan dan akan berdampak semakin memperlihatkan ketidaksanggupan dalam mengembangkan kepariwisataan daerah, khususnya di pulau Madura.

Melihat realita kesadaran masyarakat Madura yang masih minim. Hal serupa tidak hanya di pantai camplong atau di pantai lombang, ada banyak wisata yang belum tersentuh dan terawat. Persoalan-persoalan seperti ini akan mengakibatkan kendala yang berkepanjangan untuk menjadikan Madura sebagai Daerah Tujuan Pariwisata (DTW). Abdul Kholiq sebagai masyarakat Madura menegaskan tidak adanya korelasi dari pihak pemerintah untuk sama-sama mengembangkan dan peduli terhadap pariwisata. “Masyarakat beranggapan pemerintah hanya memiliki kepentingan pribadi tanpa harus melibatkan masyarakat setempat sebagai lajur majunya pariwisata, karena itulah masyarakat Madura kurang sadar akan pariwisata,” ujar bapak berputra tiga.

Sebenarnya apa yang dikemukan diatas, bukan persoalan signifikan untuk tidak sadar akan pariwisata. Padahal kalau melirik Undang-Undang No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, memberikan definisi “wisata” adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara, dan “pariwisata” adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

Jika demikian, masyarakat Madura perlu meningkatkan SDM sadar akan pariwisata. Apalagi potensi-potensi yang dimiliki pulau Madura menyebar di empat kabupapaten; Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.

Keindahan, keunikan dan keaslian pulau Madura yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, tidak sejalan dengan kesadaran masyarakat Madura akan pariwisata. Buktinya banyak wisata-wisata yang masih belum terawat dengan baik, padahal hal ini merupakan asset paling besar untuk dijadikan sebagai kekayaan Madura, baik dibidang kepariwisataan ataupun kebudayaannya.

Dalam hal ini masyarakat Madura tidak hanya sekedar sadar akan pariwisata, akan tetapi bentuk konkrit paling mendasar yang harus dilakukan, mengenai terciptanya Madura sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Salah satunya dengan menjaga, melestarikan kemudian yang paling penting adalah dengan mengembangkan wisata tersebut.

Sejauh ini mengapa wisata yang ada di pulau Madura tidak semaju daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Misalnya, DIY atau Bali yang menjadi pusat pemerhati wisatawan mancanegara untuk berwisata, selain dari itu masih banyak daerah-daerah kecil yang menjadi pusat perhatian pula. Mengapa hal itu terjadi? Dan mengapa Madura masih jauh dari harapan itu?

Semua akan terjawab, apabila masyarakat Madura yang terdiri dari empat kabupaten sadar akan wisata, lebih mengoptimalkan peningkatan kemajuan wisata, merawat dan melestarikan untuk senantiasa terwujudnya Madura sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Berangkat dari kesadaran masyarakat Madura, termasuk dalam mengembangkan sektor pariwisata yang itupun bertujuan untuk masyarakat Madura sendiri. Manfaat bagi masyarakat Madura tidak hanya dinikmati oleh satu pihak saja, melainkan jika masyarakat Madura sungguh-sungguh meningkatkan kesadarannya, hal yang demikian akan berdampak baik terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Madura, dan juga mengurangi pengangguran yang selama ini menimpa pulau Madura.

Karenanya, pemerintah sebagai fasilitator sekaligus regulator secara aktif dapat melakukan kerjasama yang menguntungkan dengan pihak-pihak terkait dalam pengembangan dan promosi pariwisata Madura, dan bentuk kesadaran masyarakat dengan merawat, menjaga, melestarikan. Menjauhi dari segala bentuk kerusakan, kotor, tidak nyaman. Dengan tidak mendiskriminasikan masyarakat sebagai unsur terbelakangkan yang memiliki peran penting untuk keberlangsungan kepariwisataan di Madura.

Dengan demikian pariwisata pulau Madura, meliputi dari empat kabupaten yang ada khususnya kabupaten Bangkalan, Sampang, pemekasan, Sumenep. “Sebab hal itu menjadi fondasi utama, dimana tidak hanya pemerintah saja yang mengekspose dan mengembangkan, di lain pihak juga masyarakat perlu sadar akan pariwisata,” ujar Disparpora Sampang.

Dalam Tanda Tanya

Potensi wisata, sederhananya bisa di definisikan sebagai kekayaan wisata yang tidak semua daerah memilikinya. Madura, tidak hanya sebatas orang-orang menyebutnya sebagai pulau garam. Tetapi bahwa Madura sangat potensial untuk dijadikan kota wisata, dan tidak kalah hebat jika dibandingkan dengan kota-kota yang sudah maju. Seperti, Jogja, Bali, Lombok dan lain sebagainya.

Sejak diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka berbagai upaya pengembangan potensi daerah menjadi menarik dan bahkan banyak dibicarakan serta diupayakan oleh berbagai pihak untuk didayagunakan semaksimal mungkin. Semua sektor dicari kemungkinan untuk dapat dikembangkan sedemikian rupa, sehingga memberikan kontribusi terhadap suksesnya implementasi roda pemerintahan. Hal ini juga terjadi pada dunia pariwisata, khususnya wisata yang ada di Madura.

Kelestarian wisata dan budaya mustahil dicapai tanpa adanya pengelolaan yang baik. Sebut saja Madura. Buruknya pengelolaan wisata di Madura, terlihat dari kurangnya pemerintah daerah sebagaimana menjalankan tugas dan fungsinya. Misalnya, Gunung Gegger (Bangkalan), pantai Camplong (Sampang), pantai Jumiang (Pamekasan) dan Kota Tua (Sumenep). Itu hanya sebagian kecil potret pemerintah dalam mengelola wisata belum di fungsikan dengan baik, masih banyak kotoran-kotoran yang berserakan disekitar wisata tersebut, ada pula yang masih bermasalah dengan masyarakat setempat mengenai lahan, dan juga akses jalan menuju wisata terdapat gangguan lorong yang berlubang, seperti halnya wisata Api Tak Kunjung Padam.

Berdasarkan contoh di atas, pemerintah tidak kemudian lepas tangan untuk memperbaiki dan mengelola wisata yang seharusnya tanggung jawab pemerintah, sebab pemerintah daerah adalah sebagai gardah terdepan untuk pengelolaan pariwisata di Madura, mengingat kesadaran masyarakat untuk sadar akan wisata masih rendah. Maka semestinya dari bingkai implementasi otonomi daerah, pendelegasian berbagai kewenangan kepada pemerintah daerah termasuk urusan kepariwisataan sudah selayaknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dalam artian haruslah dikelola secara efektif dan sistematik baik dijajaran pemerintahan maupun masyarakat pengelola aset pariwisata.

Dalam pengelolaan ini; pemerintah tidak bisa menunggu lagi, mengingat akan pariwisata di Madura sangat tertinggal ketimbang di kota-kota lain. Padahal wisata yang ada di Madura juga tidak kalah bagusnya, oleh sebab itu perlu adanya pengelolaan yang bisa memberikan dampak baik terhadap pelestarian wisata.

Sebenarnya kalau melirik kekayaan wisata di Madura. Lagi-lagi Madura sangat memiliki potensi wisata tersebut, sebab jika dicermati dengan seksama dapat didekati dari berbagai aspek, seperti aspek ekonomi, sosial budaya, aspek fisik, aspek politik, sumberdaya alam dan manusia serta lainnya. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan bidang pariwisata, berbagai potensi tadi merupakan aset jika dimanfaatkan dengan baik akan mampu meningkatkan performance pengelolaan kepariwsataan secara maksimal dan tanpa mengesampingkan lokalitas yang sudah ada.

Adapun menyimak pengalaman pengelolaan wisata di Madura sekarang ini, bahkan dalam bentuk pengembangan pariwisata yang ada, masih banyak berbagai kendala yang menyebabkan pengelolaan wisata di Madura tidak optimal, dan juga tantangan ke depan untuk pengelolaan yang baik, diantaranya:

• Kesadaran masyarakat Madura yang masih rendah; dalam ha ini, keterlibatan masyarakat Madura sangat mendukung demi terciptanya pariwisata yang memilik nilai tawar ke depan dan juga sebagai objek wisata. Selama ini kurangnya masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan, pengelolaan serta pemeliharaannya. Potensial tidaknya suatu pariwisata, itu akan dilihat dari kesanggupan masyarakat dan juga minimya fasilitas dari pihak terkait. Apabila dari unsur ini tidak terpenuhi, bisa jadi menyebabkan perkembangan pariwisata tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, masyarakat setempat haruslah diberi akses atau fasilitasi untuk siap dilibatkan atau terlibat dalam pengembangan, pengelolaan, serta pemanfaatan obyek yang ada sebagai partisipan aktif bukan sebagai penonton pasif. Tentu banyak hal yang menguntungkan pengembangan kedepan jika peran serta masyarakat ditetapkan menjadi pertimbangan.

• Premanisme yang masih ada diberbagai objek wisata; tentu ini akan menyebabkan wisatawan merasa terganggu. Rudi, salah satu pengunjung yang kebetulan menceritakan aksi kejahatan premanisme, saat dia mengunjungi pantai Jumiang yang ada di Pamekkasan, dia telah menjadi korban pemaksaan untuk dimintai uang. Singkat cerita, akhirnya dia tetap memberikan uang tersebut untuk dibelikan minuman. “ujar Rudi dengan raut muka yang pucat ketakutan. Maka dari itu, pemerintah harus cerdas dalam menangani premanisme yang akan mengakibatkan terganggunya eksploitasi pengembangan objek pariwisata.

• Nilai tambah rendah. Hal ini berkait dengan kreativitas, inovasi dan kurangnya kemampuan interpretasi peluang. Dalam banyak pertimbangan pengembangan pariwisata, terkadang tidak disadari bahwa sebenarnya ada aset wisata yang jika dikelola dengan baik akan memiliki nilai tambah yang menggiurkan. Namun kenyataannya masih ada beberapa aset atau obyek yang saat ini kondisi nilai tambahnya masih rendah sehingga kurang mendapat perhatian. Hal ini tentunya tidak luput dari kurangnya kreatifitas, inovasi, serta interpretasi yang dimiliki baik oleh pemerintah, pelaku maupun masyarakat sendiri.

• Kesalahpahaman yang terjadi dari berbagai pihak pemerintah dan masyarakat; Seiring dengan berbagai masalah yang ada, termasuk didalamnya permasalahan yang sering dibicarakan dari berbagai media, sengketa lahan yang dilakukan pihak pemerintah dan masyarakat setempat, seperti di Pantai Lombang, salah satu contoh yang bisa dijadikan cerminan ke depan. Sebagai dampak dilaksanakannya otonomi daerah, Jika hal semacam itu terjadi secara berkelanjutan maka bukannya tidak mungkin pengembangan kepariwisataan daerah menghadapi dilema yang kurang menguntungkan. Untuk mengeliminir terjadi trend itu, maka perlu kiranya bagi pemerintah dan masyarakat, menyatukan atau setidaknya menyamakan persepsi dalam terwujudnya pengembangan pariwisata, sehingga hal itu tidak terulang kembali.

Tantangan-tantangan itulah yang seharusnya pemerintah bisa mengambil sikap cepat, terkait pengelolaan pariwisata dan pelestarian budaya ke depan. Jika semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka Madura tidak hanya sekedara dikenal dengan sebutan Pulau Garam, yang jelas akan banyak pengunjung baik itu dari wisatawan domestik maupun manca Negara. “ungkap salah satu Dosen Ekonomi Universitas Trunojoyo Madura, yang tidak mau disebut namanya.

Dalam hal ini pemerintah juga bisa melakukan trobosan baru, terkait pariwisata dan budaya yang ada di Madura. Sebab apa yang dimiliki pulau garam ini, apalagi masalah wisata dan budaya; Madura sangat siap untuk dijadikan Daerah Tujuan Wisata (DTW), asalkan dalam pengelolaannya benar-benar dibenahi dan dikembangkan lagi. Menurut Dosen Ekonomi yang tidak mau disebutkan namanya, pemerintah juga harus besungguh-sungguh melakukan pempublikasian mengenai wisata, budaya ke arah yang lebih meningkatkan citra Madura. Dan juga sarana prasarana, yang menjadi modal utama. Agar para pengunjung yang datang tidak kecewa dan bahkan merasakan kepuasan tersendiri untuk menikmati indahnya panorama pariwisata yang ada di Madura.

Stereotipe Masyarakat Madura

Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam. Sehingga, tak jarang daerah-daerah di Indonesia banyak dijadikan tempat wisata. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pariwisatanya. Seperti halnya: Bali, Yogyakarta, Lombok, dll. Ketiga daerah ini menjadi tempat kunjungan wisata favorit oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

Berbicara mengenai wisata, ada berbagai potensi wisata yang ada di Madura. Keindahan, keunikan dan keaslian obyek, serta daya tarik wisata di Madura yang notabene berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Potensi tersebut memberikan pengaruh kuat dalam memberikan nilai tawar dan daya tarik untuk menjadikan Pulau Madura sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Wilayah Madura terbagi menjadi empat kabupaten. Diantaranya: Kabupaten Bangkalan; Sampang; Pamekasan; Sumenep. Berdasarkan hasil observasi, masyarakat hanya mengenal objek wisata tertentu di Madura seperti Kerapan Sapi, Jembatan Suramadu dan makam-makam ziarah. Hingga saat ini, ketiga objek wisata tersebut yang mendominasi ketimbang objek-objek wisata lainnya di Madura. Menurut penuturan Bapak Soni Budiharto SH., M.Si selaku pengamat pariwisata dan pemelihara perpustakaan kepurbakalaan Kabupaten Pamekasan, “masyarakat umum tidak banyak mengetahui selain ketiga objek wisata itu (Kerapan Sapi, Jembatan Suramadu dan makam – makam ziarah) dikarenakan pemerintah disetiap kabupaten di Madura kurang peduli terhadap pelestarian pariwisata yang berkembang di Madura belakangan ini. Tidak adanya hubungan timbal balik dari pemerintah maupun masyarakat membuat kesenjangan pariwisata semakin berlarut.” Soni mengaku, kesadaran wisata dalam hal pengelolaan dan pelestarian objek-objek wisata yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat masih belum maksimal. “Pemerintah maupun masyarakat hanya mengelola tempat-tempat wisata yang sudah matang atau terkelola dengan baik seperti Kerapan Sapi dan makam ziarah. Sementara, untuk objek wisata lain di Madura yang berpotensi untuk dikembangkan kurang begitu diperhitungkan,” ungkap pria asal Pamekasan tersebut. Masih menurut Soni, “Selain itu, media cetak maupun media elektronik jarang ada yang memberitakan tentang tempat-tempat wisata di Madura yang belum dikenal oleh masyarakat luas,” tambahnya.

Dari hasil penelusuran di lapangan, kebanyakan masyarakat luar hanya mengenal wisata yang berangkat dari stereotipe orang Madura. Saya mengunjungi berbagai tempat wisata di Madura dengan mengedepankan tempat-tempat wisata yang berpotensi untuk dikembangkan. Hanya saja selama ini masyarakat umum tidak mengerti tentang potensi yang ada di Madura. Mengupasnya secara terperinci mengenai gambaran umum pariwisata di Madura. Mulai dari sejarah, kondisi geografis, dan potensi wisata yang ada di Madura hingga permasalahan-permasalahan yang berkembang;


Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Bangkalan memiliki beberapa objek wisata menarik dengan cerita-cerita legenda yang patut dikenang. Gunung Geger, diceritakan bahwa Pulau Madura adalah pulau yang tak pasti, karena dahulu Pulau Madura sifatnya tak menentu. Jika laut pasang, Madura tidak terlihat dan begitupun sebaliknya. Orang dulu mengira Madura berada didekat puncakala Gunung Bromo. Sekitar tahun 929 Masehi, Ada suatu negara yang bernama Mendangkawulan yang terdapat sebuah keraton yang bernama Willing Wesi. 

Rajanya bernama Sanghiangtunggal. Kerajaan tersebut ada seorang putri yang bermimpi mulutnya kemasukan bulan. Tak lama kemudian, putri dari Raja Sanghiangtunggal hamil. Sang putri bingung akan kejadian yang menimpa dirinya. Raja marah setelah mengetahui putrinya hamil. Kemudian sang Raja menyuruh patihnya untuk membunuh sang putri. “Sebelum kamu membawa kepalanya kemari, jangan pernah balik ke sini,” perintah raja kepada patihnya. Seorang patih yang bernama Ki Pranggulang itu bingung. Tidak ada pilihan lain selain melaksanakan perintah raja. Begitu juga sang putri yang harus menerima nasib buruknya. Ki Pranggulang membawanya ke sebuah hutan, di sanalah Ki Pranggulang melakukan perintah raja. Ketika sang Patih menghunuskan pedang ke leher sang Putri untuk dipenggal, entah karena apa pedang itu terjatuh. 

Sang Patih berulang kali melakukannya, namun tetap saja pedang itu terjatuh. Kepatuhan Ki Pranggulang terhadap sang Raja berubah menjadi keyakinan, bahwa sang Putri tidak bersalah dan ada hal lain dibalik semua itu. Akhirnya, patih memutuskan untuk menyelamatkan sang putri. Dia membuatkan sebuah ghitek atau semacam sampan yang terbuat dari tumpukan bambu. Sang Putri diminta menaiki sampan buatannya, kemudian patih menendangnya. “Jika putri butuh pertolongan, hentakkanlah kaki ke bumi tiga kali. Maka, saya akan datang,” pesan Patih kepada Putri. Sampan si Putri mengarungi laut hingga akhirnya berhenti disebuah pulau kecil yang sekarang adalah Gunung Geger. Di tempat itulah putri meratapi nasibnya. Pada suatu hari, perut sang Putri terasa sakit seperti ajal akan menjemputnya. Ia masih ingat pesan Patih untuk menghentakkan kakinya jika membutuhkan pertolangan. Sang Putri melakukannya. Tak lama kemudian, patih datang di hadapan sang Putri dan memberitahu kalau putri akan melahirkan. Pada saat itu juga, lahirlah seorang anak laki-laki rupawan dan seketika Patih menghilang. Patih sering datang untuk membawakan makanan dan buah-buahan. 

Anak putri tersebut diberi nama Raden Segoro. Konon, setiap orang yang berlayar melewati pulau itu ketika malam hari seperti melihat sebuah cahaya bulan. Mereka terkejut bahwa cahaya bulan yang mereka lihat berasal dari Raden Segoro yang rupawan. Biasanya mereka singgah di pulau untuk selametan dan memberi hadiah kepada Raden Segoro. Setelah Raden Segoro berumur dua tahun, Ia sering bermain di tepi laut. Pada suatu hari, Raden Segoro melihat ular naga yang muncul dari laut seakan mengejarnya, dari kejadian itu Raden Segoro menceritakannya kepada ibunya, putri pun resah mendengar cerita tersebut, dari itu putri memanggil patih dan menceritakannya kepada patih tentang kejadian yang menimpa anaknya. Lalu patih mengajak Raden Segoro ke tempat kejadian, tak lama kemudian dua ular naga itu muncul dan patih memerintahkan untuk menangkap dua naga tersebut dan membantingnya ke tanah. Raden Segoro masih ragu, namun karena itu perintah Raden Segoro Ia pun melaksanakannya. Jadilah dua ekor naga tersebut dua bilah tombak. Diberilah nama dari dua tombak tersebut, Nenggolo dan Aluquro. 

Suatu ketika kerajaan mendangkawulan berperang dengan musuh dari China, karena perang tersebut, penduduknya hampir habis sebab kalah. Raja bingung dan pada suatu saat Raja bermimpi didatangi orang tua, lantas berkata dalam mimpinya “kalau engkau ingin menang dari perang ini, disebelah pojok barat daya dari keraton ini ada seorang anak bernama Raden Segoro, mintalah pertolongan kepadanya.” Keesokan harinya Raja memanggil pepatihnya untuk menjemput anak yang bernama Raden Segoro ke Lemah Dhuro yang artinya tanah yang tidak sesungguhnya atau disebut Madura. Pepatihpun berangkat melaksakan perintah raja. Sesampainya di Madura, patih tersebut bertemu dengan Raden Segoro lantas menyampaikan salam raja, kalau Raden Segoro diminta untuk membantu kerajaan itu dalam peperangan. 

Kemudian Raden Segoro sendiri meminta izin kepada ibunya, putri tersebut bingung dan memanggil Ki Pranggulang untuk menemani putranya dalam perang. Putri akhirnya mengizinkan Raden Segoro pergi. Berangkatlah Raden Segoro dengan membawa tombak yang bernama Nenggolo, Ki Pranggulang dan pepatih utusan raja. Dalam perjalanan itu Ki Pranggulang tidak terlihat kecuali Raden Segoro yang bisa melihatnya. Tibalah di sebuah kerajaan dan Raden Segoro langsung memerangi musuh dari China tersebut, dia hanya dengan mengarahkan tombak Nenggolo tepat pada tempat musuh China bersarang, maka akan banyak musuh yang mati karena mendadak sakit sehingga banyak musuh-musuh yang lari meninggalkan kerajaan Mendangkawulan. 

Dari peperangan itu Raden Segoro diberi nama penghormatan yaitu Tumenggung Gemet yang artinya adalah ketika musuh berhadapan dengannya, maka akan habis. Setelah itu raja mengadakan pesta besar-besaran. Akhirnya Raden Segoro pulang kembali pada ibunya, namun entah mengapa akhirnya keduanya sama-sama lenyap. Dari cerita itu sang putri dianggap sudah menebus kesalahannya.

Menurut seorang juru kunci, objek wisata ini pernah mendapat perhatian dari pemerintah. “Pemerintah akan melakukan perbaikan akses jalan menuju puncak bukit. Namun, sampai saat ini belum ada kelanjutan tentang pembangunan di sana,” ujar Juru Kunci Gunung Geger. Menurutnya, upah untuk juru kunci di sana tak sebanding dengan jasanya. Upah tersebut didapatkan dari kepala desa setempat.

Sampai saat ini, pemerintah belum bisa memastikan kapan akan dilakukan perbaikan akses jalan beserta pembangunan objek wisata. Masyarakat setempat sebenarnya menginginkan Gunung Geger menjadi objek wisata yang unggul di Bangkalan. “Jika tempat ini dikelola dengan baik, saya rasa tempat ini akan menjadi tempat wisata yang menarik perhatian dan ramai pengunjung, karena Gunung Geger merupakan aset bagi pemerintah,” ujar salah satu masyarakat setempat yang tidak mau disebutkan namanya. Untuk sementara ini, masyarakat umum hanya mengetahui tempat – tempat wisata tertentu saja yang berada di Bangkalan, contohnya seperti makam Syaichona Kholil atau makam Mbah Kholil. Menurut juru kunci, tidak banyak masyarakat yang mengetahui tempat-tempat wisata selain Mbah Kholil. Gunung Geger merupakan tempat wisata yang masih jarang diketahui masyarakat umum.“Wisata apa yang ada di Bangkalan selain wisata religi Mbah Kholil? Tidak ada,” masih menurut juru kunci, “Kalaupun ada, masih sedikit perhatian juga dari pemerintah,” ungkap Juru Kunci Gunung Geger tersebut.

Sejauh ini, pengunjung yang datang ke tempat ini tidak terlalu banyak. Menurut juru kunci yang kebetulan sebagai pengelola tersebut mengatakan, tidak ada perhatian lebih dari pemerintah yang menyebabkan Gunung Geger sepi pengunjung. Juru kunci Gunung Geger tersebut menerangkan bahwa tempat ini cukup ramai dikunjungi wisatawan ketika pada hari – hari tertentu saja. Biasanya pada hari libur sekolah dan hari libur kerja. Warga setempat membuka jasa parkir untuk para pengunjung yang ingin berwisata di sana, sedangkan untuk keamanan dapat dikatakan relatif aman – aman saja. Namun, kalangan remaja masih banyak yang belum mengetahui tentang cerita dan sejarah Gunung Geger. Muda – mudi yang berkunjung hanya untuk sekedar menikmati keindahan panorama yang memang memiliki keindahan alami. Akan tetapi, oleh para muda – mudi, tempat tersebut sering disalahgunakan. “Banyak para pengunjung khususnya remaja hanya menjadikan tempat ini untuk berpacaran dan ada yang sampai melakukan perbuatan asusila. Namun, hingga saat ini masyarakat belum ada yang mengerti tentang kejadian ini,” ungkap Juru kunci. Dengan adanya kejadian semacam itu, sang juru kunci lebih suka Gunung Geger sepi pengunjung dari pada ramai tapi tidak bisa menjaga kelestarian objek wisata. “Lebih baik sedikit tapi menjadikan kebaikan, daripada banyak tapi menjadikan kerusakan,” tambah sang juru kunci.

Sang juru kunci mengaku, memang tidak semua masyarakat melakukan kejelekan di Gunung geger tersebut, sebagian masyakat ada yang berkunjung untuk tujuan kemuliaan dengan berziarah di makam R.A Tunjung Sekar atau Potre Koneng. Makam yang terletak di sekitar Gunung Geger tersebut diyakini memiliki berkah yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. “Tempat ini sebenarnya punya potensi untuk lebih dikembangkan. Namun, yang saya lihat jauh sebelum saya berangkat ke tempat ini, tidak ada sesuatu yang menarik, hanya sekedar memiliki nilai sejarah. Selain itu tempat ini tidak dirawat dengan baik oleh masyarakat setempat maupun pemerintah,” ungkap Samsuri, salah seorang pengunjung wisata.

Bujuk Langgundi Kolla Al-Asror, Wisata Bujuk Langgundi merupakan wisata yang menurut sebagian masyarakat setempat jarang dikenal banyak orang, khususnya di Madura. Padahal, ditinjau dari tempatnya wisata tersebut sangat berdampingan dan memiliki cerita sejarah dengan makam Syaichona Muhammad Kholil Bangkalan.

Jika berbicara tentang wisata religi, Samsul Arifin salah satu warga setempat mengaku bahwa sampai saat ini kota Bangkalan terkenal dengan wisata religinya. Salah satu wisata religi yang dikenal masyarakat umum ialah makam Syaichona Muhammad Kholil atau orang – orang lebih akrab menyebutnya makam Mbah Kholil Bangkalan. Akan tetapi, terkadang masyarakat umum, khususnya di Madura sendiri hanya mengenal wisata tersebut karena memang makam Mbah Kholil dianggap memberikan pengaruh baik terhadap sebagian masyarakat umum, khususnya masyarakat Bangkalan. Sejatinya, Bangkalan mempunyai banyak wisata – wisata religi yang belum akrab terdengar oleh wisatawan. Salah satunya adalah Kolla peninggalan Kiai Asror Bujuk Langgundi, tepatnya di desa Ujung Piring kecamatan Bangkalan. Jarak yang ditempuh untuk menuju Bujuk Langgundi kira – kira sekitar 1 km dari lokasi makam Mbah Kholil. “Bujuk Langgundi ini adalah tempat pemandian Kiai Asror yang merupakan kakek dari Mbah Kholil,” ujar Ibu Taslima pemilik warung yang berada disekitar pinggir jalan dekat dengan pemandian Kyai Asror. Bujuk Langgundi tersebut sebenarnya masih ada kaitannya dengan cerita Mbah Kholil.

Sejak tahun 1970-an tempat ini menjadi perhatian orang – orang Jawa dan masyarakat sekitar Bangkalan. Namun, beberapa tahun belakangan tempat ini sepi dari para pengunjung atau peziarah. Semenjak adanya Jembatan Suramadu, Bujuk Langgundi mulai banyak mendapat perhatian kembali oleh masyarakat, dan masyarakat yang mengunjungi tempat tersebut semakin ramai. Menurut salah seorang pengelola pemandian Kiai Asror, Kolla tersebut adalah semacam waduk atau galian tanah yang di dalamnya terdapat sumber air. Menurutnya, Kolla tersebut dulunya merupakan tempat para santri – santri Kiai Asror mensucikan diri. Sepeninggal Kiai Asror, tempat ini semakin dilupakan dan tak terawat hingga bangunannya rata dengan tanah. Baru setelah keturunan ketiga dari Kiai Asror yaitu KH. Moh Kholil kolla Al-Asror tersebut digali kembali. Menurut salah seorang warga setempat, di sana masih terdapat bekas galian tanah dan nyaris tak terdapat sumber air satupun. Pada waktu itu, konon KH. Moh Kholil menancapkan sebuah tongkat ke dalam kolla dan setelah itu keluarlah sumber air dari kolla tersebut. Sepeniggal KH. Moh Kholil tempat itu kembali tak terawat. Baru di saat cucu KH. Moh Kholil yang bernama KH. Moh Kholil Yasin melakukan penggalian, sampai saat ini tempat tersebut dapat terpelihara dengan baik.

Pasca penggalian kembali oleh KH. Moh Kholil Yasin yang merupakan cucu dari KH. Moh Kholil tersebut, akhirnya Kolla Al-Asror ini terawat kembali dan saat ini Kolla Al-Asror Bujuk Langgundi cukup dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan pada hari – hari tertentu terutama jumat legi, tempat ini ramai dipadati pengunjung. Tujuan peziarah bukan untuk sebuah kemusyrikan, melainkan untuk memanjatkan doa demi mendapatkan kemuliaan dari sang kuasa. Sampai saat ini, tempat tersebut belum pernah disentuh atau dikelola oleh pemerintah. Untuk sementara ini dana yang didapat hanya dari para pengunjung yang menghibahkan sedikit uang untuk perawatan Bujuk Langgundi Kolla Al-Asror peninggalan Kiai Asror tersebut.

Belakangan ini menurut warga sekitar, sudah banyak orang yang mengetahui tentang keberadaan tempat ini. Bahkan wisatawan dari Bandung dan Kalimantan pernah datang ke Kolla Al-Asror tersebut. Sumber air yang terdapat di Kolla tersebut diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selain itu, Kolla Al-Asror mempunyai keunikan yang tidak lazim. “Meskipun musim hujan atau musim kemarau air itu tetap stabil. Sumber air tidak bertambah dan tidak berkurang,” ujar Nur Hasanah, pemilik warung yang berada di sekitar Kolla Al-Asror.

Setiap satu tahun sekali, masyarakat setempat biasanya mengadakan pengajian di Kolla Al-Asror tersebut. Menurut Nur Hasanah pemilik warung tersebut, sejauh ini akses jalan menuju Kolla Al-Asror cukup mudah. Pengunjung yang menggunakan sepeda motor, mobil dan bus pariwisata sudah disediakan tempat parkir. “Biasanya, pengunjung yang datang ke tempat ini harus terlebih dahulu datang menemui seorang juru kunci Ustadz Abdul Jalil seorang juru kunci,” ungkap Nur Hasanah.

Kabupaten Sampang

Kabupaten Sampang merupakan salah satu kota yang memiliki potensi wisata yang cukup besar, salah satunya Pantai Camplong. Pantai Wisata Camplong merupakan satu-satunya pantai yang dijadikan tempat pariwisata di Sampang. Redaksi akan mencoba menguraikan potensi Pantai Wisata Camplong beserta permasalahan-permasalahan yang berkembang. Pantai Camplong merupakan tempat wisata yang menawarkan keindahan alam dengan mengedepankan pemandangan pantai yang cukup luas. Pantai Camplong terletak di Desa Dharma Camplong, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang. Jarak yang ditempuh ± 9 km dari pusat kota. Lokasi pantai yang cukup strategis ini terletak di jalan utama yang menghubungkan Bangkalan dan Pamekasan, membuat Pantai Camplong selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan. Pada hari-hari libur sekolah atau libur kerja, pantai ini selalu dipadati pengunjung.

Pantai Wisata Camplong ini dulunya adalah milik pemerintah. Namun, pemerintah maupun masyarakat kurang menjaga dan mengelola Pantai Wisata Camplong dengan baik. Sehingga, pada tahun 2007 PT. Surabaya Inn Bestari tertarik untuk menanamkan modal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Kontrak perjanjian pengelolaan telah disepakati oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Sampang. Sampai saat ini, Pantai Wisata Camplong masih dikelola PT. Surabaya Inn Bestari dengan kontrak perjanjian selama 23 tahun atau baru akan berakhir pada tahun 2030 mendatang.

Kondisi Pantai Camplong saat ini telah dikelola dengan baik. Pedagang yang berjualan di sekitar pantai cukup tertata rapi sehingga membuat wisatawan merasa nyaman menikmati keindahan pantai. Selain itu, Pantai Camplong juga mempunyai hotel dengan bentuk bangunan unik sebagai sarana penunjang untuk memanjakan wisatawan yang ingin beristirahat. Jumlah pendapatan yang diperoleh dari wisatawan yang menyewa hotel Pantai Wisata Camplong tersebut berkisar 6 juta sampai 7 juta perbulan.

Menariknya, pada hari-hari tertentu pengunjung juga dapat menikmati wisata perahu layar serta atraksi wisata semalam di Pantai Camplong berupa pertunjukan seni dan hiburan rakyat seperti: Kerapan Sapi Pantai, Rokat Tase’ atau upacara petik laut yang diadakan setiap satu tahun sekali pada Bulan Maulid untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad dan pertunjukan Sapi Sono’ atau kontes kecantikan sapi. “Hal ini bertujuan untuk melestarikan budaya Madura agar wisatawan tidak hanya menikmati keindahan pantai saja. Namun, wisatawan juga ikut serta memelihara dan melestarikan budaya di Madura,” ujar Muhammad Ruki selaku Manajer Pemasaran Pantai Wisata Camplong. Selain itu, Pantai Wisata Camplong juga sering dijadikan tujuan bagi para pengusaha, pelajar, mahasiswa dan lain-lain untuk mangadakan kegiatan-kegiatan tertentu seperti rapat kerja, perkemahan dan lain-lain. Masyarakat mengaku, pantai tersebut memiliki keindahan pantai yang begitu luas. Sehingga, Pantai Wisata Camplong kerap dijadikan tempat untuk mengadakan kegiatan-kegiatan tertentu oleh para wisatawan.

Untuk rencana ke depan, pengelola Pantai Wisata Camplong akan melakukan penambahan fasilitas pantai secara bertahap. Dimulai dari perluasan lahan yang dibeli oleh Direktur PT. Surabaya Inn Bestari kepada masyarakat daerah sekitar pantai. Kemudian, pengelola pantai akan melakukan pembenahan pantai dengan meningkatkan aspek estetika agar Pantai Wisata Camplong lebih memiliki nilai tawar dikalangan wisatawan sebagai satu-satunya pantai yang menjadi tempat wisata di Kabupaten Sampang.

Berbicara mengenai pariwisata, pemerintah maupun masyarakat mempunyai hak untuk mengembangkan dan melestarikan pembangunan pariwisata dengan baik. Dalam kasus ini, berbagai permasalahan kerap kali terjadi antara pemerintah dengan pemilik saham dalam hal pengelolaan pariwisata. Seperti yang terjadi di Pantai Wisata Camplong saat ini. Permasalahan sengketa izin pemberhentian kontrak retribusi dari Hotel dan Pantai Wisata Camplong antara pemilik saham dengan pemerintah masih terus berlanjut. Noer Tjahya selaku Bupati Sampang digugat Direktur PT. Surabaya Inn Bestari, H Mohamad Asikin S.H. M.Si. Gugatan tersebut dilakukan lantaran terjadi pelanggaran kesepakatan antara Bupati Sampang dengan PT. Surabaya Inn Bestari dalam mengelola kawasan Hotel dan Wisata Pantai Camplong.

Pemutusan perjanjian sepihak menjadi sumber sengketa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan (SK) Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Sampang No:556/555/434.106/02011 yang telah memberhentikan kontrak retribusi Hotel dan Wisata Patai Camplong. Dalam perjanjian yang telah disepakati sesuai dengan peraturan Bupati Sampang No. 38 Tahun 2005 antara perjanjian Bupati Sampang dengan PT. Surabaya Inn Bestari No. 02 Tahun 2005 bahwa jangka waktu pengelolaan Hotel dan Pantai Wisata Camplong akan berhenti selama masa kontrak telah habis yakni 23 tahun mendatang. 

Menurut Ruki, permasalahan sengketa Pantai Wisata Camplong sudah berlangsung lama. Pemda Sampang ingin mengelola Pantai Wisata Camplong secara sepihak tanpa campur tangan pemilik saham. Namun, PT. Surabaya Inn Bestari menentang keras keinginan Pemda Sampang untuk mengambil alih Pantai Wisata Camplong karena dirasa Pemda telah melakukan pelanggaran kesepakatan. “Jadi, untuk apa ada perjanjian dalam Master Of Understanding (MOU) antara Pemda dengan PT. Surabaya Inn Bestari kalau saat ini Pemda bersikeras ingin mengambil alih pengelolaan Wisata Pantai Camplong? Hal ini jelas sangat merugikan PT. Surabaya Inn Bestari selaku pemilik saham,” ujar pria asal Sampang tersebut.

Ketidakadilan sangat dirasakan oleh H. Mohamad Asikin S.H. M.Si selaku Direktur PT. Surabaya Inn Bestari. Dalam kerjasamanya dengan Pemda Sampang, H. Mohamad Asikin telah menanamkan investasi sebesar 15 milyar yang dipergunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta gedung dengan segala fasilitasnya. Menurut kuasa hukum H. Mohamad Asikin, tindakan Bupati Sampang tersebut telah melanggar asas hukum dengan penyelewengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak antara Bupati Sampang dengan PT. Surabaya Inn Bestari. “Tindakan Bupati Sampang seperti itu, sewenang-wenang dan sepihak serta merupakan tindakan yang menciderai asas kepastian hukum,” ujar Hadi Pranoto, kuasa hukum Direktur PT. Surabaya Inn Bestari. Hadi Pranoto juga menggugat kembali Bupati Sampang terkait tindakan pelanggaran asas kepastian hukum. Sehingga dalam gugatannya, Hadi mengungkapkan bahwa dengan tidak memperpanjang izin usaha PT. Surabaya Inn Bestari, Noer Tjahya dianggap telah melanggar Undang-Undang yang berlaku serta Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) Untuk itu, Muhamad Asikin beserta kuasa hukumnya akan menuntut Noer Tjahya ke Pengadilan Tinggi Umum Negeri (PTUN) agar Bupati Sampang tersebut mau memberikan Surat Keputusan perpanjangan izin usaha dan menyatakan batal atau tidak sah atas surat pemberhentian kontrak dan retribusi dari Hotel dan Pantai Wisata Camplong.

Kabupaten Pamekasan

Jika di Bangkalan dikenal memiliki banyak objek wisata religi dengan cerita – cerita legenda masa lampau, Kabupaten Pamekasan sendiri memiliki beragam tempat potensi wisata, diantaranya; Pantai Talang Siring, Api Abadi, Museum Umum Mandilaras dan Pantai Jumiang. Keempat objek wisata ini memiliki keunikan yang berbeda dengan kabupaten lain di Madura. Pantai Talang Siring merupakan tempat wisata alam yang letaknya sangat mudah dijangkau. Karena letaknya yang cukup strategis inimembuat masyarakat banyak mengetahui tempat wisata tersebut. Letaknya dipinggir jalan raya, berdekatan dengan jalan lintas yang menghubungkan Pamekasan– Sumenepdengan waktu tempuh 15 menit dari pusat kota.

Kelebihan objek wisata ini terletak pada pemandangan laut di sisi sebelah kiri dan sisi sebelah utara.Kita dapat menikmati kesibukan para nelayan yang sedang menjaring ikan dengan menggunakan perahu tradisionalnya. Namun, saat ini pantai tersebut sudah jarang dikunjungi wisatawan. Alasan yang membuat pantai ini sudah jarang dikunjungi wisatawan karena kondisi pantai yang tidak lagi memberikan kenyamanan fasilitas ataupun infrastruktur bagi para wisatawan. Banyak bangunan–bangunan yang terletak di pantai rusak dan tidak layak pakai, seperti Gazebo dan Art Shop. “Tempatnya dipenuhi sampah dan membosankan, sehingga daya tarik pantai menghilang,” ujar Ibu Masini seorang pemulung yang tinggal di sekitar pantai, ketika ditanya penyebab kurangnya minat masyarakat mengunjungi Pantai Talang Siring.

Pemerintah sebagai pengelola wisata, baru akan memulai perencanaan untuk melakukan pembenahan. Pemerintah belum memberi kepastian konkret terkait waktu pantai tersebut akan dibenahi. Menurut pengakuan Faturrahman selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Pariwisata, proses pengembangan akan dilakukan mulai tahun depan. “Kami akan melakukan pengembangan Pantai Talang Siring sebagai obyek wisata ini pada tahun mendatang, dikarenakan anggaran yang didapat dari APBD pertahunnya sangat sulit,” ucap Faturrahman yang akrab disapa Mamang tersebut.

Anggaran tersebut nantinya akan dipergunakan untuk perbaikan sarana pantai sebagai langkah awal. Setelah pengembangan merata, pemerintah akan melakukan strategi promosi dengan cara destination branding sebagai media menarik perhatian masyarakat. Hal ini tentu tidak mudah dan membutuhkan proses waktu yang sangat panjang. Menurut penuturan masyarakat sekitar, pengunjung wisata pantai ini kebanyakan muda-mudi yang hanya berwisata untuk keperluan yang tidak baik. Misalnya berpacaran atau mesum di pantai. “Akibatnya, walaupun sebenarnya tidak semua muda–mudi melakukan hal tersebut, paling tidak akan membuat masyarakat umum menyalahartikan tempat wisata ini sebagai tempat wisata yang jorok dengan kelakuan anak muda yang tidak bermoral,” ujar Sumartini salah satu penjual kopi di pinggir pantai.

Api Abadi. Meninjau lebih jauh, yang akan kita kupas selanjutnya adalah Wisata Api Tak Kunjung Padam atau Api Abadi. Wisata Api Tak Kunjung Padam merupakan salah satu wisata yang termasuk kategori wisata alam di Pamekasan. Letak wisata yang mudah dijangkau dan tak jauh dari jalur utama Kota Pamekasan memudahkan para wisatawan menemukan tempat wisata tersebut.

Setiap harinya, Wisata Api Tak Kunjung Padam sangat ramai dikunjungi berbagai wisatawan yang berasal dari beraneka ragam daerah dan wilayah. Ada yang berasal dari Madura bahkan Pulau Jawa. Sebagaian besar para pengunjung datang bersama rombongan suatu desa atau wilayahnya dan ada juga yang bersama sanak saudara.

Wisata Api Tak Kunjung Padam atau bisa disebut sebagai wisata Api Abadi merupakan wisata favorit dikalangan masyarakat. Adanya unsur legenda yang berkaitan dengan sejarah menjadikan tempat ini sebagai tempat wisata alam yang memiliki daya tarik dengan mengandalkan keajaiban alam berupa api yang tak kunjung padam. Api ini berasal dari dalam tanah yang apabila digali akan muncul api dengan sendirinya. Selain itu, api tersebut juga tidak pernah padam meski terkena hujan ataupun air. Disebabkan, di dalam tanah mengandung gas yang cukup besar. Tetapi, masyarakat lokal mengaitkan keberadaan objek wisata tersebut dengan cerita legenda Ki Moko yang dianggap orang pertama yang menemukan api alam dan sumber air belerang di Dusun Jangkah. H. Ali selaku pengelola wista Api Abadi dengan senang hati menceritakan legenda tersebut kepada kami.

Kisah bermula dengan kedatangan seorang musafir yang berasal dari Palembang di Pamekasan untuk menyebarkan agama Islam. Musafir tersebut bernama Ki Moko. Ki Moko yang juga seorang penggembala kuda itu mempunyai kebiasaan memancing ikan. Suatu hari, Ki Moko sedang memancing ikan di suatu tempat yang saat ini menjadi bagian dari tempat wisata Api Tak Kunjung Padam. Ikan sejenis lele yang terpancing kemudian diambil salah satu matanya. Lalu mata ikan tersebut diletakkan pada ruas–ruas tongkat bambu miliknya. Ki Moko yang belum menikah, berkeinginan melamar Putri Palembang. Kemudian, Ki Moko meninggalkan Pamekasan dan menuju Palembang dengan menggunakan perahu melalui jalur laut. Ia juga membawa tongkat bambu yang terdapat mata ikan hasil pancingannya ke Palembang sebagai amanat lamaran. Sesampainya di Palembang mata ikan tersebut berubah menjadi emas. Setelah menikah, Ki Moko beserta istrinya kembali ke Pamekasan, tepatnya di Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan. Selang beberapa hari, Ki Moko berniat untuk memasak ikan. Namun tidak ada peralatan untuk memasak, sehingga tongkat yang berisi mata ikan tersebut ditancapkannya ke tanah. Tiba-tiba saja, tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah tersebut mengeluarkan api. Diduga tanah yang mengeluarkan api itu mengandung belerang, namun nyatanya hanya mengandung air.

Dari cerita inilah akhirnya, Api Abadi menjadi tempat wisata alam favorit yang memiliki daya tarik dengan mengandalkan keajaiban alam berupa api yang tak kunjung padam. Api ini berasal dari dalam tanah yang apabila digali akan muncul api dengan sendirinya. Selain itu, api tersebut juga tidak pernah padam meski terkena hujan ataupun air. Karena, kandungan yang terdapat di dalam tanah mengandung gas yang cukup besar.

Perlu diketahui, wisata api tak kunjung padam bukanlah milik pemerintah, melainkan kepemilikan pribadi. Hal ini jelas terbukti dengan adanya papan spanduk bertuliskan “Wisata Api Tak Kunjung Padam Bukan Milik Pemerintah”. Pemilik asli tempat wisata ini adalah H.Sya’ad. Beliau mantan kepala desa yang menjabat satu tahun lalu. Pemilik tidak berkenan bila pemerintah turut mengelola tempat wisata ini karena dirasa pemerintah mempunyai kepentingan-kepentingan lain yang tidak menguntungkan masyarakat setempat. Sehingga, pemilik bersikeras menyanggupi dalam pengelolaannya atas nama pribadi. Pemerintah membenarkan perihal kepemilikan objek wisata Api Abadi tersebut. “Memang benar, Api Abadi ini milik H. Sya’ad. Kami sudah mencoba berulang kali untuk bekerjasama dengan pemiliknya. Tapi, sang pemilik tidak menginginkan Api Abadi dikelola pemerintah. Maka dari itu, kami memasang papan pengumuman untuk menghimbau masyarakat dan pejabat – pejabat luar daerah bahwa, Api Abadi ini bukan milik pemerintah,” ujar Pak Mamang.

Akses jalan masuk wista sebagai prasarana penunjang menjadi sorotan. Letak geografis wisata ini cukup mudah dijangkau. Hanya saja, jalan untuk memasuki wilayah wisata rusak parah dan tidak nyaman untuk dilewati. Pokok permasalahannya terletak pada pendapatan pengelolaan wisata yang harus dibagi dua, antara Bupati Pamekasan dengan pemilik tempat wisata. Pada saat itu, Bupati meminta pendapatan separuh dari satuan persen kepada pemilik. Namun pemilik tidak mau memberi kesepakatan, sehingga Pemerintah Daerah (Pemda) di bawah naungan Bupati tidak mengurus akses jalan yang berjarak empat kilometer menuju tempat wisata.

Saat ini, kepala desa yang juga merupakan pengelola wisata tidak mempunyai anggaran dana yang cukup untuk memperbaiki jalan yang rusak parah. Mengingat pendapatan yang diperoleh dari karcis maupun retribusi parkir sangatlah sedikit. Itu punharus dibagi kepada empat orang; Pemilik 30%, Kepala Desa 30%, Petugas 20%, dan H. Ali,orang kepercayaan H. Sya’ad yang dipercaya mengelola wisata Api Abadi mendapatkan 20% dari pendapatan karcis. Dana yang diperoleh dari retribusi biaya transportasi atau parkir tersebut dipergunakan untuk meminimalisir kas desa yang sangat minim. “Sangat tidak mungkin apabila digunakan untuk memperbaiki jalan yang rusak karena untuk kebutuhan desa saja masih kurang,” ujar H. Ali saat ditanya mengenai akses jalan yang rusak parah. Retribusi biaya transportasi wisata Api Abadi tersebut dimusyawarahkan seluruh warga desa yang disahkan oleh kepala desa yang menjabat pada saat itu. Retribusi parkir untuk bis dikenakan biaya Rp. 5.000, sedangkan untuk mobil atau roda empat ditarik Rp. 4.000 dan sepeda motor atau roda dua dikenakan biaya sebesar Rp. 2.000.

Wisata api tak kunjung padam dikelilingi banyak pedagang yang turut meramaikan tempat wisata. Sebagian besar pedagang menjual pakaian, souvenir hingga makanan khas daerah Pamekasan bahkan Madura. Omset yang didapat dengan berjualan di area tempat wisata cukup menggiurkan terutama pada hari minggu. Di hari-hari biasa omset pedagang yang didapat kurang lebih mencapai satu juta rupiah disetiap standnya, sedangkan dihari minggu bisa mencapai satu-dua juta rupiah. Setiap malam bulan purnama lokasi wisata ini selalu ramai dikunjungi karena terdapat pertunjukan pencak silat khas daerah Pamekasan. Pengunjung merasa sangat menikmati keberadaan wisata ini. Mereka bisa memanfaatkan api yang menjadi objek wisata sebagai kebutuhan memasak, contohnya seperti membakar jagung, ikan, ataupun makanan lain yang dibawa dari rumah atau bisa juga membelinya di sekitar area wisata. Tak kalah pentingnya, objek wisata api tak kunjung padam ini dijadikan sebagai lokasi perkemahan bagi pelajar maupun mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.

Museum Umum Mandilaras. Pada tanggal 18 Maret 2010 lalu Pemda Pamekasan meresmikan museum umum daerah untuk pertama kalinya. Prosesi peresmian museum tersebut diresmikan oleh Bupati Pamekasan, Drs. KH. Kholilurrahman SH., MS.i. Museum tersebut bernama Museum Umum Mandilaras. Nama Mandilaras berasal dari kata Mand artinya mujur, sedangkan Laras berarti betul-betul. Sehingga, nama Mandilaras diartikan dengan betul-betul manjur. Pada tahun 1920 silam, bangunan yang saat ini dijadikan museum umum oleh pemerintah tersebut, dulunya adalah sebuah apotek pertama di Pamekasan. Kemudian bangunan itu dijadikan perpustakaan yang lalu dijadikan kantor Majelis Ulama indonesia (MUI) dan kantor Komisi pemilihan Umum (KPU). Pada tahun 1981, masyarakat Pamekasan sangat menginginkan adanya museum di Pamekasan. Saat itu pihak pemerintah tidak ada yang mengurus bagian kepurbakalaan. Alhasil, baru pada tahun 2009 pemerintah mulai gencar melakukan pendirian museum di Pamekasan hingga akhirnya mampu terealisasikan pada tahun 2010. Museum Umum Mandilaras berdiri di bawah naungan Dinas Pemuda Olahraga dan Budaya (Disporabud). Letak museum ini cukup strategis, akses jalan menuju museum ini pun sangat mudah dijangkau. Museum ini terletak di jantung kota, tepatnya di Jl. Dharma Pamekasan.

Ada berbagai kendala yang menjadi faktor yang membuat museum Mandilaras ini baru diresmikan menjadi museum. Faktor utama, pada saat pendiriannya sempat mengalami persoalaan struktural di pemerintahan karena tidak ada yang berkompetensi pada bagian kepurbakalaan. Setelah Soni Budiharto SH., MS.i menjabat Kasi Kepurbakalaan, museum umum tersebut baru bisa dinikmati pada tahun 2010 sampai sekarang. Faktor lain adalah masalah anggaran dana yang tidak mencukupi untuk pengelolaan museum.

Sampai saat ini museum Mandilaras hanya berisikan barang-barang peninggalan tokoh-tokoh penting maupun dari masyarakat umum di Pamekasan dan Madura pada masa silam. Barang-barang tersebut diantaranya; Gilis (penggiling jagung), Lesung Kayu (penumbuk padi), foto-foto Bupati mulai dari yang pertama hingga Bupati yang saat ini masih menjabat. Kemudian ada juga Dokar peninggalan Kyai Damanhuri yang pada masa silam kendaraan tersebut banyak dimiliki masyarakat kelas atas. Masyarakat menengah ke bawah tidak ada satupun yang memiliki kendaraan tersebut karena tidak mempunyai cukup biaya untuk membeli kendaraan yang dirancang oleh Gubernur pada waktu itu. Barang peninggalan lain yang berada di museum Mandilaras adalah sebuah patung yang oleh masyarakat dinamakan Topeng Getak. 

Topeng Getak ini dulunya merupakan sebuah kesenian tari tradisional yang menjadi budaya unggulan daerah Pamekasan. Asal-usul Topeng Getak berasal dari keseharian penduduk asli Pamekasan khususnya masyarakat kecil. Tari Topeng Getak awalnya berasal dari Tari Bolo Dewo yang unggul di Madura sebelum keraton berada di Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan. Pada waktu itu, masyarakat kecil berinisiatif untuk meniru dan melestarikan kembali Tari Topeng Getak di Pamekasan. Bolo Dewo adalah sebutan tokoh untuk tarian Topeng Getak. Tari Topeng Getak biasanya juga diikuti dengan alat musik tradisional seperti; Klemok/Pelteng (alat musik tradisional ini hampir sama dengan alat musik Gong), Dung-dung (pengganti gendang), Kentung Kayu atau oleh masyarakat alat musik ini biasa disebut be’beng. Di dalam museum Mandilaras juga terdapat berbagai miniatur, salah satunya bangunan penghasil garam. Banyak kegunaan yang terkandung dalam garam. “Garam merupakan komponen penting bagi tubuh, kebutuhan memasak, kepentingan teknologi, dan sebagai bahan dasar pabrik tekstil. Alasan adanya miniatur penghasil garam ini dikarenakan garam termasuk salah satu budaya yang sudah sejak dulu ada dan bersifat turun-temurun. Persebaran garam paling besar saat iniberada di Pulau Jawa,” ujar Soni Budiharto selaku pemelihara perpustakaan kepurbakalaan. 

Dengan adanya miniatur penghasil garam di museum Mandilaras ini, kami mengharapkan paling tidak masyarakat bisa sedikit menyadari fungsi penting garam dalam berbagai aspek,” tambahnya. Barang-barang peninggalan yang berada di museum Mandilaras ini berasal dari para kolektor barang-barang kuno. Para kolektor ini juga termasuk tim pendiri museum Mandilaras. Para kolektor tersebut diantaranya; Drs. Kadarisman Sastradiwiriyo MS.i, Sulaiman Siddiq, Drs. Khairul Bazar M.Pd, Syaifudin Miftah seorang budayawan, Arif Wibisono, S.Sos seniman muda dari Pamekasan. Dari beberapa nama diatas, mereka adalah pendiri sekaligus kolektor barang-barang kuno dan bersejarah. Saat ini, museum Mandilaras dikelola dan dipimpin oleh Soni Budiharto SH MS.i sebagai Kasi Kepurbakalaan. Selain dari para kolektor yang telah disebutkan diatas, barang-barang yang ada dalam museum Mandilaras juga berasal dari masyarakat setempat. “Ada sebagian masyarakat yang menjual barang-barangnya kepada pengelola museum (pemerintah). Ada juga sebagian masyarakat yang menghibahkan barang-barangnya kepada pemerintah,” ujar Jumadi seorang penjaga museum. 

Menurut penuturan Bapak jumadi,masyarakat yang menghibahkan barang-barangnya untuk kemajuan museum, mereka akan diberi penghargaan oleh Bupati Pamekasan karena dirasa ikut membantu dan memberikan kontribusi untuk kelanjutan museum Mandilaras. “Masyarakat Pamekasan memberikan respon positif dengan berdirinya museum Mandilaras ini. Pengunjung yang datang memenuhi target, terutama pada hari libur dengan jumlah rata-rata 30 pengunjung per-harinya,” tambah pria berumur 40 tahun tersebut. Menurutnya, sebagian besar pengunjung berasal dari luar Jawa bahkan mancanegara. Sebut saja Australia, Belanda, Cina dan Arab pernah masuk dan menikmati keindahan museum Mandilaras yang berada di alun-alun kota Pamekasan tersebut.

Dampak yang dihasilkan sangat bagus dan menunjukkan hasil positif dengan adanya museum Mandilaras ini. Dukungan dari berbagai pihak dan seluruh masyarakat Pamekasan sangat antusias dan menginginkan agar museum Mandilaras ini tetap eksis. Pemerintah maupun masyarakat ingin menjadikan museum Mandilaras nantinya menjadi Museum Nasional dalam kiprah museum mancanegara agar daerah Pamekasan dapat dilihat oleh masyarakat luas dan akan menjadi awal kebangkitan Kabupaten Pamekasan.

Untuk rencana ke depan, kami akan melakukan pembenahan. Hal ini dilakukan karena kami menginginkan museum umum Mandilaras ini menjadi museum terbuka. Sehingga seluruh kawasan di sekeliling Arek Lancor akan kami jadikan bagian dari museum. Begitu juga dengan koleksi barang-barang peninggalan akan ditambah dan diperbaharui termasuk pembenahan tata letak museum akan dibenahi lagi,” ungkap Soni budiharto saat ditanya mengenai rencana museum kedepan. Dengan rencana yang akan dilakaukan pemerintah tersebut, pengelola menginginkan museum ini menjadi potret dari sebuah daerah yang membuat masyarakat benar-benar tertuju pada museum terbuka yang didalamnya terdapat barang-barang peninggalan bersejarah dengan tujuan meningkatkan pengunjung untuk datang dan menikmati museum tersebut. “Museum ini nantinya juga akan ditambah dengan beberapa bangunan seperti; rumah adat, perahu, kereta api, sanggar kesenian dan yang terakhir pendopo,” tambah pria asli Pamekasan tersebut.

Sejauh ini museum umum Mandilaras belum pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat maupun yang lainnya. Disebabkan karena faktor usia yang masih baru berusia dua tahun. Namun pengelola museum kerap mengikuti serangkaian kegiatan pameran antar Provinsi dan Nasional. “Secepatnya museum ini akan berbenah dan menjadi kebanggaan warga Pamekasan,” ungkap Soni meyakinkan.

Pantai Jumiang. Awal mula nama pantai Jumiang adalah Rojomios yang artinya Rojo (Raja), sedangkan Mios dalam bahasa Madura berarti pergi. Namun masyarakat terbiasa menyebutnya dengan nama Jumiang. Alasannya, masyarakat menyebut dengan seenaknya supaya lebih mudah diucapkan. Pantai Jumiang adalah salah satu pantai yang berada di Pamekasan. Saat ini, Pantai Jumiang tidak terurus dan dikelola dengan baik. Pasir dan air di permukaan pantai sangat kotor. Tingkat kesadaran masyarakatnya pun sangat rendah.

Faktor yang menjadi penyebab utama adalah masyarakat penduduk asli setempat kurang memperhatikan pelestarian pantai. Hampir semua masyarakat tidak ada yang mengurus pantai. Alasannya, penduduk mempunyai kesibukan masing-masing. Sebagian besar penduduk setempat bekerja sebagai nelayan. “Ngapain ngurus pantai, buat makan aja nggak mampu.” ujar salah seorang penduduk setempat.

Ada pula faktor pendukung lain seperti pendidikan yang sangat rendah di daerah ini. Sebagian besar hanya lulusan sekolah dasar yang kemudian menjadi nelayan. Sehingga banyak dari mereka yang memiliki kemampuan rendah, terutama dalam memahami bahasa Indonesia. Bahkan penduduk setempat sangat jarang yang bisa menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian.

Selain itu, ada sebagian masyarakat luar yang ingin merusak pantai ini. Adanya pungutan liar (pungli) menuju pintu masuk pantai Jumiang dilakukan oknum masyarakat tertentu untuk memperoleh penghasilan. Pengunjung biasanya dikenakan biaya sebesar Rp. 3.000 untuk bisa menikmati pemandangan pantai. Pantai ini milik pemerintah, namun belum dikelola dengan baik. Pasalnya, anggaran biaya untuk tempat wisata ini cukup besar. Selain itu, pemerintah saat ini tengah fokus mempersiapkan pembenahan pada pantai Talang Siring. Pemerintah lebih memprioritaskan pantai Talang Siring karena dirasa lebih menarik pengunjung/wisatawan dari pada pantai Jumiang. Alasan lain karena letak pantai jumiang jauh dari perkotaan dan akses jalannya rusak.


Kabupaten Sumenep

Kabupaten Sumenep merupakan kota yang memiliki banyak objek wisata religi dan sejarah. Hampir sama dengan Kabupaten Bangkalan yang memiliki berbagai tempat wisata religi dengan cerita-cerita legenda. Dari sekian banyak tempat-tempat wisata di Sumenep, saya akan menyingkap secara mendalam terkait potensi wisata di Sumenep. Kota Tua Peninggalan VOC. Kota Tua Kalianget merupakan salah satu kota modern pertama di Pulau Madura. Kota ini dibangun pada masa VOC dan diteruskan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Kalianget dikembangkan menjadi kota dikarenakan letaknya yang sangat strategis dan di daerah tersebut terdapat bandar pelabuhan tersibuk di selat Madura pada masa itu. Pelabuhan tertua di Sumenep adalah pelabuhan Kertasada, lataknya sekitar 10 km dari pusat kota Sumenep. Ketika Sumenep jatuh ke tangan VOC pada tahun 1705, VOC mulai membangun sebuah benteng yang terletak di Kalianget Barat. Namun, dikarenakan posisinya yang kurang strategis dan berbatasan langsung dengan laut selat Madura, benteng tersebut urung dibangun. Maka oleh masyarakat sekitar daerah tersebut dikenal dengan nama Loji Kantang. Setelah kongsi dagang VOC dibubarkan, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan dari kongsi dagang tersebut dalam berbagai hal termasuk juga dalam pengelolaan lahan garam yang ada di Sumenep untuk memperkuat posisi ekonomi dan politik pemerintah Hindia-Belanda di Sumenep. Pada tahun 1899, pihak pemerintah membangun Pabrik Garam Briket Modern pertama di Indonesia. Disinilah berbagai fasilitas pendukung industri tersebut dibangun. Tak hanya bangunan pabrik, fasilitas listrik yang terpusat di gedung sentral, lapangan tenis, kolam renang, bioskop, taman kota, hingga pemukiman bagi pegawai dan karyawan mulai tersebar di kawasan ini. Hal ini sebagai bukti bahwa pemerintah Hindia Belanda kala itu dengan kuatnya memonopoli hasil garam yang ada di Madura. Tak hanya itu, sebagai sarana pendukung pendistribusian hasil garam, fasilitas transportasi berupa trem uap dan pelabuhan juga di sediakan di kawasan ini.

Kota Tua peninggalan VOC masih berdiri kokoh dengan infrastruktur bangunan penjajahan yang masih bertahan keasliannya hingga sekarang. Namun, terdapat sebuah perusahan yang mendiami tempat tersebut yang menjadikan bangunan-bangunan itu sebagai tempat produksi garam. Oleh sebab itu, monument yang dinilai memiliki potensi wisata di Sumenep tersebut seperti akan tabu. Bangunan-bangunan ini merupakan bukti yang cukup kuat bahwa Sumenep adalah kota bekas jajahan Belanda.

Bapak Suman selaku ketua RT di daerah setempat menjelaskan bahwa di dalam bangunan peninggalan Belanda masih banyak benda-benda yang bisa dijadikan bukti sejarah. Bahkan di sana terdapat sebuah peralatan garam kuno yang berfungsi sebagai penyimpanan garam untuk membuat garam tetap awet. Selain itu, di dalam gedung-gedung yang berdiri berjejer terdapat bekas tembakan meriam ketika pertempuran Belanda melawan Inggris untuk mempertahankan daerah penjajahannya.

Tapi sungguh miris ketika gedung-gedung tua ini tidak diperhatikan oleh Pemerintah Sumenep. Menurut Bapak Totok selaku penjaga PT. Garam menjelaskan bahwa dirinya tidak berani memberikan izin untuk orang masuk daerah gedung kecuali mendapatkan izin dari atasan perusahaan PT. Garam pusat yang ada di kota Surabaya. “Pengunjung harus mendapatkan izin tertulis yang ditandatangani oleh atasan kami. Memang, hal ini sudah menjadi kebijakan yang dibuat oleh PT. Garam,” ujar Totok. Masih menurut Totok, “Pengunjung yang ingin masuk harus membuat surat pengantar untuk kemudian ditandatangani oleh atasan kami,” tambahnya. Totok juga menjelaskan bahwa bangunan Kota Tua tersebut adalah tempat angker yang terdapat di sebuah wadah bekas pembuangan mayat sisa peperangan melawan Inggris yang sampai saat ini hantunya masih gentayangan. Sudah banyak masyarakat setempat yang menjadi korban akan hantu-hantu tersebut.

Bapak Bambang Iriyanto menyampaikan bahwa kota Sumenep siap dinobatkan sebagai kota pariwisata. Misalnya, Kota Tua yang memiliki nilai sejarah. Namun, dalam kesempatan itu, beliau menjelaskan untuk sementara masih melakukan kerja sama dengan PT. Garam untuk membuka gedung-gedung tua supaya bisa dibuka untuk umum. “Negosiasi sudah lama dilakukan. Tapi sepertinya pihak PT. Garam belum merespon kerja sama untuk kebaikan ini,” ungkapnya.

Mau tidak mau, kita harus berani mengimplementasikan diri dalam sebuah prilaku yang tegas, disiplin, merawat lingkungan, tanggung jawab, kompetitif, kerja keras, penghargaan terhadap orang lain, sosial, demokratis dan semacamnya, sehingga untuk menuju kearah pertahanan budaya dapat kita satukan, khususnya budaya Madura yang telah membangun ciri dan warna bangsa Madura.

Kita sepakat, bahwa yang dimaksud kebudayaan nasional adalah pertemuan dari puncak-puncak kebudayaan daerah. Tapi persoalannya, tiap kebudayaan daerah tidak memiliki kekuatan yang sama. Setiap kelompok etnik memiliki kekuatan yang berbada-beda, baik terkait dengan kekuatan sumber daya alam, sumber daya manusia, atau modal budaya yang dimilikinya.

Kebudayaan daerah yang diyakini syarat dengan pesan-pesan filosofis, spiritualitas, moral dan sosial, sebagaimana ditemui diberbagai aktifitas seni dan tradisi masyarakat Madura. Seni tradiri yang merupakan ekspresi hidup dan kehidupan masyarakat pendukungnya, serta menjadi sumber inspirasi gerakan spiritual, moral dan sosial. Dalam lingkaran kecilnya, seni tradisi terbukti memiliki peran signifikan dalam mencairkan ketegangan sosial. Dibalik keterbatasan pranata lokalnya, seni tradisi juga mengandung makna universal – yang paralel dengan agama – membawa pesan mulia bagi keluhuran budi manusia.

Konon, etnik Madura memiliki kekuatan tersendiri, sehingga (seharusnya) dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat tanpa harus hawatir terhadap masuknya budaya diluarnya. Tapi persoalannya, apakah kebenaran kekuatan ini menjadi realitas bagi masyarakat Madura?. Ada lagi suatu pemikiran yang dikemukakan orang, yaitu kehidupan tradisi (kesenian, sosial dan lainnya) Madura merupakan satu-satunya yang memiliki nilai plus dan sebagai martabat bangsa Madura. Bahkan diimplementasikan setiap kelompok etnik Madura yang eksoduspun tetap mempertahankan nilai-nilai kemaduaraannya meski mereka hidup dalam kondisi budaya yang berbeda.

Nah, dari sini kita perlu pahami bersama tentang apa yang dipahami sebagai orang Madura. Apakah indentivikasi kekerasan dan carok menjadi kekuatan indetitas etnik Madura. Atau nilai-nilai lain yang terkandung dalam kehidupan seni tradisi, peninggalan budaya, dan persoalan-persoalan kehidupan dibalik kekerasan dan carok itu. Atau apakah kita telah sepakat bahwa budaya Madura telah menjadi bagian vital bagi kehidupan masyarakatnya?. Atau kita biarkan saja, budaya yang konon adiluhung itu mengalir sendiri sesuai dengan perkembangannya?. 

Masalahnya, apakah kita pernah mengevaluasi diri dari kacamata budaya? Apakah kita masih pantas disebut sebagai masyarakat atau etnik Madura? Apakah sikap kita dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan sikap manusia yang berbudaya Madura? Cerminan diri bangsa adalah bersumber dari individu-individu bangsa. Baik buruknya negara bersumber dari masyarakatnya. Untuk itulah fungsi norma dan nilai sosial tidak akan pernah tergantikan dan pudar fungsi-fungsinya. Penginternalisasian nilai dan norma mutlak dilakukan tiap warga negara untuk melindungi perilaku dan kearifan lokal budaya nasional.


Foto-Foto Terkait :


Makam Syekh Kholil Bangkalan Madura
Pantai Camplong Madura
Wisata Api Tak Kunjung Padam, Pamekasan, Madura
Makam Baranbang, Sumenep Madura
Museum Keraton Sumenep, Madura
Makam Baranbang Sumenep Madura
Masjid Agung Sumenep Madura
Pantai Lombang Madura
Keraton Sumenep Madura
Sape Sono, Budaya Madura
Pantai Slopeng Madura
Pantai Lombang Madura
Karapan Sapi Madura
Kontes Kecantikan Sape Sono, Madura
Budaya Madura
Tari Topeng Budaya Madura
Jembatan Suramadura Yang Menghubungkan Madura Surabaya
Mercusuar Peninggalan Belanda, Bangkalan Madura.

Rujukan :

  1. Huub De Jonge, Madura dalam empat zaman perdagangan perkembangan ekonomi islam. Suatu studi antropologi ekonomi, yang diterbitkan oleh Gramedia.
  2. Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura, Hegemoni Pariwisata Madura, Majalah Spirit Mahasiswa, Edisi Perdana 2012.
  3. Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura, Aku Lupa Bahasa Madura, Buletin Selebaran Dwi Mingguan, Edisi 5 2012.
  4. Latief Wiyata, Carok.
  5. Zubairi, Dardiri A. Rahasia Perempuan Madura (Esai Remeh Temeh Kebudayaan Madura).
  6. Latief Wiyata, Mencari Madura.
  7. Mh. Said Abdullah, Orasi Budaya, Kembalikan Maduraku (Dalam Kongres Kebudayaan Madura).
  8. Huub De Jonge, Garam, Kekerasan, dan aduan sapi (Essai-Essai tentang Madura). Yang Diterbitkan LKIS.
  9. Abdul Hadi W.M, Madura Ruang Prabhan. diterbitkan Grasindo.
  10. Keraifan Lokal Madura : Tentang Jamu dan berbagai obat tradisional. Penerbit Dinas Pendidikan Pusat Indonesia.
  11. D. Zawawi Imron, Madura akulah darahmu, penerbit Grasindo.
  12. H. Musa MBA, Humor Madura, Untuk Penyegar Jiwa. Penerbit, Prestasi Insan Indonesia (PII).
  13. Emha Ainun Najib, Flokore Madura, Penerbit Progress.
  14. Kuntowijoyo. Perbubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940.  
  15. Helene Bouver. Lébur : Seni Musik Dan Pertujukan Dalam Masyarakat Madura.
  16. Http://spirit-mahasiswa.blogspot.com/
  17. Http://wikipedia.com/
  18. Http://radarmadura.blogspot.com/
  19. Http://suaramadura.blogspot.com/

Terimakasih Atas Perhatianya dan Telah Membaca Karya ini, 
Saya Nofianto Puji Imawan Terimakasih sebanyak-banyaknya. 

Http://bigbogbag.blogspot.com/