Selasa, 14 Juli 2015

Bu Sri Mohon Kami

Diwaktu kita melakukan kewajiban untuk belajar, hendaknya kita menghormati siapa saja. Disaat kita tau kita melaksanakan tugas sebagai pelajar yang belajar. Maka baik kita tau siapa yang mengajar. Hendaknya sikap apa yang harus kita tunjukan. Hendaknya kita sadar mengenai apa yang kita ucapkan, kita pikirkan, kita lakukan. Adil sejak dalam pikiran memang kewajiban kita. Tapi jika kita belajar dan membuat kecewa seorang pengajar. Maka ilmunya mungkin menjadi kurang barokah bagi kita. Maka aku buat sajak ini untuk ibu pengajar untuk meminta maaf atas kejadian sore tadi diruang kuliah yang memang cukup membuatku sadar. #savebusri

Menantang dengan taring tumpul
Siap memamerkan diri dengan rendah dirinya
Tak menghiraukan apa yang didepanya
Sesosok yang baik sebenarnya
Penuh kasih seperti ibu sendiri

Kepekaanya membuat aku kadang berdoa
Bagaimana lagi aku harus memaafkan diriku
Jika isi pikirku semua tak baik baginya
Menyepelekan tak memperhatikan

Bukalah maksudku waktu itu
Aku hanya merasa kalau aku berdosa
Berdosa bersama dengan tingkah pola semua
Entah tak pantas ada sebuah kompromi rasa

Sampai bisa mengatur diri
Dan merubah iri beserta dengki menjadi kasih
Isak tangis disamping kanan
Dengan ber’irama dan mengeluarkan suara parau
Memaksakan untuk berbicara tampa berhenti
Aku tak berani menatap dengan tegab

Kutundukan kepalaku
Sampai aku tak mendengar lagi
Tak berani menoleh kemanapun
Hanya memegang bulpoin
Dan mencoba intropeksi diri
Mencari buruknya diri sendiri

Mencoba memahami jika itu ibu sendiri
Kemanusiawianku tergugah
Emansipasi yang hanya aku anggap sifat iri perempuan
Menjadi lenyap
Aku benar-benar merasakan emansipasi
Dimana tak ada sebuah hak yang dihargai
Begitu pula rasa hormat-menghormati
Semua mati dan membeku seperti candi

Dimana letak pengertian sejati
Anak-anak ini hanya bisa tertawa
Dan menyakiti
Bahkan tak bisa diatur
Seperti kelinci diwarung malam tadi

Kelas sudah seperti tempat berkumpulnya sapi
Tak ada wangi-wanginya
Semua hanya asap abu-abu pekat
Semua jadi salah kiblat
Dianggap sesat dan semakin tak terlihat
Aku ingin baik kepadanya
Dengan gigih dan ber’etika tak perlu dusta
Semua memang harus baik
Tapi banyak yang tak menghendaki kebaikan terjadi

Semua sensi
Semua menyepelekan
Semua tak memperhatikan
Semua hanya diam
Semua hanya membuat kesal
Semua beban
Semua hanya tuntutan
Semua melelahkan
Semua seharusnya bisa mengerti keadaan
Semua adalah pelajar
Seharusnya semua mengerti hal-hal yang perlu porsi khusus

Dimana tak berupaya
Memaafkan diri sendiri
Memaafkan orang lain
Minta maaf kepada orang lain
Mencari dermawan yang bisa mengajarkan kesadaran diri
Dimana semuanya disini tak tau keadaan ini
Kerepotan, kemarahan, kelelahan
Harus ditanggalkan

Maafkan kesalahan dan ketidak sadaran kami
Semua adalah realitas era globalisasi
Pemuda-pemudi seperti hewan berkaki
Yang tua tak dihargai
Semua dibenci
Merasa benar sendiri
Suka menyepelekan apapun yang hakiki
Anti yang tidak pasti
Taksuka pada apapun yang basi
Selalu ingin menang sendiri
Mencari yang benar-benar disukai
Membuang yang tak berfungsi
Tampa mengkaji semua yang penting bagi kasih
Mempertimbangkan tapi selalu pasif
Hanya wacana tampa realisasi
Diam dan menggerutu disudut
Seperti banci

Ini “bu sri”,,,,jangan sedih
Semua hanya cukup diresapi
Bersabar adalah kunci
Tapi menerima adalah tongkat besi
Jangan menangis lagi “bu sri”
Karena “bu sri” sudah seperti ibu sendiri
Walaupun banyak yang membenci
Tapi akhirnya pasti lebih berhati-hati

Nofianto puji imawan
Madura, 12/03/2014