Sejenak berdiam dengan situasi tenang adalah akhir dari kuatnya diri manusia dalam menghadapi ketidak tenangan dalam dirinya. Apa lagi meng’asingkan diri dari sebuah fakta yang sulit diterima dirinya untuk mendewasakan dirinya.
Adalah sifat yang sangat-sangat begitu pengecut. tetapi kita tidak seperti itu kita manusia nusantara adalah menghadapi ketidaknyamanan atau ketidak tenangan tampa menga’singkan diri. Perbedaan yang mencolok dalam kebiasaan setiap orang dan pandangan-pandangan orang atas sebuah kerelatifan pendapat dalam menilai begitu banyak produk budaya manusia nusantara, menjawab betapa kayanya kita atas bermacam-macamnya subyektivitas diri betapa kayanya kita dengan apa yang kita hasilkan sendiri dalam produk budaya masa lalu, masa kini, dan bangsa kita telah berani mendahului kehendaknya dengan meramalkan sebuah masa depan. Jadi jika di pikir kembali tiga elemen pikir ada tiga yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Dan kita telah memiliki tiga elemen itu dalam menjadi manusia yang kaya akan subyektivitas ini. Kebebasan dalam berbicara di sebelum kebebasan ber bicara di buka waktu kelengserang tulang punggung keluarga cendana itu tidaklah berpengaruh besar sebenarnya, karena sebelum itu pun manusia nusantara sudah yang namanya mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang disebut dengan “Ngrasani” atau kalau dalam bahasa indonesia yang baik dan yang mungkin benar artinya membicarakan buruknya seseorang dan baiknya seseorang. Walaupun setiap negara setiap bangsa dahulu memakai sistem kekaisaran dan kerajaan murni sebagai awal peradaban dan demokrasi tak pernah menjadi sebuah sistem di awal terciptanya peradaban.
“Ngrasani” selalu dilakukan secara tersembunyi yang dengan kata lain dilakukan dengan diam-diam. Dan itu adalah ketabuhan untuk di ketahui dikarenakan kalau di ketahui banyak orang akan ada yang merasa di rugikan dan akan ada yang merasa lebih di untungkan dengan kata lain pasti ke GR’an. Lantas ada hal lain yang tersirat dalam budaya “ Ngrasani” ini. Yaitu seperti ini. Orang “Ngrasani” berartikan berbicara secara sembunyi-sembunyi dengan orang lain dan yang dibicarakan itu bebas baik atau buruk lantas sedangkan dalam tataran demokrasi orang bebas menyuarakan aspirasi nya maka dari itu perbedaan antara budaya “Ngrasani” yang di nilai orang tidak baik dan itu dari dulu dilakukan dan sampai sekarang pun mulai dilakukan tetapi dilakukanya budaya ini dengan jenis yang berbeda yaitu demokrasi dimana setiap orang bebas bersuara dan berbicara dalam konteks pendapat, keinginan, keluhan, kritikan dan lainya.
Berarti “Ngrasani” ini sudah di validasi dan diakui atau sudah dianggap baik sehingga ada dalam konstitusi namun “Ngrasani” ini adalah sintesis dari demokrasi dan sifat manusia yang ingin semaunya sendiri lalu hasilnya sebaik-baiknya demokrasi adalah peranakan udaya yang tidak baik jika di kaji secara budaya mendasar dan luas sehingga demokrasi sekarang itu malah tidak baik karena dilahirkan dari buya yang tidak diridhoi allah dan itu akan menghasilkan efek yang buruk seperti demokrasi sekarang ini ya dikarenakan awalnya dari “Ngrasani” menjadi demokrasi dan hasilnya media semakin menghujani kita dengan ketidak tenangan yang berakhir semakin kerdil dan takutnya akan kehancuran nusantara yang di pimpin oleh doraemon ini.