Rabu, 01 Maret 2017

Keluarga dan Sederhananya Kita


Bau tanah ini begitu asing, seperti bau aspal basah. Hujan yang datang dua kali, membuat atap rumah kami kewalahan dan rusak. Air masuk dari berbagai sudut, tembok-tembok rumah yang lama-kelamaan merapuh dan ditumbuhi jamur hingga lumut. Selalu seperti itu, mungkinkah akan terus seperti itu. Dulu kami punya halaman rumah yang luas dan dua pohon kelapa yang tinggi melebihi tiang listrik di depan rumah. Kebun kami sungguh subur melebihi ladang padi milik tetanggaku. Kita tau, semua bakal berubah dan pasti lebih buruk. Tapi semua hanya soal waktu.

Kondisi mereka seperti biasa, mencoba tak mengatakan apapun tentang kesehatan dan isi pikiran mereka. Hanya sesekali kecolongan mengatakan yang sebenarnya. Sebagai anak, kami hanya menjalankan yang terbaik dan mencoba hidup dengan apa yang sudah diberikan. Kadang, kami (aku dan adik-adikku) bertingkah kurang ajar dan egois melebihi apapun. Tak jarang, kami bertengkar karena hal sepele. Tapi, bukankah itulah yang dinamakan keluarga. Semua terjadi sesederhana itu.

Kami hidup dengan pondasi yang biasa. Orang tua kami bukanlah keturunan orang hebat atau orang kaya, walau kamipun sebenarnya belum tau. Mereka berkerja sebagai guru, mengajar, menghabiskan waktu lebih banyak dengan mengajarkan apa yang mereka ketahui disebuah yayasan swasta dan pondok pesantren di pedalaman. Selalu menuntut kami sebagai anak, untuk beribadah dan jangan melupakan tiang agama. Bukankah itu cukup berkesan dijaman ini, dimana semua orang tua sedang kerja keras untuk mempersiapkan masa tua mereka dan menghidupi anak-anaknya dengan mengumpulkan materi sebanyak mungkin hingga melupakan keluarga mereka sendiri. Seolah-olah mereka akan tau sampai kapan terus hidup.

Kesederhanaan hidup, bukanlah penyepelaan tanggung jawab. Menjadi anak, bukanlah tugas yang mudah. Mempunyai saudara, adik atau kakak. Menjadikan kita makin belajar mengenai bagaimana kita dalam menjalankan peran yang sudah diberikan.

Aku masih beruntung mempunyai orang tua yang masih menemani hingga kini. Memang, lebih banyak kekecewaan daripada kebanggaan yang aku berikan. Semoga adik-adikku tidak sepertiku. Bukan hal mudah, tapi tak serumit apa yang kita pikirkan. Itupun jika kita masih mau berfikir. Menjadi yang terbaik dan memberikan yang terbaik, itulah orang tua kami. Mengatakan yang perlu dikatakan dan menyimpan yang tak perlu dikatakan, karena jika banyak sesuatu yang seharusnya tidak perlu kita tau sebagai anak. Nanti kita akan merasakan sendiri jika berada diposisi seperti itu. Pilihan, konsistensi, dan melakukan yang paling tepat di waktu yang tepat. Bukanlah hal mudah, jadi maklum kalau setiap orang tua memilih menyimpan kenyatan yang tak perlu diceritakan.

Aku dan adik-adikku perlu menyadari bagaimana orangtua kami merawat keluarga ini. berangkat bekerja saat kami masih lelap tertidur dan pulang diwaktu ada kesempatan. Walaupun kembalinya mereka dirumah kami yang tak begitu megah ini hanya untuk istirahat dan kembali memimpikan semua cita dan cinta mereka. Setiap kami memandang mata mereka, nampak kelelahan dan harapan yang tinggi pada kami. Pengorbanan, serta tanggung jawab yang tak mungkin bisa dituliskan disini. Terkadang kata-kata terlalu membatasi maksud kita dalam menyampaikan pesan terhadap semua orang. Bukankah semua punya kelemahan.

Aku ingat beberapa hal indah, waktu ibuku mengantarkanku sekolah menggunakan sepeda onthel tua. Ia terlihat cantik dan membuatku tak mau jauh-jauh darinya. Aku ingat wajah bapakku waktu lulus kuliah. Mungkin banyak yang aku ingat, tapi sebaiknya tak kukatakan semuanya. Begitu menyenangkan melihat adik-adikku lahir dan menanggis dipangkuan mereka. Semuanya menjadi kenangan yang kuat menempel di kepalaku. Rasa bersalah, penyesalan, keinginan untuk melakukan yang terbaik untuk mereka mulai memantikku setiap waktu untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin.

Bukankah menyenangkan jika kita kembali untuk mengingat hal yang paling sederhana dalam keseharian kita. Tanpa kebohongan dan melebih-lebihkan realitas yang pernah kita lalui dalam hidup. Akankah semua akan sesederhana keluarga.

0 komentar:

Posting Komentar

Pembaca Yang Baik Selalu Meninggalkan Komentar