Sabtu, 21 Juni 2014

Mendegarkan

Apapun yang kudengarkan kali ini. Sudah membuatku banyak bertanya-tanya. Kenapa?, mengapa?, dan bagaimana bisa?. Suara-suara itu semakin berirama dan seenaknya sendiri, masuk dalam pikiranku. Padahal aku tidak mengizinkan apapun masuk dalam pikiranku. Tetapi semakinku mengelak, maka semakin lemas badanku. Aku bukan tipe pemberoktak, penggerutu, atau bahkan pembunuh. Namun kali ini, pikiranku penuh dengan penolakan-penolakan yang sulit untuk kompromi pada apapun. Tunggu, aku juga bukan keras kepala atau mengembangbiakan amarah. Seandainya saja aku mengerti hal-hal yang tidak aku mengerti. Maka tak mungkin aku bertanya-tanya mengenai apapun yang aku dengar kali ini. Walaupun berkali-kali aku mendengarkan beberapa hal, yang berbeda unsur-unsurnya (bahasanya, pesannya, maksudnya, iramanya, nadanya, intonasinya, latar belakangnya, alasannya, tujuannya, dan caranya berbicara). Berasal dari berbeda-beda manusia dan orangnya. Aku mendengarkan unsur-unsur pembicaraanya dari “manusia”. Aku juga mendegarkan unsur-unsur pembicaraan dari “orang”. Karena manusia dan orang, kali ini banyak timbul perbedaannya. Kalau manusia yang kudengarkan, selalu diam dan tak membicarakan apapun selain dirinya. Namun, kalau orang selalu membicarakan manusia dan dirinya, apalagi hal-hal lainya yang bukan dirinya. 

Tapi awalnya begini, selepas bangun didepan televisi. Yang tak jemuh membuat rekontruksi rasio mengenai kehidupan dan dunia baru. Aku terbangunkan dengan desah suara yang semakin meninggi. Seperti pas mendegarkan suara penyair-hardcore. Apalagi mendegarkan suara gamelan yang diketuk dengan berurutan. Sehingga semakin tinggi-semakin kecil. Sama halnya dengan yang kudengarkan kali ini. namun persamaannya tak sama, senyawanya berbeda. Kalau ini, semakin lama semakin menuju klimaks. Atau berbicara seperti orang yang memerankan monolog. Semakin berat. Aku bertanya-tanya waktu itu. ini apa lagi?, tiba-tiba suara itu hilang. Aku terbangun dari karpet basah yang ditetesi bocoran air dari genting yang pecah. Terbangun dengan lemas dan pusing, kupaksa saja, biar tak lama-lama memanjakan tubuh dalam kenyamanan yang berkesinambungan ini. bergegas dengan masih menegaskan mata. Aku menoleh kedalam kamar. Begeletak perempuan dengan kerudung coklat dan setelan baju, cela yang seakan-akan ingin pergi jauh. Perempuan itu tak sadar saat kutelanjangi tubuhnya dengan mata yang sudah tegas. Kubiarkan sajalah. Aku ingin melanjutkan mandi dan pergi sholat jum’at. Saat kutanyakan pada salah sat temanku. Ternyata itu adalah kekasih temanku. Yang sedang marah karena temanku tak pernah mendegarkan nasehatnya. Memang kejenuhan temanku dengan kekasihnya sudah memuncak. Banyak sekali nasehat yang menurut temanku tak pernah dilakukannya. Tetapi malah menyuruh temanku yang notabennya adalah kekasihnya, untuk melakukanya. Sehingga jenuh sudah. Dan dibirkannya perempuan itu tergeletak dikamarku.

Akupun tak ada pikiran lain. Selain mandi dan membersikan diri, sebelum sholat jum’at. Sehingga tak ada pikiran lain selain itu. Selekas sholat jum’at aku semakin kebinggungan. Kenapa suara seperti tadi muncul kembali.