Menjelang malam gejala-gejala warung modern yang berada di sekitaran kota penuh dengan kesenjangan-kesenjangan dalam berbagai bidang, segaja aku tak mau sebut namanya karena sudah banyak yang menyebut namanya bahkan tau filosofi asalnya tapi semuanya terlalu luhur dengan berbagai hal, anggapan buruk mencerca tangan ini sehingga aku menjadi terhanyut dengan keburukan atas persepsi ku, menjadi liar tak beralasan membuat aku mabuk sembari meminum omongan dan film yang real tampa cela-cela dari dinding-dinding gurauan teman yang sadar akan semua.
Mengunjungi yang tak pernah ku kunjungi adalah sebuah berkah yang menjadi “amuk-amuk’an” , jam pun menggingatkan setiap detik hujan yang tak turun menjamu ku yang baru datang dari jauh, ingat cerita sang tua selalu menggambarkan sebuah ketidakadilan di setiap jalan malam, di balik kebaikan daerah hinggap penuh dengan gambaran subuh dan remang menjalar keburukan tapi malah bercumbu kemesraan tampa belas kasih, jalanan yang digambarkan sebagai samudra pasifik penuh dengan hewan ganas berdiam didalam lautan subuh tampa kompromi bisa saja muncul di permukaan setara hingga bisa menggigit nadi kita yang menyalurkan darah ke jantung, huru-hara komunitas menjadi contoh kota ini, bau-bauan tidak sedap.